Noni Jembatan Ampenan (Bagian Dua Puluh)

BERBAGI News – Rabiyah belum bercerita apa pun. Sementara Cornelia ingin tahu cerita sore tadi.

“Inaq, temani saya di atas.”

Di dalam kamar, gadis itu merebahkan dirinya di atas permadani.

“Inaq.”

“Tiyang, Non.”

“Inaq sudah berikan?”

“Astaghfirullahal adzim.”

Cornelia terperanjat.

“Jadi inaq tidak sampaikan?”

“Sudah, Non. Inaq lupa bilang pada Non.”

“Apa katanya?”

Rabiyah tak segera menjawab, tapi ia tersenyum menggoda. Gadis itu tersipu.

“Non. Sepertinya…”

“Bagaimana, Inaq?”

“Sepertinya Non sedang jatuh cinta.”

Mata Cornelia terbelalak. “Sembarangan. Siapa jatuh cinta?” Cornelia mencubit perut Rabiyah, “Masak hanya karena berikan sesuatu dibilang jatuh cinta.”

“Non.”

“Iya, Inaq.”

“Salam Ahmad untuk Non Cornelia.”

Jantung gadis itu berdebar lagi. Sebuah salam untuknya. Hatinya berbunga.

“Inaq, siapa Ahmad itu?”

Kali ini Rabiyah tertawa. Tertawa yang menjengkelkan. “Belum kenal betul, tapi kenapa bisa jatuh cinta?”

Cornelia sangat gemas. Ia cubit lebih keras lagi perut Rabiyah sampai perempuan itu menjerit-jerit. Ia memang belum pernah cerita tentang peristiwa di kebun kelapa yang berlanjut dengan pertemuannya di ujung sore dengan pemuda itu, sehari sebelum ia berangkat ke Batavia.

“Ayahnya seorang ulama terkenal di Pulau Lombok. Ibunya wanita ningrat, keturunan raja-raja di Jawa.”

Cornelia mendengarkan penjelasan Rabiyah dengan penuh perhatian.

“Orang-orang mengenalnya, tapi tidak ada satu pun terlalu akrab dengannya. Ia tak pernah lama-lama berada di satu tempat. Kemunculannya sering tiba-tiba. Seperti tadi sore. Ia membawa sesuatu yang jarang-jarang dilihat orang,” lanjut Rabiyah.

Sore saat Cornelia masih berada di dalam kamar, orang-orang mengelilingi berugaq. Mereka takjub melihat karpet dengan motif-motif begitu indah. Sampai orang-orang merasa sayang mendudukinya. Tetapi Ahmad menaikkan beberapa anak ke atas berugaq.

Baca Juga :  Noni Jembatan Ampenan (Bagian Lima Belas)

“Anak-anak senang bermain di karpet itu. Tapi setelah pemuda itu pergi, Abah Karim menyuruh karpet digulung. Ada saya simpan. Kata abah, nanti digunakan kalau ada acara atau pertemuan. Abah besok akan membeli tikar untuk digelar di berugaq.”

“Apa lagi yang disampaikan Ahmad setelah Inaq menyerahkan bungkusan itu?”

Rabiyah menarik nafas. Ia kembali tersenyum menggoda, tapi belum juga menjawab.

“Inaq! Mau saya cubit lagi?”

“Ya, ya, Ahmad bilang…”

“Dia bilang apa?” Cornelia tak sabar.

“Dia akan kawin dengan Non.”

“Apa? Inaq bohong!” ia ulurkan lagi tangannya, tapi Rabiyah dengan cepat menghindar.

“Saya mengejarnya ketika ia sudah di jembatan, di sana saya berikan titipan Non. Dia hanya bilang sampaikan salam untuk Non Cornelia sambil tersenyum. Ganteng sekali dia, Non. Saya juga baru perhatikan. Coba inaqmu ini masih gadis seperti Non Cornelia, saya sudah kapong (peluk) dia.”

“Itu namanya belang.”

“Biar sudah dibilang belang. Yang penting dapat siduk mes (mencium habis-habisan) dia.”

“Enak aja!”

“Yaok (lho), kenapa non marah? Suami juga bukan.”

Malam itu Cornelia benar-benar dibuat gemas. Tetapi, ia merasa senang. Ada bahagia yang menyelinap dalam perasaannya ketika pemuda itu menjadi bahan obrolan hingga larut malam.

Rabiyah terus bercerita, termasuk peristiwa saat Graaf diserang kuda yang ditungganginya, dan kejadian beberapa hari lalu di Sungai Jangkok.

“Pantas saya ketemu Graaf di Batavia, ia pakai tongkat. Wajahnya babak belur.”

Tapi tak ada sahutan Rabiyah. Cornelia menggelitik telinga wanita itu. “Inaq. Inaq!”

Rabiyah telah terlelap. Dengkurnya terdengar sangat keras.

Tiba-tiba tercium wangi yang ia kenal menebar dalam ruangan. Ia berdiri, membuka jendela. Di luar cahaya cukup terang. Air Sungai Jangkok berkilau keemasan. Langit sedang berpurnama. Di tengah jembatan ia melihat seseorang, berdiri memandang ke bawah ke sungai yang mengalir tanpa riak.

Baca Juga :  Noni Jembatan Ampenan (Bagian Empat Puluh Empat)

“Dia, pasti dia,” gadis itu membathin.

Ia menuruni tangga dengan berjingkat-jingkat. Sampai di bawah ia menuju pintu depan. (Buyung Sutan Muhlis/Bersambung).