Jabatan Itu Adalah Musibah

Religi1900 Views

Oleh: Aswan Nasution
(Wakil Ketua PW Al Jam’iyatul Washliyah Prov. Nusa Tenggara Barat)

Dalam suatu riwayat mengkisahkan bahwa sepanjang perjalanan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT memperlihatkan sebagian kecil tanda-tanda kebesaran-Nya dan itu merupakan tamsil, contoh dan perjalanan bagi kita yang hidup di zaman sekarang ini.

Salah satu diantara pemandangan yang diperlihatkan Allah kepada Nabi Muhmmad SAW. adalah ;

“Menjumpai orang yang memikul kayu. Bebannya tampak sudah berat, akan tetapi, beban yang sudah membuat jalannya terseok-seok itu makin ditambah, makin berat makin ditambah, begitu seterusnya.

Sehingga Nabi SAW merasa heran dan bertanya: Ya Jibril apalagi ini? Jawab malaikat Jibril, Ya Muhammad, itulah gambaran umatmu yang dipercaya untuk memikul amanat, tetapi sebelum amanat itu diselesaikan dia sudah menerima amanat yang lain.

Akhirnya bertumpuk-tumpuk dipundaknya. Dia beri jabatan dan tak mampu menunaikan, namun ketika dikasih lagi ia mau, diberi lagi dia terima dan seterusnya.

Demikian banyak jabatan yang dirangkap, di sana-sini tapi tak satupun kegiatan program kerjanya yang berhasil dengan tuntas dilaksanakan.

Mari kita dengarkan bersama orang bijak berkata: *_”Manusia punya ambisi dan emosi, Jika orang lain memiliki sesuatu, kita ingin. Jika orang lain mampu kita juga berkehendak, itu wajar manusia pasti punya ambisi.

Tetapi emosi dan ambisi yang membludak tanpa dinetralisir akan menimbulkan psikosimatis, dimana orang disiksa oleh perasaannya sendiri.

Terkait dengan hal tersebut di atas, bahwa jabatan dengan semua variannya, merupakan amanah yang harus dijaga dan dilaksanakan sesuai dengan aturan dan petunjuk.

Hal ini di nukilkan oleh Rasulullah SAW, melalui sabdanya. *_Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin pasti diminta pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpin”.(HR. Muslim).

Baca Juga :  Sabar dan Syukur adalah Resep Hidup Bahagia

Sungguh peringatan tegas dari Rasulullah SAW, namun acapkali hanya dipedomani sebatas kata, namun terlalu amat jauh dari realita.

Jabatan apa pun namanya apakah sebagai kepala negara, kepala daerah, kepala rumah tangga, kepala perusahaan, pemimpin umat, pemimpin sebuah organisasi dan lain sebagainya.

Jabatan merupakan tanggung jawab, baik horizontal (keduniaan) maupun vertikal (keakhiratan).

Dilihat pada sisi ini, jabatan dapat menjadi nikmat, akan tetapi juga dapat menjadi laknat dan musibah besar bagi seseorang.

Bagaimana Rasulullah SAW memikul amanah sebagai Rasul dan khalifah dengan amanah yang agung.

Hal ini dapat dilihat dari ketauladanan aspek kepribadian yang santun dan ber-akhlak mulia, tawadhu’ dalam sikap, ‘abid yang ihklas dalam munajat.

Mendahulukan kepentingan Ummat ketimbang diri dan golongan, serta perkawanan, memutuskan dengan kata bijak tanpa menyakiti perasaan, dan sejuta contoh lainnya yang dijadikan acuan sebagai seorang pemimpin.

Jabatan yang mengacu pada demensi di atas, mengantarkan jabatan sebagai media komunikasi secara vertikal dan horizontal munajatnya akan di dengar Allah SWT, kata dan perbuatannya akan menjadi acuan pada bawahan (anggotanya).

Olah kepemimpinannya menjadi rahmat bagi seluruh anggota yang dipimpinnya.

Adapun orang yang menganggap jabatan itu musibah adalah lebih terkait dengan besarnya tanggung jawab yang melekat pada jabatan tersebut.

Pemimpin atau pejabat yang amanah gaya hidupnya tidak berubah, justru timbul rasa takut dan hati-hati dalam menjalankan kepemimpinannya, baginya jabatan itu adalah “Musibah”

Nashrum minallahi wa fathun qariib wa basysyiril mukminin

Wallahu a’lam bish shawab