Korupsi Dalam Lingkaran Kekuasaan

Opini882 Views

Oleh: Abdul Ali Mutammima Amar Alhaq
Ketua Divisi Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Sosiologi Universitas Mataram 2020

BERBAGI News – Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkordia) pada Rabu 09 Desember 2020 berbarengan dengan diadakannya Pilkada serentak 2020. Namun peringatan Hari Anti Korupsi tahun ini terasa sedikit berbeda, bagaimana tidak? dalam kurun waktu dua pekan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) telah berhasil melakukan 4 kali OTT (Operasi Tangkap Tangan) terhadap terduga para pelaku korupsi. Diantaranya: (1) OTT pada Rabu 24 November 2020, terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan dugaan korupsi benih lobster; (2) OTT yang dilakukan KPK pada Jumat 27 November 2020, terhadap Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna dugaan menerima suap terkait perizinan pengembangan RS Kasih Bunda Cimahi; (3) kemudian OTT yang dilakukan KPK pada Kamis 3 November 2020, terhadap Bupati Banggai Laut Sulteng Wenny Bukamo dengan dugaan menerima suap untuk kepentingan kampanye Pilkada; (4) dan yang terakhir OTT yang dilakukan KPK pada Minggu 6 Desember 2020, terhadap para pejabat Kemensos dan Menteri Sosial sendiri Juliari Batubara dengan dugaan suap bansos.

Nietzsche seorang filosof Jerman memiliki pandangan, bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berkuasa. Ia berpendapat bahwa manusia dan alam semesta didorong oleh suatu kekuatan purba, yakni kehendak untuk berkuasa (the will to power). Seluruh realitas dan segala yang ada didalamnya, adalah ledakan sekaligus bentuk lain dari kehendak untuk berkuasa. Ia ada didalam kesadaran sekaligus ketidaksadaran manusia. Kehendak untuk berkuasa adalah dorongan yang mempengaruhi sekaligus membentuk apapun yang ada, sekaligus merupakan hasil dari semua proses realitas itu sendiri. Ia (Nietzsche) menyarankan bahwa yang perlu dilakukan setiap orang adalah mengenali dan menerima kehendak untuk berkuasa sebagai bagian dari dirinya. Jangan pernah menyangkal bahwa diri kita semua, lepas dari sebaik apa pribadi kita, memiliki kehendak untuk berkuasa atas orang lain dan atas alam semesta.

Baca Juga :  Pilkada dan Harapan Mahasiswa

Sungguh ironis menyaksikan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat akhir-akhir ini. Para pejabat seakan lupa diri, mereka disumpah dan diberi amanah untuk mampu mensejahterakan rakyat. Namun apa yang terjadi? disaat semua elemen masyarakat sedang berjuang melawan Covid-19, disaat sebagian masyarakat harus menerima kenyataan di PHK akibat Covid-19, para pejabat dengan tega memanfaatkan kondisi ini dengan mengeruk hak dan kepentingan rakyat demi napsu diri, kelompok dan keluarga keluarga, tak tanggung-tanggung bermilyaran uang rakyat mereka korupsikan.

Korupsi Adalah Candu
Soemardjan sebagaimana dikutip oleh Parwadi (2007: 58) menyatakan bahwa korupsi itu ibarat ‘pelacuran’. Siapapun yang terlibat, apakah pihak yang langsung melakukan korupsi atau penikmat, sama-sama mendapatkan bagian hasil korupsi. Lain halnya dengan Parwadi yang mengatakan korupsi tak ubahnya seperti ‘candu’ dan pelakunya seperti ‘pecandu’ pengguna obat-obatan terlarang, sekali korupsi mereka akan ketagihan untuk mengulanginya dan mengulanginya lagi.

Demikianlah yang terjadi saat ini, para pejabat dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya menikmati hasil dari korupsi tersebut. Para pejabat yang saat ini tersandung kasus korupsi nampaknya tak pernah belajar dari para koruptor yang sudah terlebih dahulu masuk jeruji besi.

Jack Blogne dalam teorinya “Gone” menyatakan bahwa seseorang melakukan korupsi karna beberapa sebab diantaranya: keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (need), dan pengungkapan (expose).

-Keserakahan (greed), rasa tidak puas (serakah) terhadap gaji,rezeki yang telah diterima dan miliki oleh para pejabat membuat keinginan mereka untuk memperkaya diri semakin tinggi dan kemudian mereka tega berbuat korupsi. Kesempatan.

-Kesempatan (opportunity), jabatan yang diemban yang seharusnya digunakan untuk kepentingan kemaslahatan rakyat justru digunakan sebagai kesempatan berbuat korupsi.

-Kebutuhan (need), semakin tingginya status sosial yang dimiliki para pejabat, membuat kebutuhan mereka semakin meningkat. Karna kebutuhan yang semakin tinggi inilah membuat para pejabat tak malu,tak ragu, dan tega berbuat korupsi.

Baca Juga :  Konsultasi Digital Di Era Pandemi Covid-19

-Pengungkapan (expose), berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oieh pelaku kecurangan apabila diketahui telah melakukan kecurangan. Dalam hal ini para pejabat yang melakukan korupsi sebenarnya telah mengetahui konsekuensi dari tindakan yang di perbuat, namun karna hasrat yang tinggi membuat para pejabat mengesampingkan itu dan barulah menyesali perbuatannya saat di lakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK.

Pengingat diri
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang telah dilakukan oleh KPK terhadap para pejabat selama kurun waktu 2 pekan belakangan ini, seyogyanya dijadikan warning (perhatian) khusus oleh para pejabat lainnya. Bukankah kelak jabatan dan perbuatan kita dimintai pertanggung jawaban oleh sang maha kuasa. Maka, para pejabat perlu menjadikan itu sebagai pembelajaran dan pengingat diri agar senantiasa bekerja secara hati-hati, bekerja semata-mata untuk kemaslahatan dan kebahagiaan rakyat.