Penghianatan Terhadap UUPA 1960, Akar Problemtika Agraria Yang Belum Tuntas

Opini764 Views

BERBAGI News – Sebagai negara agraris Indonesia memiliki potensi sumber daya keagrariaan yang sangat melimpah. Melimpah Sumber kehutananya, melimpah sumber kelautannya, melimpah Sumber Pertambanganya dan sumber ke agrarian lainya. Tentunya kondisi  ini merupakan sesuatu yang sangat potensial ketika dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Dimaanfaatkan maksudnya adalah diberdayakan oleh masyarakat Indonesia sendiri secara merdeka dan berdaulat. merdeka dan berdaulat mengandung makna bahwa sektor keagrariaan dikelolah oleh rakyat dengan arif dan bijaksana dengan harapan sesuai  UUD NRI 1945 Pasal 33 (3) Joncto Pasal 2 (1) Pengaturan Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang berbunyi: Bahwa bumi, dan air, dan ruang angkasa termasuk kekayan alam yang terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat. Artinya bahwa negara sebagai organisasi tertingi atas rakyat indonesia melalui kewenangan diberikan secara atribitif kepada Lembaga Tinggi negara harus mampu mengatur dan menyelenggarakan, peruntukan, penggunaan,  dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa dengan tujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan Rakyat Indonesia. Justru sebaliknya apabila potensi keagrariaan ini tidak diberdayakan dengan baik maka  konsekwensi logis yang akan dihadapkan adalah Indonesia akan kehilangan momentum besar  dalam mengelolah dan memanfaatkan potensi keagrariaan yang ada sebagai penyanggah kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Perjuangan para The Founding Fathers bangsa indonesia untuk keluar dari berbagai belenggu kebijakan Kolonialisme Imperialisme dengan susah-payah  bahkan mempertaruhkan nyawa sekalipun, mereka sangat berani menentang kebijakan- kebijakan yang mencekik rakyat Indonesia Seperti misalnya kebijakan Agraris Wet atau hukum pertanahan kolonial yang dikenal sebagai kebijakan yang mencekik rakyat indonesia, salah satu kebijakan yang di memuat didalamnya  yaitu kebijakan terkait Domein Verklering. Domein Verklering adalah Ketentuan bagi masyarakat indonesia yang apabila kepemilikan tanahnya tidak dapat dibuktikan secara Yuridis Maka Tanah tersebut secara otomatis menjadi Tanah milik negara.

Kemerdekaan Indonesia 17 agustus 1945 adalah momentum membentuk segala instrumen perlengkapan negara sehingga melalui sidang PPKI tanggal 18 agustus 1945 melahirkan konsensus besar yakni Menetapkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara. Seiring dibentuknya Dasar ideologi negara dan Konstitusi negara, bangsa indonesia mulai menginisiasi hingga memprakarsai Terbentuknya Regulasi-regulasi terkait tata pemerintahan Salah satunya adalah memprakarsai pembentukan Peraturan Parundang-Undangan pertanahan Atau yang dikenal dengan istilah UUPA.

Baca Juga :  Lomba Debat 4 Pilar Kebangsaan Digelar BEM FH Universitas Samawa

Perjalanan Menuju UUPA sangatlah Panjang  dan cukup alot .  DiMulai dari pembentukan Panitia yogyakarta, panitia Jakarta, panitia soenarjo, Panitia Soewahyo, hingga di selesaikan oleh Panitia Sadjarwo Pada Tahun 1960 yang di Sahkan Pada tanggal 24 September yang sekarang ditetapkan melalui kebijakan perintah sebagai Hari tani Nasional.

Prof. Budi Harsono menyampaikan bahwa Undang-Undang Pengaturan Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih familiar dikenal dengan Istilah UUPA merupakan Konstitusi agraria. Konstitusi agraria Yang dimaksud adalah UUPA sebagai dasar atau rujukan dalam setiap pembentukan perundang-undangan sektoral di Indonesia, misalnya undang-undang Kehutanan, Pertambangan, kelautan lingkungan hidup, penanaman modal dan undang-undang lainya harus meletakkan nilai nilai dasar yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu nilai keadilan, nilai persamaan/kesederajatan, nilai kemanusiaan, nilai kejujuran, nilai kebersamaan dan nilai sosial kegotong-royongan.

UUPA Hadir membawa harapan baru bagi kehidupan rakyat Indonesia terutama petani. Dimana sebelumnya petani sangat tekekang dengan kebijakan Imperialisme dan Kolonialisme pemerintah hindia belanda.  UUPA membawa perubahan drastis terhadap kebijakan pertanahan di Indonesia yang mana sebelumnya banyak sekali kebijakan-kebijakan yang terdapat dalam Agraris Wet yang sangat mencekik Petani seperti misalnya Kebijakan Domein Verklearing (Hak Negara Memiliki Tanah), Kemudian Pluralisme Hukum Pertanahan yang sering sekali menimbulkan ketidakpastian hukum, Dominasi golongan eropa yang mengulat, Mengakarnya para takur tanah, Serta Penghisapan sistem Peodalisme atas tanah. Setelah diberlakukanya UUPA semua kebijakan yang terdapat dalam agraris wet dinyatakan tidak berlaku lagi di Indonesia.

Pasca beralihnya pemerintahan dari era Orde lama menuju Orde Baru kebijakan agraria tidah diterapkan secara konsekuwen oleh pemerintahan selanjutnya justru yang terjadi adalah pada tahun  1970 melalui kebijakan presiden Soeharto Undang-Undang Nomor 21 tahun 1964 Tentang Undang Undang Landreform dihapus dengan alasan bahwa Pengadilan Agraria berafiliasi pada Kepentingan Komunis.

Baca Juga :  Korupsi Dalam Lingkaran Kekuasaan

Kemudian di tahun 1967, ditahun yang sama Presiden Soeharto mengeluarkan dua regulasi baru yang saling berkaitan yaitu Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Petambangan. Pada substansinya eksistensi kedua undang-undang ini sangat berpihak kepada kepentingan Asing  (Kapitalis) di bidang investasi khususnya dibidang Pertambangan. Undang-Undang inilah menjadi cikal bakal Pertambangan-Pertambangan besar di Indonesia Seperti Neuwmont Nusa Tenggara NNT Di Sumbawa NTB dan Preport di Papua. Selain dari pada itu substansi dari Undang-Undang nomor 11 tahun 1967 Pasal 8 yang menjelaskan bahwa perjanjian yang digunakan dalam perjanjian pertambangan adalah perjanjian kontrak karya. Perjanjian kontrak karya menegasikan bahwa kedudukan hukum bangsa indonesia dengan Investor adalah Sejajar sehingga hukum yang berlaku antara kedua belah pihak adalah hukum privat bukan hukum publik sehingga pemerintah indonesia tidak mampu menekan Investor tersebut (Tunduk Pada Kontrak Karya).

Indonesia pasca reformasi adalah indonesia yang hidup dengan kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya, tentunya kondisi ini patut di sikapi secara bijak bahwa inilah bagian dari dinamika ketatanegaraan suatu bangsa khususnya bangsa Indonesia sebagai negara yang besar. Indonesia Pasca reformasi memiliki semangat menuntaskan KKN, Penegakan HAM dan Supremasi Hukum  di Indonesia. Dihadapkan pada kondisi ini, Semangat UUPA diharapkan  menjiwai setiap perumusan perumusan undang-undang sektoral akan tetapi dalam pelaksanaanya sangat jauh dari harapan justru yang terjadi malah mengabaikan prinsif prinsif dalam UUPA, Seperti misalnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang memberikan ruang bagi dunia investasi dengan jumlah areal hutan yang sangat luar tanpa memperhatikan prinsif Lestari dan berkesinambungan. Begitu juga dalam undang-undang nomor 5 tahun 2007 tentang Penanaman modal yang memberikan hak kepada pemegang HGU untuk diperbaharui jangka waktu sewanya untuk diperpanjang padahal dalam UUPA tidak dapat diperbaharui tetapi hanya bisa di perpanjang.

Baca Juga :  Eksistensi Pengobatan Mertuq Pada Suku Sasak

Kemudian Akhir-Akhir ini lahir lagi Undang-Undang Baru yaitu Undang-Undang Cipta Kerja Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020. Undang-Undang ini lebih dahsyat lagi karena dalam sejarah pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia UUCK adalah Peraturan Perundang-Undangan Raksasa yang dibuat dengan waktu yang sangat singkat dan melampaui dari kaidah Formil pembentukan Perundang-undangan di Indonesia, mengingat Undang-Undang sektoral yang akan dimuat didalamnya terdapat sekitar Puluhan undang undang.

Kemudian selain dari pada itu ada RUU yang sudah puluhan tahun yang sudah lengkap drafnya tapi belum dibahas sampai sekarang misalnya RUU Masyarakat Hukum Adat.

Tentunya dengan sikap pemerintah yang  terburu  buru menimbulkan pertanyaan dibenak publik sehingga ini bisa menimbulkan prduga rakyat terhadap pemerintah bahwa ada konspirasi apa pemerintah bersama Para Pemodal. Karena UUCK menitik beratkan undang-undang ini sebagai akses bagi investor  yang akan investasi di Indonesia.

Perlu di sadari bahwa pelaksanaan sistem Keagrariaan Di Indonesia melenceng dari UUPA. Bahkan Penulis mengatakan bahwa telah terjadi penghianatan terhadap UUPA sehingga ini yang menyebabkan akar permasalahan keagrariaan di Indonesia belum Tuntas bahkan jauh dari kata Tuntas.

Sehingga Langkah konkrit yang harus dilakukan adalah sebagai warga negara yang baik marilah kita kembalikan pengelolaan sektor keagrariaan kita berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Sebagai Kosnstusi Agraria Di Indonesia, Yang Lahir berdasarkan Volgeist (Jiwa Bangsa) Indonesia yang bersumber dari Hukum adat. (red)

Penulis : M. Panji Prabu Dharma S.H., M.H