Mudik Dilarang Alasan Basi Cegah Pandemi

Opini697 Views

Oleh : Firdaus Abdul Malik
Mahasiswa dan Pemerhati Umat

BERBAGI News – Tak pulang rindu, pulang kok dilarang? Itulah pertanyaan yang terbesit di benak para perantau. Bertahun-tahun jauh dari tempat kelahiran berharap lebaran dapt berkumpul dengan sanak saudara dan handai taulan.

Mudik sudah menjadi tradisi yang menjadi ciri khas tersendiri bagi negeri ini, momen pulang kampung setahun sekali sebagai penyambung silaturrahmi.

Karena sistem kehidupan sekuler menjadikan kehidupan kaum muslimin menjadi berjalan dengan konsep kehidupan para kapitalis. Cuti panjang serta tunjangan besar hanya ada di momen hari besar, inilah yang menjadi alasan mudik terjadi pasca lebaran.

Akan tetapi asa yang dinantikan tak menjadi kenyataan, setahun lalu mudik dilarang dengan alasan pandemi. Lantas kebijakan pemerintah tersebut terulang kembali saat ini. sebelumnya pemerintah kembali melarang mudik lebaran 2021.

Larangan ini juga dilakukan pada tahun lalu dengan alasan mencegah naiknya angka positif covid-19. MenkoPMK Muhadjir Effendy menjelaskan, keputusan larangan mudik lebaran 2021 dihasilkan dari rapat 3 menteri.

Dalam konferensi pers daring pada hari Jumat(26/32021) Muhadjir mengatakan larangan mudik mulai tangga 6 sampai 17 Mei 2021, ditetapkan tahun 2021 mudik ditiadakan berlaku untuk seluruh ASN, TNI, POLRI, BUMN, maupun pekerja mandiri juga seluruh masyarakat, sebelum dan sesudah tanggal itu dihimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pergerakan atau kegiatan keluar daerah kecuali dalam keadaan yang mendesak dan urgent.

Ia memastikan akan ada pengawasan ketat dari TNI POLRI mendekati hingga setelah hari raya. Meski demikian, lanjutnya, cuti lebaran satu hari kerja tetap berlaku namun dengan catatan tidak ada aktivitas mudik.

Melihat disatu sisi lainnya pemerintah membuka kran industri pariwisata yang notabenenya juga berpotensi menimbulkan kerumunan dan berkembang biaknya korban covid 19. Pariwisata justru dibuka dengan alasan untuk memperlancar pertumbuhan ekonomi negeri, hal tersebut membuat masyarakat semakin bertanya-tanya kepada pemerintah yang membuat kebijakan karena dua hal tersebut bertolak belakang. Melihat kondisi ini ternyata jelas pemerintah tak bersinergi dalam mengatasi penangan covid-19, pemerintah terkesan hanya untung rugi. Terlebih beberapa hari yang lalu publik digencarkan dengan datangnya warga negara china ke Indonesia.

Baca Juga :  Aspek Pendidikan di NTB Kurang diprioritaskan, Pemerintah Lebih Fokus Menumbuhkan Perekonomian

Situasi ekonomi yang menguntungkan menjadi prioritas, tanpa melihat kerugian dan ketidak adilan yang dirasakan oleh masyarakat. Pariwisata dianggap menjadi salah satu upaya yang dilakukan demi mandeknya ekonomi.

Cabang-cabang masalah terus berkembang, dengan penanganan yang asal-asalan pada akhirnya membuat sengsara rakyat dan membuat tatanan kehidupan masyarakat  menjadi hancur. Kebijakan adil hanya akan terwujud jika pemerintah meninggalkan ideologi kapitalisme yang menjadikan ekonomi neo liberal sebagai tonggaknya. Penanganan pandemi yang dikapitalisasi harus dihentikan. Kesejahteraan rakyat dalam seluruh aspek menjadi prioritas utama sehingga memberikan keadilan dan ketentraman.

Inilah yang terjadi pada 14 abad yang lalu ketika islam diterapkan sebagi aturan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik secara individu ataupun bernegara, seperti yang dikatakan Umar bin Khattab saat terjadi wabah, beliau dengan sigap mengambil kebijakan, seperti karantina total wilayah wabah, pemberian bantuan pangan, obat-obatan hingga kebijakan ekonomi di wilayah lain yang tak terdampak.

Semua itu dilakukan karena Khalifah Umar memahami bahwa tugas pemimpin adalah mengurusi rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (Pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Sebagaimana khalifah umar seharusnya pemimpin yang baik itu memperhatikan rakyat, sehinga kebijakan yang diambil untuk mensejahterakan rakyat. Bukan untuk menindas, apalagi membuka pariwisata hanya untuk menaikkan ekonomi tapi abai dengan keselamatan rakyat. Oleh karena itu dibutuhkan pemimpin yang benar-benar memperhatikan rakyat atas kebijakan yang diambil, sehingga kebijakan yang diambil tidak mencederai rakyatnya.

Harapan akan berakhirnya pandemi pada lebaran kali ini kandas dengan kebijakan yang tak jelas. Rindu yang tak bertepi para saudara yang merantau mencari rezeki yang ingin mendulang amal dalam berbakti dan bersilaturrahmi namun di khianati dengan kebijakan tidak berhati. (firdaus)