Bahaya Lisan Lebih Kejam Daripada Pembunuhan

Religi1003 Views

Oleh: Aswan Nasution

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Al Jam’iyatul Washliyah Provinsi Nusa Tenggara Barat)

“Keimanan seseorang tidak dapat lurus, kecuali jika hatinya lurus. Dan hati seseorang tidak dapat lurus kecuali jika lisannya lurus.” (HR. Ahmad).

Lisan merupakan cerminan hati. Lewat lisannya kita bisa menilai bersih tidaknya hati seseorang.

Dari lisannya pula bisa diketahui motivasi atau niatnya. Dan dengan perantaraan lisan bisa diukur kuat lemahnya iman seseorang.

Sebagai salah satu alat indera, lisan mempunyai gerakan yang fleksible.

Ia mampu bergerak ke segala arah, dapat dilipat, bia dijulurkan.

Selain itu ia pun memiliki fungsi ganda, sebagai alat bicara dan alat pengecap rasa.

Lidah itu tak bertulang, karena fleksiblelitasnya muncul kata-kata yang bertentangan dengan hati.

Hal ini terjadi karena lemahnya kekuatan iman. Iman yang ada di dadanya tak sanggup menjaga serta memandu lisannya.

Dan jika iman lemah, hilanglah kekompakkan antara hati dengan lisan.

Bahaya besar akan datang, apabila hati sudah tak sejalan dengan lisan.

Lisan yang tidak dikendalikan iman akan menyeret ke jurang kenistaan.

Ia mengantarkan seseorang kepada gerbang kemunafikan.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tanda-tanda munafik itu ada tiga, jika berkata-kata dusta, apabila berjanji ia ingkar dan manakala diberi amanat ia khianat.” (HR. Bukhari Muslim).

Selain itu, bila lisan yang telah dikuasai nafsu merupakan ancaman bagi jiwanya.

Orang yang tidak hati-hati berbicara, perkataanya dapat melukai orang lain.

Kesalahan lisan akan menghunjam ke lubuk hati dan mampu menebarkan permusuhan.

Ahli hikmah berkata: “Kaki tersandung sakit rasanya. Lisan terlanjur nyawa taruhannya”.

Maka demi kecemerlangan iman, lisan harus dipelihara. Setiap ucapan harus diperiksa, dipertimbangkan akibat baik buruknya.

Baca Juga :  Perubahan Untuk Mencapai Kehidupan Berkemajuan

Lisan jangan sampai menjadi penyebab menempelnya debu-debu kemaksiatan.

Lisan tidak boleh menjadi penganjur kebohongan, penyelewengan atau perilaku tercela lainnya.

Islam tidak sempit. Komunikasi adalah kebutuhan manusia.

Hanya Islam mengajarkan umatnya agar selektif dalam bicara.

Islam sangat menekankan asas pemanfaatan waktu.

Waktu (kesempatan) yang tersedia mesti diisi dengan peningkatan amal shaleh.

Dan kita dianjurkan menjahui perbuatan (pembicaraan) yang tak ada gunanya.

*_”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada guna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat.” (QS. Al Mukminun; 1-4).

Wallahu a’lam bish shawab