Mencari Keseimbangan

Agama, Ngaji753 Views

BANYAK yang mengàrtikan ibadah itu secara sempit, hanya sebatas ritual keagamaan, hubungan vertikal kepada Allah saja, dan melupakan hubungan sosial yang terkait lewat kehidupan kemasyarakatan.

Padahal Islam mengajarkan pemeluknya untuk senantiasa memperoleh fiddunnya hasanah wa fil akhirati hasanah, yakni kebaikan hidup di dunia dan di akhirat kelak.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagimu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS. Al-Qashash : 77).

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita tentang perlunya keseimbangan menjalani hidup, baik untuk urusan duniawi maupun ukhrawi.

Terkait dalam masalah ibadah, Islam memberikan dua pahala sekaligus seperti contoh diantaranya adalah; Ibadah shalat, selain menunaikan kewajiban dan berharap pahala akhirat, juga harus memberi pahala dunia yakni mengajarkan hidup bersih dan menanamkan disiplin waktu.

Ibadah puasa di bulan Ramadhan selain berharap rahmat, ampunan, dan surga-Nya, juga harus memberi manfaat secara langsung, yakni membentuk kepribadian unggul yang dapat mengendalikan hawa nafsu dan punya kepedulian sosial yang tinggi untuk sesama.

Dengan demikian, beragama yang benar, selain melaksanakan shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji, juga mempunyai rasa tanggung jawab sosial yang tinggi.

Karena itu, belum dikatakan sempurna keagamaan seseorang jika dia berkecukupan harta benda, namun berat berbagi untuk menyedekahkannya dan membantu saudaranya yang masih kekurangan secara ekonomi.

Dalam mengekspresikan keseimbangan tersebut, maka Islam sangat menekankan kewajaran, Islam tidak menyukai hal-hal yang berlebihan pada segala sesuatu.

Rasulullah SAW bersabda :
“Ingatlah, sesungguhnya aku ini tetap berpuasa dan berbuka, shalat malam dan tidur, dan aku juga menikah, Barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka ia tidak termasuk golongan ku.”(HR.Bukhari-Muslim).

Baca Juga :  Memaknai Hakikat Kemerdekaan

Apabila kita telah menjalankan agama secara seimbang, niscaya kita akan menjalani lalu lintas kehidupan ini, dapat dengan tenang, tenteram, damai, sejahtera dan bahagia di dunia maupun di akhirat.

Sehingga, tidak dijumpai lagi sebagian orang yang memaksakan kehendaknya, tetapi penuh hidupnya dengan toleransi yang tinggi maupun dalam kehidupanya sehari-hari baik berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Nashrum minallahi wa fathun qariib wa basysyiril mu’minin.

Wallahu a’lam bish shawab.