Desa Terpencil, Guru Mengucil

Opini676 Views

Oleh: M Sukrendi
Mahasiswa Semester V Fakultas Hukum Universitas Samawa (FH-UNSA), Serta Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sumbawa

BERBAGI News – Begutulah kira-kira kata yang tepat untuk pendidikan di NTB, guru enggan atau mengucil dari daerah atau desa terpencil. Program Indonesia mengajar sepertinya tidak tersentuh untuk daerah terpencil di pulau sumbawa, daerah tersebut yaitu Desa Matemegar. Padahal anak-anak matemega punya hak yang sama seperti anak-anak lain di kota sumbawa.

Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 45 pasal 31: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Makna dari Pasal 31 UUD 1945 tersebut adalah setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa kecuali. Pada kenyataannya, dengan kondisi negara Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari ribuan pulau, mulai Sabang sampai Merauke, Indonesia dihadapkan dengan berbagai permasalahan pelayanan pendidikan bagi masyarakat.

Padahal pendidikan merupakan faktor utama dalam menentukan kemajuan sebuah bangsa. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, maka akan semakin baik sumber daya manusia yang ada, dan pada akhirnya akan semakin tinggi pula daya kreatifitas pemuda Indonesia dalam mengisi pembangunan sebuah bangsa. Namun di Indonesia, untuk mewujudkan pendidikan yang baik dan berkualitas sesuai dengan standar nasional saja masih sangat sulit.

Baca Juga :  Endra Syaifuddin Ahmad, SH.,MH: Mayat Dalam Jurang Batu Lanteh, Korban Penganiayaan atau Perampokan

Berbagai permasalahan seringkali menghambat peningkatkan mutu pendidikan nasional, khususnya di daerah tertinggal atau terpencil, yang pada akhirnya mewarnai perjalanan pendidikan di Indoensia. Di suatu daerah terpencil masih banyak dijumpai kondisi di mana anak-anak belum terlayani pendidikannya. Angka putus sekolah yang masih tinggi. Juga masalah kekurangan guru, walaupun pada sebagian daerah, khususnya daerah perkotaan persediaan guru berlebih. Sarana dan prasarana yang belum memadai. Itulah sederat fakta-fakta yang menghiasai wajah pendidikan kita di daerah terpencil.

Di desa Matemega, Kecamatan alas,kabupaten Sumbawa adalah salah satu contoh daerah tertinggal yang masih sangat kurang dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak. Di desa Matemega banyak ditemukan fakta-fakta kekurangan pelayanan pendidikan selama ini. Misalnya kekurangan guru, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, serta biaya operasional pendidikan yang sangat minim.

Terkait dengan masalah pemenuhan tenaga pendidik, pemerintah kita (melalui dinas pendidikan) sebenarnya secara khusus telah berusaha melakukan pemenuhan melalui penempatan guru-guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) baru yang ditempatkan di daerah tertinggal atau terpencil. Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru yang enggan mengajar di daerah terpencil dengan beragam alasan. salah satu faktor yang menyebabkan keengganan para guru untuk mengajar di daerah terpencil atau tertinggal adalah letak sekolah yang sulit dijangkau.

Pada umumnya guru yang mengajar di daerah terpencil tidak betah dikarenakan fasilitas yang tidak memadai. Selain jauh dari pusat keramaian, fasilitas tempat tinggal guru juga tidak dipenuhi oleh pemerintah.

Akibatnya banyak guru yang merasa tidak nyaman dan mengajukan pindah ke sekolah yang berada di perkotaan.Dengan adanya berbagai permasalahan penyelenggaran pendidikan di daerah tertinggal atau terpencil, seharusnya masalah pelayanan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Masyarakat luas, melalui berbagai organisasi kemasyarakatan, NGO, dan organisasi lainnya bisa ikut terlibat dalam membantu mengatasi berbagai kekurangan layanan pendidikan di daerah terpencil.

Baca Juga :  Rasional Dalam Menyikapi Pemilu 2024

Pada kenyataannya, pembanguan fisik sekolah-sekolah di wilayah perkotaan terus menjamur seiring dengan dikeluarkannya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) oleh pemerintah. Sayangnya perhatian pemerintah tentang pendidikan yang disalurkan lewat dana BOS tersebut tidak begitu nyata dirasakan dampaknya oleh masyarakat atau sekolah-sekolah di daerah pedalaman atau daerah terpencil seperti sekolah di Desa Matemega

Dana BOS yang dijanjikan oleh pemerintah membahana ke seluruh pelosok negeri, namun pada kenyataannya wujud fisik dari dana BOS tersebut tidak pada sekolah-sekolah di daerah terpencil. Hal ini terjadi biasanya disebabkan oleh masalah-masalah klasik seperti hambatan pada transportasi dan komunikasi. Masalah inilah yang sebenarnya sulit dihindari bila dibandingkan dengan masalah transportasi dan komunikasi, mengingat budaya korupsi masih menggerogoti mental bangsa Indonesia di berbagai bidang.

Masalah yang tidak kalah menyita perhatian dalam pendidikan terutama di daerah terpencil adalah masalah kualitas guru. Tuntutan mengajar seorang guru di daerah terpencil lebih berat bila dibandingkan tuntutan guru yang mengajar di daerah perkotaan. Hambatan ini dipicu oleh masalah minimnya sarana dan prasarana penunjang proses pembelajaran di daerah terpencil. Sehingga seringkali seorang guru di daerah terpencil memutar otak untuk memenuhi hal tersebut. Apalagi bobot materi yang harus diajarkan harus sesusai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Selain kurang diperhatikannya nasib guru di daerah terpencil, sistem perekrutan guru di daerah terpencil juga kurang baik. Biasanya guru yang terdapat di daerah terpencil bukanlah seseorang yang ahli di bidangnya. Seringkali guru di daerah pedalaman adalah seseorang dengan ilmu dan kemampuan mengajar yang seadanya. Hal ini biasanya disebabkan karena guru yang direkomendasikan untuk mengajar hanya lulusan sekolah menengah saja, sehingga proses pembelajaran tidak berjalan maksimum.

Baca Juga :  Hanya 63% Masyarakat Sumbawa Taat Protokol Kesehatan

Semoga dengan kepemimpinan sumbawa kedepan, bupati sumbawa yang baru dapat memenuhi hak mendasar akan pendidikan terhadan anak anak matemega dan daerah terpencil lainya di deluruh wilayah Kabupaten Sumbawa. Aamiin. (Sukrendi)