WFH: Kenapa Harus Menulis?

Opini1085 Views

Oleh: Afif Ikhwanul Muslimin, M.Pd., Dosen Prodi Tadris Bahasa Inggris, FTK, UIN Mataram

Kungkungan pandemik Covid-19 yang sangat massive dimulai dari bulan Maret 2020 kemarin, sangatlah mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat Indonesia. Kebijakan yang berlaku massive-pun dikeluarkan oleh pemerintah, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah di lingkup provinsi dan kabupaten/kota. Tak luput rotasi pendidikan di Indonesia terimbas sehingga menyebabkan pembelajaran harus dilaksanakan secara daring. Dosen dan Guru harus mau tidak mau melek teknologi atau memiliki literasi dalam memanfaatkan seluruh potensi digital guna tetap berkontribusi aktif dan bertanggung jawab akan kemajuan kualitas peserta didiknya. Hal ini merupakan salah satu wujud kebijakan pemerintah yang berupa Work from Home (WFH). Ketidakhadiran secara fisik akademisi di gedung tempat kerjanya setiap hari yang diselimuti surat edaran pelaksanaan kuliah dan pembelajaran daring, tidak boleh diartikan bahwa mereka bisa bersantai. Namun, sejatinya para akademisi harus tetap produktif atau bahkan bisa menggali lebih potensi diri yang sebelumnya tak tersentuh ataupun terfikir karena padatnya rutinitas, termasuk bakat-bakat menulis baik itu karya popular atau karya ilmiah.

Gajah Mati Meninggalkan Gading

Pada satu sisi, menulis bisa dijadikan sebagai hobi yang berfungsi mengalirkan emosi, ungkapan hati, refleksi diri, bahkan juga relaksasi, atau lebih keren writing for pleasure (menulis untuk kesenangan).  Banyak penulis merasa bahagia dan lega setelah menulis karena kegusaran hati atau pengalamannya bisa terceritakan pada secarik kertas atau se-kilobyte file di komputer. Tak jarang juga penulis merasakan keberhasilan menuangkan fantasi yang diidamkan yang tidak pernah bisa diwujudkan dalam dunia nyata. Jadi bisa dikatakan, writing for pleasure  lebih mengarah pada kemanfaatan pribadi.

Baca Juga :  Filosofi dibalik Ucapan “SILAMO“ Sumbawa

Di sisi yang lain, menulis merupakan kegiatan ilmiah yang berfungsi menularkan ide-ide ilmiah yang diharapkan meningkatkan intelektualitas masyarakat secara umum (writing for intellectual need). Sehingga, menulis menjadi kewajiban bagi mereka yang memiliki tanggung jawab profesi dan tanggung jawab kemasyarakatan.  Dalam agama Islam telah diajarkan bahwa “Orang yang baik adalah orang yang memberikan manfaat kepada orang lain” (HR Ahmad dan Thabrani). Hal ini menyatakan bahwa seorang akademisi baik itu dosen ataupun guru di kala implementasi WFH, sudah sepatutnya rajin menulis sebagai wujud pengejawantahan hadist tersebut.

Peribahasa barat juga mengatakan “Publish or Perish” yang berarti karir akademisi tidak akan berkembang atau bahkan mati (perish) jika tidak melakukan publikasi karya ilmiah. Hal senada juga disampaikan oleh Pramudya Ananta Toer. Novelis Indonesia ini mengatakan bahwa tingginya ilmu seseorang tidak akan berarti bilamana dia tidak menuangkanya dalam tulisan, karena tanpa itu dia akan dilupakan oleh masyarakat dan sejarah.

Melihat kemanfaatan kedua jenis kegiatan menulis diatas, hal paling mendasar adalah menulis bisa menjadikan masa hidup lebih berarti. Peribahasa Indonesia, jika Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati harus meninggalkan nama. Sehingga di masa berkegiatan di luar rumah berkurang, lebih banyak waktu tersisa, maka inilah saat yang terbaik bagi akademisi untuk menorehkan sejarah dengan menulis.

Mana Motivasimu?

Menulis bagi banyak orang terasa sangat mudah, meski bagi sebagian lainya menulis membutuhkan usaha keras agar berhasil terselesaikan. Kebanyakan rasa khawatir dan ketakutan dikala memulai menulis menjadi factor penghambat seseorang untuk menulis. Namun, keberadaan motivasi diri yang besar bisa menjadi pemantik semangat menulis terefektif bagi siapapun.

Dornyei (2001) mendefinisakan motivasi sebagai sesuatu yang membuat seseorang melakukan sesuatu, tetap melakukanya, dan berusaha keras mengeluarkan segenap daya upaya untuk mencapai tujuan. Dia juga mengatakan, kesuksesan di segala bidang akan tercapai bilamana seseorang selalu menemukan motivasi terbaiknya. Mulyasa (2003) mengatakan bahwa perilaku seseorang untuk mencapai sebuah tujuan sangat dipengaruhi oleh dorongan motivasi. Selanjutnya, Sardiman (2006) yang mengatakan bahwa motivasi merupakan transformasi energy seseorang yang berkarakteristik deforestasi dan diawali dengan reaksi akan tujuan yang diharapkan. Berdasasrkan definisi tersebut, bisa dikatakan bahwa motivasi merupakan hal yang memunculkan keinginan seseorang untuk menyelesaikan tantangan.

Baca Juga :  Cara Mencegah Penularan Covid-19

Dalam perkembanganya, banyak bermunculan teori motivasi oleh para ahli, yaitu teori hierarki Maslow, teori Mc Clleland, teori ERG Alderfer, teori harapan Vroom, dan teori Herzberg. Dari kesemua teori tersebut, mari kita kupas teori motivasi Maslow sebagai teori yang paling banyak digunakan, dilihat dari sudut pandang penulis pemula.

Sebagai debutan dalam dunia tulis menulis, ada lima jenis motivasi yang bisa dijadikan alasan kenapa kita harus menulis. Pertama, physiological need yang berarti motivasi menulis muncul karena adanya kebutuhan fisik manusia. Bagi beberapa penulis, menulis bisa menghasilkan sesuatu yang akan mensejahterakan fisiknya. Mudahnya, menulis bisa menjadi pekerjaan yang mampu meningkatkan dan menjamin kesehatan fisiknya karena peningkatan kualitas hidup. Bisa juga, dengan menulis yang mengalirkan emosi dan fikiran terpendam seseorang, maka imunitas fisik seseorang meningkat dan bermuara pada meningkatnya kesehatan fisik.

Alasan kedua adalah adanya safety need. Keselamatan merupakan hal penting bagi manusia untuk mendapatkan ketenangan hidup. Salah satu contoh, wajib bagi seorang akademisi untuk menulis bilamana ingin memiliki jenjang karir yang lebih baik. Tanpa tulisan ilmiah atau karya di media masa, maka ketercukupan persyaratan pengajuan kepangkatan tidak akan terpenuhi. Sehingga, menjadi penulis aktif sebagai unsur penelitian merupakan bagian jaminan keselamatan dan keaamanan karir mereka.

Ketiga, menjadi seorang penulis buku atau artikel di media masa bagi beberapa orang merupakan kebanggaan karena dikenal oleh banyak orang. Dalam hal ini, esteem need menjadi alasan dimana apreasiasi positif akan tulisan yang berhasil disusun sebagai representasi prestasinya muncul. Karena pada dasarnya, secara lahiriyah setiap manusia memiliki hak untuk dihargai.

Keempat, manusia adalah makhluk sosial. Tulisan yang digubah bisa menjadi media interaksi antara penulis dengan pembaca sehingga kebutuhan sosial atau social need penulis bisa terpenuhi. Seseorang yang introvert atau memiliki karakter tertutup sekali bisa memilih kegiatan menulis sebagai media interaksi sosial tidak langsung. Menulis bisa menjadi wahana yang menyalurkan rasa cintanya terhadap lingkungan sekitar dan mendapatkan respon sebagai wujud cinta dan kepedulian pembaca kepada penulis dan karyanya.

Baca Juga :  Kritik dan Perbedaan Pendapat

Hal pendorong kelima menurut Maslow adalah keinginan untuk Self-Actualization atau aktualisasi diri. Setiap manusia memiliki keinginan yang sangat kuat atau umum disebut ambisi. Keinginan ini bisa berupa pencapaian prestasi kerja terbaik, pengakuan tertinggi dari lingkungan, pemecahan tantangan yang belum pernah terselesaikan, atau bisa juga passion atau kesenangan terhadap sesuatu sebagai wujud eksplorasi diri. Dikala WFH menghambat seseorang mengaktualisasikan diri diluar rumah atau ditempat kerja, hasil tulisan di media online atau cetak bisa menjadi salah satu alternative.

Diantara kelima pendorong munculnya motivasi diri untuk menulis tersebut, kita bisa mulai memilih agar tidak besok atau lusa tulisan kita membawa manfaat, tapi hari ini kita menulis sejarah hidup pertama kita dan berkarya di tengah WFH pandemi Covid-19. (Afif Ikhwanul Muslimin, M.Pd.)