Puasa Membentuk Karakter Sosial

Religi832 Views
Oleh : ASWAN NASUTION

BANYAK orang “jatuh” dalam hidup ini bukan karena kurang ilmu pengetahuan tapi karena tidak sanggup mengendalikan hawa nafsu yang tak mengenal kepuasan dan batas-batas kewajaran.

Penyimpangan sikap dan sifat pribadi yang bersumber dari kegagalan mengendalikan hawa nafsu menyebabkan disorientasi hidup muslim sehingga eksistensinya tidak lagi menjadi rahmat bagi sesama manusia.

Peranan puasa membentuk kepekaan sosial, mengingatkan pada sejarah hidup Nabi Yusuf As. yang beberapa lama memegang pimpinan pemerintah di Mesir sebagai Perdana Menteri.

Nabi Yusuf As. ditengah kehidupan istana yang serba lengkap dan mewah sepanjang tahun melakukan puasa (sunnat) dengan sistem selang seling satu hari.

Ketika ditanya kepadanya, apa maksud puasa terus menerus itu? Dijawab oleh Nabi Yusuf : “Agar aku tidak lupa dengan nasib orang-orang yang lapar.”

Pengalaman berpuasa sangat tepat dijadikan latihan menumbuhkan perasaan solider dan kepekaan sosial terhadap penderitaan sesama manusia yang hidup serba kekurangan sepanjang hari memperoleh rezeki dibawah standar keperluan.

Pada sebagian mereka lapar dan terik matahari bagaikan teman sepanjang waktu, dan mungkin hanya bisa bersuara lantang “langitku rumahku” sedang di sekitarnya orang berlomba mengusai lahan dan bangunan.

Puasa ritual harus diikuti puasa sosial, ini terapi agama terhadap berbagai sikap dan gaya hidup asosial, tidak menenggang lingkungan, tidak peduli kesulitan orang lain, boros dan berlebih-lebihan dalam segala hal yang dalam agama disebut isrof.

Amat halus tapi tajam sindiran Rasulullah SAW yang menyebutkan dalam salah satu haditsnya :
“Orang mukmin makan dengan (jatah) satu perut, tetapi orang munafik makan dengan (jatah) tujuh perut”.

Pada masanya nanti ketika menjelang Idul Fithri 1 Syawal Umat Islam diwajibkan memberi zakat fitrah kepada fakir dan miskin.

Baca Juga :  Sabar dan Syukur adalah Resep Hidup Bahagia

Nabi Muhammad SAW. berpesan; “Lindungi mereka (fakir dan miskin) di hari mulia ini agar tidak berkeliling menadahkan tangan.”

Tentu saja inti dari menunaikan zakat fitrah dalam agama ini tidak sekedar gambaran proses memberi dan menerima (take and give) antara orang yang atau keluarga yang mampu terhadap orang atau keluarga tidak mampu.

Tetapi justru yang dituju oleh Islam adalah spirit (semangat) kesadaran
dan tanggung jawab sosial yang mesti dimiliki umatnya.

Setelah mendekatkan diri kepada Allah Umat Islam diperintahkan memberi perhatian dan perlindungan kepada sesama manusia dalam bentuk materil dan immateril.

Dengan demikian, maka perpaduan antara saleh ritual dan saleh sosial merupakan sisi terindah terdapat hikmah dan makna yang terkandung di dalam puasa Ramadhan itu sendiri.

Wallahu A’lam Bish Shawab.

Penulis Adalah Aktivis Al Jam’iyatul Washliyah Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).