LSM Yayasan Tunas Alam Indonesia Soroti Pekerja Anak di NTB

Opini985 Views

Penulis: Muhammad Ali Sopian
Fakultas/Prodi : Ilmu Sosial dan Politik/Sosiologi, Universitas Mataram

BERBAGI News – Tunas Alam Indonesia (SANTAI) sangat prihatin dengan kondisi pekerja anak yang ada di NTB melihat banyaknya pekerja anak yang bekerja dengan jam waktu kerja dan secara terus-menerus, sehingga terbengkailainnya masa-masa dimana anak harusnya sedang produktif untuk belajar dan bermain Bersama teman-temananya yang lain, akan tetapi harus melakukan pekerjaan yang tidak seharusnya dilakukan. Pemahaman tokoh masyrakat, tokoh agama, dan orang tua masih sangat kurang melihat jumlah anak yang masih bekerja sebagai petani tembakau.

Informasi mengenai kondisi pekerja anak di Indonesia, khususnya di sektor tembakau, sangat terbatas. Kondisi menyebabkan semakin banyaknya pekerja anak tanpa diketahui oleh pemerintah dan Lembaga perlindungan anak. Publikasi ini berupaya untuk memotret kondisi dan memahami akar penyebab keberadaan pekerja anak di dua kabupaten penghasil tembakau terbesar di Indonesia–Jember dan Lombok Timur. Tingginya prevalensi pekerja anak dalam usaha perkebunan tembakau rakyat. Sebagian besar pekerja anak terpapar pekerjaan berbahaya, dengan hanya sebagian kecil yang menggunakan peralatan pelindung. Sebagian besar anak-anak ini masih terdaftar di sekolah, walaupun proporsi anak yang putus sekolah cenderung lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua. Kendati demikian, pekerja anak di perkebunan tembakau merupakan fenomena musiman, dan ia mencapai puncaknya selama musim panen. Di kutip dari The SMERU Research Institute.

Jumlah pekerja anak di Indonesia mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2017 terdapat 1,2 juta pekerja anak di Indonesia dan meningkat 0,4 juta atau menjadi sekitar 1,6 juta pada 2019.

Menaker Ida menegaskan bahwa Indonesia memiliki komitmen besar dalam menghapus pekerja anak. Wujud komitmen tersebut ditandai dengan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999, serta memasukkan substansi teknis yang ada dalam Konvensi ILO tersebut dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.

Baca Juga :  Prahara Omnibuslaw di Tengah Masyarakat

Menaker Ida menyatakan bahwa pada kenyataannya tidak semua anak Indonesia mempunyai kesempatan untuk memperoleh hak-hak mereka secara penuh, serta menikmati kesempatan kebutuhan mereka khas sebagai anak, terutama anak-anak yang terlahir dari keluarga miskin atau rumah tangga sangat miskin.

Data Profil Anak Indonesia tahun 2019 yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebutkan jumlah kasus pekerja anak di NTB mencapai angka sebesar 11 persen. Sehingga menjadikan NTB masuk 10 besar provinsi dengan jumlah kasus pekerja anak tertinggi di atas rata-rata nasional.

Provinsi Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan kasus tertinggi yakni sekitar 16,76 persen. Diikuti kemudian Sulawesi Tenggara 15,28 persen, Papua 14,46 persen dan NTT 13,33 persen. Selanjutnya ada Provinsi Sumatera Utara 13,38 persen, Sulawesi Tengah 12,74 persen dan Sulawesi Selatan 12,45 persen.

Salah satu contoh desa yang menjadi salah satu penyumbang pekerja anak yaitu Desa Pandan wangi yang pernah dilakukan pendampingan oleh LSM Yayasan Tunas Alam NTB (Santai NTB). Yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan dan anak. Dan berdasarkan yang telah ditemukan oleh oleh para kader atau tutor Desa Pandan wangi adalah Desa yang sebagian besar masyarakatnya mempunyai mata pencaharian sebagai tani bahkan buruh tani. Dengan latar belakang yang demikian, dapat memungkinkan keterlibatan anak pada pekerjaan atau aktivitas tani yang tanpa sadar dapat membahayakan anak, baik berbahaya pada argokimia, pisiko social, biologi dan bahaya-bahaya lain sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi stunting, kurangnya kecerdasan berfikir bahkan anak menjadi lemah mental dan sosial. Mengingat dari bahaya-bahaya tersebut menjadi tugas bersama baik dari orang tua, pemerintah desa, dinas pertanian,dinas kesehatan, dinas social bahkan dinas perlindungan anak dan perempuan.

Baca Juga :  Butuh Biaya Lumayan Besar Untuk Bebaskan Kampung Dari Sampah

Berangkat dari sinilah, perlu ada pemerhati untuk menanggulangi kasus-kasus sosial terkhusus di Desa Pandan Wangi untuk berkontribusi menjawab problema-problema yang dihadapi masyarakat Desa, baik berkontribusi dengan ide-ide/konsep, materi dan moril.

Namun pada akhir tahun 2019 pemerhati pada keterlibatan anak dalam kegiatan pertanian mengusulkan konsep bagaimana mengurangi pada kegiatan tersebut, sehinga bisa kerjasama dengan salah satu Yayasan yaitu Yayasan Tunas Alam NTB (Santai NTB). Kerjasama tersebut bisa terealisasi pada awal tahun 2020 dengan langkah-langkah kongkrit yaitu dengan banyak melakukan diskusi-diskusi bersama Kepala Desa, Para Kadus, Tokoh Masyarakat, tokoh Pemuda dan kepala dinas perlindungan anak dan perempuan.

Dengan terealisanya tersebut maka terbentuklah forum Anak (FA), Kampung ramah anak, GTDLA dan sarana  sebagai tempat belajar anak (PKM).

Terealiasainya langkah – langkah tersebut mempunyai hambatan-hambatan, seperti kurangnya pengetahuan orang tua anak tentang bahaya-bahaya yang akan menimpa anak, kurangnya kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak, banyaknya kebutuhan orang tua, income orang tua masih minim, masih kurangnya sarana dan prasarana untuk mengurangi ketergantungan anak terhadap kegiatan pertanian dan terlalu jauhnya jarak antara dusun  dengan Pusat Kegiatan Masyarakat (PKM) yang telah di fasilitasi.

Dari semua latar belakang yang ada, maka penulis perlu membatasi pembahasaan untuk berkosentrasi untuk membahas dimana para kader dan tutor melakukan kegiatan serta menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi.

Berangkat dari masalah-masalah yang dihadapi di Desa Pandan Wangi, maka perlu mengidentifikasikan masalah-masalah di desa Pandan Wangi, sebagai Berikut:

  1. Implementasi strategi penanggulangan pekerja anak pada sector pertanian.
  2. Hambatan-hambatan dalam implementasi penanggulangan pekerja anak pada sector pertanian.
  3. Implikasi implementasi strategi penanggulangan pekerja anak

Koreksi bagi pemerintah.

a. Hendaknya pemerintah dapat memberikan dukungan kepada kader dan tutor baik dengan menfasilitasi tempat bermain anak guna memberikan kenyamanan kepada mereka.
b. Memberikan motivasi kepada tutor dan kader dengan memfasilitasi biaya oprasional mereka.
c. Mengevaluasi apa yang menjadi kebutuhan di Pusat Kegiatan Masyarakat (PKM) dan apa yang menjadi kebutuhan anak penerim;sa manfaat

Baca Juga :  Ironi Kehidupan Masyarakat Urban

Memberikan peminjaman modal kepada orang tua anak untuk mengurangi keterlibatan pekerjaan yang berbahaya bagi anak di sector pertanian.

Implementasi (praktik) bersama SANTAI NTB terus berlanjut guna mengidentifikasi masalah-asalah yang ada selanjutnya berkoordinasi bersama untuk memberikan solusi untuk mengurangi keikutsertaan anak dalam pekerjaan tani. Dengan cara demikian maka terbentuklah awiq-awiq (perdes) desa Pandan Wangi yaitu melakukan pembelasan ketika  anak kawin di bawah umur 18 tahun. Sehingga diprlukan peran pemerintah dan bekerja sama dengan Lembaga-lembaga yang sejenis atau stackholders, sehingga mampu menurunkan angka pekerja anak di NTB.

Ini merupakan Langkah yang positif dan agresif dalam menurunkan angka pekerja anak di NTB dengan adanya pendampingan secara penuh dengan jangka waktu yang Panjang serta fasilitas yang memadai pasti akan mendapatkan output yang memuasakan, karena dengan berkelanjutan program ini semua pihak akan mendapatkan dampaknya pekerja anak berkurang masyrakat terbantu, dan berkurangnya resiko-resiko lainnya khususnya di pemberdayaan anak.