Kebijakan, Cinta dan Do’a (Sambut New Normal Untuk NTB Yang Islami Pasca Covid-19)

Opini938 Views

Berbagi News – Beberapa negara merasakan dampak yang sangat besar atas menyebarnya virus Covid-19 di seluruh penjuru dunia. Bahkan, Indonesia-pun turut andil dalam merasakan dampak yang telah dihasilkan oleh virus Covid-19 ini. Bertambahnya jumlah pasien yang terjangkit virus Covid-19, membuat Indonesia harus segera mengambil keputusan atau kebijakan yang akan diambil guna dapat mengurangi penyebarannya.

Kebijakan Daerah dan Covid-19

Berbagai daerah di Indonesia perlahan terkena dampak dari penyebaran virus bahaya tersebut dan NTB merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam sepuluh daerah tertinggi ditemukannya kasus yang terkena virus Covid-19 dengan total keseluruhan jumlah kasus Covid-19 pada update terakhir 07 Juni 2020 adalah 77.608. Kota Mataram dengan kasus sebanyak 3700, Kab. Lombok Barat sebanyak 7034, Kab. Lombok Tengah 9093 kasus, Kab. Lombok Timur sebanyak 20114, Kab. Sumbawa Barat 7534 kasus, Kab. Sumbawa 10619 kasus, Kab. Dompu 5310 kasus, Kab. Bima 9002, dan Kota Bima 3252, adapun WNA 16 kasus dan luar provinsi 1 kasus.

Berdasarkan data di atas, Dr. Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc. selaku gubernur NTB saat ini harus memutar otak dalam menyesuaikan program apa saja yang dapat diterapkan dipemerintahannya guna mencegah penyebaran virus Covid-19 ini. Beberapa program yang diterapkan berasal dari aturan mulai dari social distancing, beribadah di rumah, hingga membatasi penyeberangan antar pulau.

Tentunya sebelum diberlakukan kepada seluruh masyarakat, kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah sudah melalui analisis yang mendalam terlebih dahulu. Adapun kebijakan-kebijakan di atas membuat sebagian besar masyarakat merasa lebaran di tahun 2020 merupakan hari Raya  yang paling berbeda bagi umat muslim di Indonesai khususnya wilayah NTB dari tahun-tahun sebelumnya sehingga dibutuhkan penyesuaian atau adaptasi yang sangat keras dalam menjalankan program untuk mencegah penyebaran virus berbahaya tersebut.

Diharapkan dengan penetapan serta pengaplikasian yang baik dari seluruh masyarakat Indonesai khusunya NTB terhadap program-program pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19, dapat segera mengakhiri keadaan yang sangat mengganggu segala aktifitas masyarakat ini dan mengembalikan keadaan seperti normal kembali.

Dengan melindungi diri dan orang lain di sekitar lingkungan, mengiIkuti saran yang diberikan oleh badan kesehatan publik terkait, dan mengetahui fakta-fakta terkait virus ini dapat membuat kita selaku masyarakat NTB dapat mengambil langkah pencegahan yang sesuai. Salah satu cara yang efektif dan mudah dilakukan oleh masyarakat adalah dengan menjaga kebersihan diri dan ingkungan. Adapun beberapa cara  yang dapat dilakukan adalah:

  1. Bersihkan tangan Anda secara rutin. Gunakan sabun dan air, atau cairan pembersih tangan.
  2. Selalu jaga jarak yang aman dengan orang yang batuk atau bersin.
  3. Jangan sentuh mata, hidung, atau mulut Anda.
  4. Saat Anda batuk atau bersin, tutup mulut dan hidung dengan lengan Anda atau tisu.
  5. Tetaplah di rumah jika Anda merasa tidak enak badan.
  6. Jika Anda demam, batuk, atau kesulitan bernapas segera cari bantuan medis
  7. Menghindari kunjungan yang tidak diperlukan .

Dari anak-anak hingga orang dewasa sering mendengar atau bahkan membaca “Kebersihan sebagian dari iman”. Walau hadist tersebut dinyatakan lemah oleh para Ulama, namun makna didalamnya benar karena Islam mengajarkan kebersihan dan keindahan seperti yang tercantum dalam hadist Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan suka Keindahan.” (Muslim: 91). Beberapa cara menjaga kebersihan di atas merupakan sebagai bentuk ikhtiar kita agar dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu tempat yang harus dijaga kebersihannya terutama saat mewabahnya virus Covid-19 adalah masjid, karena masjid merupakan salah satu tempat yang di datangi oleh jemaah setiap harinya untuk beribadah.

Baca Juga :  InsyaAllah Ada Cahaya Di Ujung Sana

Menurut Alfiyah Kharomah, STr. Kes. Selaku  Founder Griya Sehat Alfa Syifa, Member Revowriter, dan Anggota Help-S, di dalam Islam kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Ini menunjukan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Mengatasi pandemi, tak mungkin bisa melepaskan diri dari performa kesehatan itu sendiri. Salah satu cara Islam mengatasi pandemi yaitu seperti edukasi prefentif dan promotif.

Islam adalah Agama Pencegahan

Telah banyak disebutkan bahwa Islam mewajibkan kaum muslim untuk ber-ammar ma’ruf nahiy munkar. Yakni menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemunkaran. Pembinaan pola baku sikap dan perilaku sehat baik fisik, mental maupun sosial, pada dasarnya merupakan bagian dari pembinaan Islam itu sendiri. Dalam hal ini keimanan yang kuat dan ketakwaan menjadi keniscayaan. Islam memang telah memerintahkan kepada setiap orang untuk mempraktekan gaya hidup sehat, pola makan sehat dan berimbang serta perilaku dan etika makan. Misalnya diawali dengan makanan. Allah SWT telah berfirman: “Makanlah oleh kalian rezeki yang halal lagi baik yang telah Allah karuniakan kepada kalian” (TQS. An-Nahl [16]: 114).

Kebanyakan wabah penyakit menular biasanya ditularkan oleh hewan (zoonosis). Islam telah melarang hewan apa saja yang tidak layak dimakan. Dan hewan apa saja yang halal dimakan. Apalagi sampai memakan makanan yang tidak layak dimakan, seperti kelelawar. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, mengisi perut dengan 1/3 makanan, 1/3 air dan 1/3 udara, termasuk kaitannya dengan syariah puasa baik wajib maupun sunnah.

Oleh karena itu, Negara memiliki peran untuk senantiasa menjaga perilaku sehat warganya. Selain itu, pemerintah juga mengedukasi agar ketika terkena penyakit menular, disarankan menggunakan masker. Dan beberapa etika ketika sakit lainnya. Hal ini sangat membantu pemulihan wabah penyakit menular dengan cepat.

Tidak bisa dipungkiri virus Covid-19 menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam dan memunculkan sikap-sikap keberagamaan tertentu namun masih tetap memiliki rujukan di dalam Al-Quran. Memang begitulah seharusnya orang-orang beriman menyikapi persoalan-persoalan hidupnya sebagaimana diperintahkan di dalam Al-Qur’an. Di dalam kitab suci ini terdapat ayat-ayat yang isinya sangat beragam namum masing-masing tidak saling menafikan tetapi bersinergi sehingaga menjadi sebuah trilogi, yakni (1) ikhtiar (usaha), (2) doa, dan (3) tawakal

  1. Ikhtiar

Jika seseorang mengharapkan sesuatu, misalnya perubahan nasib, mendapatkan rezeki, ilmu, kelulusan ujian, kesehatan dan sebagainya, maka ia harus melakukan suatu upaya lahiriah secara aktif dan nyata, dan inilah yang disebut ikhtiar atau usaha. Demikian pula jika kita berharap terhindar atau selamat dari acaman virus Covid-19 yang mematikan itu kita harus memperhatikan petunjuk dari para ahli di bidang kesehatan sebab merekalah yang secara khusus mendalami ilmu di bidang ini yang hukum mempelajarinya adalah fadhu kifayah sebagaima pendapat Imam al-Ghazali.

Baca Juga :  Dampak Pandemi Terhadap Sekolah Online

Salah satu petunjuk dari para ahli kesehatan terkait dengan virus Covid-19 yang telah terbukti dapat menular dan menyebar dengan sangat cepat ini adalah agar kita menghindari berkumpul dalam jumlah besar dalam waktu dan tempat yang sama. Alasannya adalah hal semacam ini berpotensi menularkan dan menyebarkan virus Covid-19 dengan terjadinya kontak fisik secara langsung di antara orang-orang yang berkumpul itu. Salah satu ayat Al-Qur’an yang menyampaikan tentang pentingnya usaha atau ikhtiar agar terhindar dari tertular atau menularkan virus adalah Surat Ar-Ra’d, ayat 11 sebagai berikut:

إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Merujuk pada ayat tersebut, ancaman virus Covid-19 bisa saja akan terus berlangsung sampai ada usaha-usaha nyata untuk menanganinya. Dalam hal ini ada dua tindakan untuk menangani, yakni mencegah (to prevent) dan mengobati (to cure). Anjuran untuk sementara tidak melaksanakan shalat Jumat di masjid-masjid merupakan tindakan pencegahan. Inilah kewajiban para ulama. Sedangkan tindakan pengobatan hanya dapat dilakukan oleh para dokter.

Berikhtiar adalah wajib. Maka barangsiapa mau berikhtiar, ikhtiarnya akan dicatat sebagai ibadah. Jika ikhtiarnya membuahkan hasil, maka setidaknya ia akan mendapat 2 (dua) keuntungan. Pertama, ia akan memperoleh pahala dari Allah. Kedua, ia akan mendapat keberhasilan atau manfaat dari apa yang telah ia usahakan. Tetapi jika ikhtiarnya belum berhasil, maka setidaknya ia akan mendapat pahala dari Allah. Jika ia sabar, maka ia akan mendapatkan pahala yang berlipat.

2. Doa

Untuk memperlancar atau mempermudah upaya lahiriah kita mencapai keberhasilan dalam menangani kasus virus Covid-19, kita juga harus juga melakukan ikhtiar batiniah, yakni berdoa kepada Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al Mu’min, ayat 60 sebagai berikut:

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Artinya: “Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkannnya.”

Allah akan menjawab atau memberikan ijabah terhadap apa yang menjadi permohonan kita dalam menangani virus Covid-19 jika kita berdoa kepada-Nya.

Hikmah berdoa kepada Allah SWT subhanahu wata’ala dalam kaitannya dengan ikhtiar adalah bahwa ikhtiar batin ini akan mendekatkan kita kepada-Nya, dan oleh karena itu akan memperlancar tercapainya apa yang kita ikhtiarkan dan mohonkan. Hikmah lain adalah bahwa dengan berdoa, kita akan terhindar dari klaim bahwa keberhasilan kita semata-mata karena ikhtiar kita sendiri tanpa campur tangan dari Allah. Tentu ini akan mejadi kesombongan yang luar biasa.

3. Tawakal

Selain melakukan ikhtiar dan doa kepada Allah dalam upaya kita melepaskan diri dari ancaman virus Corona, ada satu hal lagi yang tidak boleh kita tinggalkan, yakni tawakal. Dalam surat Ali Imran, ayat 159, Allah berfirman:

Baca Juga :  Money Politics, Kondisi atau Situasi ?

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertwakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang brtawakal pada-Nya.”

Menurut Imam Hanbali tawakal merupakan perbuatan hati. Artinya, tawakal bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan semata, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Tetapi sekali lagi, tawakal merupakan perbuatan hati sehingga tidak bisa diwujudkan dalam bentuk fisik, seperti berdiam diri tanpa melakukan suatu ikhtiar lahiriah. Artinya tawakal tidak meniadakan ikhtiar.

Oleh karena itu, dalam kaitan dengan virus Covid-19 kita tidak boleh berserah diri kepada Allah SWT begitu saja tanpa melakukan iktiar nyata agar terhindar dari virus Covid-19. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan petunjuk bahwa tawakal itu tidak meniadakan ikhtiar yang masuk akal terkait dengan persoalannya sebagaimana beliau tunjukkan dalam suatu hadits tentang perlunya mengikat unta sebelum memasrahkannya kepada Allah SWT dengan tawakal.

Oleh karena itu, petunjuk dari para ulama tentang imbauan melakukan shalat Dzuhur dan sebagai ganti dari shalat Jumat di masjid untuk daerah yang sudah dinyatakan zona merah virus Covid-19 sebaiknya kita perhatikan. Demikian pula imbauan dari para ahli kesehatan untuk melakukan pola hidup sehat, sering-sering cuci tangan dengan menggunakan sabun dan mengurangi mobilitas yang tak perlu juga harus diperhatikan.

Tidak hanya itu usaha menjaga imunitas diri juga harus dilakukan agar tidak mudah terdampak oleh virus Covid-19. Setelah ikhtiar-ikhtiar lahiriah dan batiniah itu kita lakukan dengan sungguh-sungguh, maka kita pasrahkan persoalan virus Covid-19 dan hasil dari ikhtiar-ikhtiar itu kepada Allah dengan meyakini bahwa apapun ketentuan Allah adalah yang terbaik.

Tawakal memang sangat penting disamping ikhtiar dan doa. Allah SWT mencintai orang-orang-orang yang senantiasa berserah diri kepada-Nya. Seperti kita ketahui dan mungkin sering kita alami bahwa tidak setiap yang kita usahakan atau mohonkan akan tercapai dengan segera sebagaimana kemauan kita. Allah-lah yang mengatur seluruh alam dengan segala permasalahannya.

Jadi memang ikhtiar, doa dan tawakal harus selalu ada dan kita lakukan secara serempak terkait dengan bagaimana kita harus menghadapi wabah virus Covid-19. Ikhtiar dan tawakal tidak saling bertentangan karena masing-masing berjalan di atas relnya sendiri. Ikhtiar berada dalam di wilayah lahiriah sedang tawakal di wilayah batiniah. Bisa saja orang yang sangat tinggi tawakalnya justru menempuh ikhtiar paling sungguh-sungguh dengan bersikap sangat hati-hati dalam menghadapi persoalan-persoalan seperti virus Covid-19.

Kebijakan, Cinta dan Do’a

Kesimpulannya kita harus bersikap tengah-tengah (tawasuth) dan seimbang (tawazun) dalam menghadapi wabah virus Corona (Covid-19) dengan melaksanakan trilogi: ikhtiar, doa dan tawakal. Bahkan kita juga harus bersikap toleran (tasamuh) ketika kita melihat di antara saudara-saudara kita melakukan cara yang berbeda dalam menghadapi virus Corona sepanjang cara-cara itu masih dalam kerangka trilogi di atas, serta ditopong oleh program dan kebijakan pemerintah.

Apapun kebijakan yang diitarapkan harus lahir dari cinta dan kepedulian kepada sesama. Karena kebijakan pemerintah yang lahir dari kepedulian kepada masyarakat, akan melahir keparcayaan, kepatuhan dan penghormatan dari masyarakat kepada pemerintah.

Begitu juga dalam pendekatan spritualitas bahwa pembentukan dan pemberlakuan kebijakan yang melindung dan menganyomi masyarakat adalah bentuk pertangguntajawaban pemimpin kepada Allah, sekaligus bentuk beridah sebagai hambah Allah atas amanah yang emban. Dari sini akan lahir cinta, patuh dan hormat masyarakat kepada pemimpinnya sebagai bentuk ibadah atas rahahmat Allah mengirim pemimpin yang adil dan bijaksana. Adalah yang pantas jika mayarakat mendoakan yang terbaik untuk pemimpinnya.

Semoga segera kita bisa kembali menjalani aktifitas seperti biasanya atau dengan menerapkan sistem kehidupan yang bersifat islami, intinya adalah dibutuhkannya kerjasama yang baik antar pemerintah dengan masyarakat dalam menjalankan program-program yang telah diterapkan dalam mencegah penyebaran virus Covid-19. Apabila keadaan sudah dapat dikatakan kembali membaik seperti semula, maka tentunya segala aktifitas masyarakat akan berjalan seperti biasanya baik di lingkungan perekonomian, kesehatan dan lain-lain. (Fatmawati Lopitasari)