Menjaga Amanat Jabatan

Agama, Ngaji782 Views

MENJAGA AMANAT JABATAN

Oleh: H. ASWAN NASUTION

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.
(QS. Al- Anfal : 27)

PADA suatu hari Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah SAW :

Ya, Rasulullah, tidak dapatkah engkau memberikan jabatan sebagai wali (Gubernur) disalah satu wilayah…?

Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah SAW merangkul pundak Abu Dzar seraya menjawab :

“Wahai Abu Dzar, engkau adalah seorang yang lemah lembut, sedangkan jabatan yang engkau inginkan adalah suatu amanat yang akan menjadi penyebab penyesalan dan kehinaan diri seseorang di hari kiamat;

Kecuali bagi pemegang jabatan yang dapat menegakkan hak serta memenuhi tugas dan kewajibannya dengan baik”.
(Hadits Riwayat Muslim).

Dari hadits tersebut, dapat kita simpulkan bahwa jabatan, pangkat, dan kedudukan adalah amanat yang diberikan Allah SWT, kepada seseorang.

Selanjutnya akan diminta pertanggungjawaban atas semua pelaksanaan amanat tersebut di pengadilan Allah nanti di akhirat kelak.

Ternyata banyak orang yang menyesal setelah itu, atas jabatan dan kedudukan yang menjadi kebanggaannya selama di dunia ini.

Oleh karena, dia tidak dapat memenuhi tugas dan kewajibannya dengan baik, sesuai dengan apa yang telah diamanatkan Allah SWT kepada dirinya.

Terlebih lagi jika dengan jabatan dan kedudukan tersebut dia berani melanggar perintah dan larangan Allah SWT.

Ketahuilah bahwa kata-kata “amanat” sangat dekat dengan kata-kata “iman” dan “aman”, karena memang kata-kata tersebut berasal dari kata-kata “a-ma-na”.

Berarti seseorang yang dapat menjaga amanat atau amanah adalah buah daripada iman di dalam dada, dan diantara tanda orang yang beriman adalah menjaga amanat yang dipercayakan kepadanya.

Rasulullah SAW bersabda :
“Laa imaana liman laa amaanata lahu”. (Seorang itu tidaklah beriman jika tidak dapat menjaga amanat yang dipercayakan kepadanya).

Baca Juga :  Berqurban Sebagai Sarana Pendekatan Diri Kepada Allah SWT

Dewasa ini, kita lihat sekian banyak orang-orang yang mempunyai prestasi dan mendapatkan kedudukan.

Misalnya; sebagai direktur, manajer, kepala kantor, eksekutif, anggota legeslatif, pejabat yang lain sebagainya, semuanya itu adalah merupakan amanat yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.

Anehnya, banyak pula orang yang tertawa bangga dan berpesta pora karena mendapat jabatan dan kedudukan, atau promosi kenaikan pangkat dan jabatan tersebut.

Dia merasa itu semua berkat kehebatan dan prestasi dirinya, tetapi dia lupa bahwa itu juga merupakan amanat yang harus dapat dipertanggung jawabkannya baik kepada dirinya, masyarakat, maupun juga kepada Allah SWT.

Bagaimana sikap seorang Muslim ketika dia mendapat atau menerima amanat berupa kedudukan, jabatan dan pangkat tersebut ?

Seharusnya dapat berbuat dan beramal yang lebih banyak lagi, daripada sebelum mendapat jabatan, dan jangan sampai jabatan serta kedudukannya dapat menjauhkan dirinya dari Allah SWT.

Hendaknya ia harus lebih takut hanya kepada Allah, lebih dekat kepada rakyatnya, lebih terjamin kesejahteraan masyarakatnya, lebih cerdas dan maju pendidikan generasinya dan lain sebagainya.

Insya Allah kita akan menuju kepada “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”. ( Negara Yang Berkebajikan Diliputi Keampunan Ilahy).

Wallahu a’lam bish shawab

Nashrum minallahi wa fathun qariib wa basysyiril mukminin.