Memiliki Jiwa Kedermawanan

Religi657 Views

Oleh: Aswan Nasution

ISLAM sebagai agama sangat menekankan umatnya untuk melakukan amal yang berguna bagi sesamanya, bahkan dijadikan ukuran tentang model manusia terbaik.

Nabi Muhammad SAW mengatakan: “Sebaik-baik manusia adalah yang lebih bermanfaat bagi manusia lainnya”. (HR. Muslim).

Penekanan model manusia terbaik dalam Islam itu sangat realistis dan objektif.

Bukan hanya golongan tertentu yang sudah pintar, kaya atau kuasa, melainkan siapa saja yang membuat karya-karya yang mampu memberikan faedah bagi diri dan umat secara seimbang, antara kepentingan dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Ditandaskan dalam Al Qur’an: “Kekayaan dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Namun karya amaliah yang baik yang kekal lebih bagus pahalanya di sisi Allah serta suatu pengharapan yang diandalkan”. (QS. Al Kahfi: 46)

Amal yang baik dan kekal di jelaskan oleh Nabi sebagai teman yang sebenarnya, teman yang dapat memberi bantuan di mana dan kapan saja, di dunia ini dan di akhirat nanti.

Diriwayatkan dalam satu hadits yang sahih. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Apabila seseorang mati diberangkatkan mayatnya ke kubur dengan temani tiga teman, keluarganya, hartanya, dan amalnya, keluarga dan hartanya kembali pulang. Yang tinggal hanyalah amal usahanya”. (HR. Bukhori Muslim).

Di antara amal usaha yang bergulir terus menemani orang yang sudah meninggal dunia, disebutkan oleh Nabi SAW ada tujuh perkara.

Yaitu: Ilmu pengetahuan yang diajarkannya dan dikembangkannya, anak yang berbuat baik kepada ibu bapak yang meninggalkannya, mushaf Al Qur’an yang diwariskan kepada keturunannya, bangunan masjid yang telah dibangunnya, bangunan rumah untuk orang terlantar dan musafir yang telah diusahakannya, membina pengajian yang terus dialirkannya, memberikan sedekah dari harta yang diperoleh semasa hidupnya. Ketujuh perkara itu manfaat pahala amalnya akan tetap menghubungi seseorang setelah meninggal dunia”. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).

Kebajikan-kebajikan ini secara luas, biasa nilai-nilainya masih hidup di tengah-tengah masyarakat.

Baca Juga :  Perpaduan Pikir dan Dzikir

Sehubungan dengan kondisi bangsa kita terakhir ini yang sedang mengalami ujian dan cobaan beruntun berupa mewabahnya covid-19, gempa, tanah longsor, banjir, kecelakaan transportasi, dan lain-lainnya.

Rasanya kita masing-masing perlu menyadari kekurangan kita dengan introspeksi mendalam tentang amanat-amanat yang kita ambil dan selanjutnya berikhtiar menggerakkan masyarakat memenuhi kewajiban-kewajiban sosial.

Umat Islam sudah saatnya menjadi pelopor dan sebagai garda terdepan untuk memberikan pertolongan, terutama melalui gerakkan infak dan shodaqoh.

Umat Islam jangan berdiam diri meskipun mereka sendiri belum termasuk golongan mampu dan berlebih secara materi.

“Bukankah infak dan shodaqoh itu tetap harus dialirkan dalam keadaan susah maupun senang?”

Wallahu a’lam bish shawab.