Apakah Rezeki Kita Masih Kurang?

Agama, Ngaji1020 Views

BERBAGI News – Ketika rezeki seseorang cukup dan hidupnya sederhana, kehidupannya boleh dikata sangat tenang, sangat nyaman, dan sangat menyenangkan.

Bagaimana kita mengaku bahwa diri kita masih dalam keadaan kekurangan. Sementara pada saat yang sama, kita memiliki akal yang sehat yang andaikata ditukar dengan emas atau perak sebesar gunung, pasti enggan menerimanya.

Kita memeliki dua mata, yang sekiranya dibayar dengan permata sebesar gunung uhud, pasti kita tidak rela.

Kita mempunyai dua telinga, yang sekiranya diganti dengan mutiara sebesar sebuah pulau, pasti tak akan setuju.

Kita pun memiliki lisan yang sekiranya hendak ditukar dengan istana merah dan istana hijau, pasti tak akan kita jual.

Juga mempunyai dua tangan, yang sekiranya diganti dengan sebuah kerajaan, pasti kita akan menolak.

Dan dua kaki, yang sekiranya ditukar dengan intan berlian sebesar piramid, niscaya tak akan menyerahkannya.

Bahkan, setiap anggota badan dari anggota badan kita ini adalah harta milik yang sangat mahal dan tak ternilai harganya dan begitu juga di dalamnya ada kenikmatan yang luar biasa.

Apakah kita mau menjual akal yang sehat, sehingga kita menjadi tidak waras, kedua mata, supaya menjadi buta; kedua telinga supaya menjadi tuli, kedua tangan menjadi buntung, kedua kaki menjadi buntung, dan lisan, supaya bisu ?

Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nahl ayat ; 83.

“Mereka mengetahui nikmat Allah kemudian mengingkarinya.”

Ahli hikmah berkata; “Anda memiliki kekayaan yang lebih besar daripada kerajaan dunia, namun tidak pernah memuji-Nya. Anda mempunyai kekayaan emas dan perak yang banyak, namun tidak bersyukur kepada-Nya.

Barangsiapa yang Allah telah tanamkan dalam hatinya keimanan, keridhaan, ketenangan dan kedamaian, maka itu sudah cukup baginya, meskipun tidak mendapatkan emas dan permata dan hiasan dunia lainnya.

Baca Juga :  Berbagi Rezeki Kepada Kaum Yang Tak Memiliki

Salah seorang salaf berkata; “Barangsiapa qana’ah dengan roti gandum dan air, maka tak ada seorang pun yang dapat memperbudaknya.”

Manusia paling bahagia adalah yang memgambil dunia secukupnya, memberdayakan dunia yang diambilnya tersebut, dan menyalurkan jerih payahnya pada hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah.

Sebaliknya, yang mengejar obsesi dan ambisi diri, maka kesusahan dan kecemasànnya akan semakin besar.

Hatinya akan becabang di lembah-lembah dunia. Dia akan diuji dengan kesedihan dan rasa gundah, sehingga kehidupannya menjadi sempit dan hati menjadi gelap. Semakin letih badan mengejar ambisi, jiwa pun akan semakin terbelit.

Allah berfirman dalam Surah At-Takatsur ayat:1-2.

“Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, Sampai kalian masuk ke dalam kubur.”

Sampai kapan menumpuk-numpuk harta dan berlaku bakhil terhadapnya? Kita mengumpulkan sesuatu yang tidak kita makan; dan membangun sesuatu yang tidak kita huni; dan menyimpan sesuatu yang tidak nafkahkan.

Alangkah bijaksana dan adilnya Allah! Dia mengetahui kadar kemampuan setiap hamba.

Lalu Dia memberikan bagian kepadanya sesuai dengan kadarnya.

Suatu kebijaksaan yang sempurna, suatu kekuasaan yang mutlak terlaksana.

Wallahu a’lam bish shawab. Selamat membaca. Semoga bermanfaat. Terima kasih.