Minal Aidin Wal Faizin

Agama837 Views

Oleh : Aswan Nasution

RAMADHAN yang mulia baru saja berlalu dengan cepatnya. Tanpa terasa telah meninggalkan kita semuanya.

Tinggal kita sekarang, kita bertanya pada diri kita masing-masing:
“Apakah dengan pengembleangan dari selama bulan Ramadhan, kita dapat lulus dengan baik…?

“Apakah setelah berpuasa dengan segala bentuk pengendalian diri, kita menjadi manusia yang lebih bertaqwa, yang berkepribadian mulia ataukah sebaliknya…?

Kalau seandainya setelah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan satu bulan penuh, yang semata-mata kita niatkan ibadah kepada Allah SWT.

Kita benar-benar menjadi manusia yang bertaqwa, berarti kita kembali kepada fitrah semula, menjadi hamba Allah, yang hanya mentauhidkan Allah dan tunduk atas segala perintah-Nya.

Inilah yang dimaksud dengan ucapan “Minal ‘Aidin” (semoga kita termasuk diantara orang-orang yang kembali) kepada fitrah manusia: yaitu menjadi hamba Allah dan bertauhid kepada-Nya.

Pantaskah kita mendapat ucapan “Minal ‘Aidin” padahal kita selalu sibuk dengan rayuan syetan dan bekerja hanya untuk kepentingan pribadi, bukan untuk beribadah kepada-Nya…?

Kalau demikian, sudah saatnya kita kembali kepada fitrah tauhid, sehingga kita dapat mencapai kemenangan dalam kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.

Jika manusia telah dapat menghayati makna tauhid dalam kehidupan sehari-hari; dapat mensucikan diri dan jiwanya dari segala bentuk polusi iman dan akidah serta hawa nafsu hewani.

Maka barulah dia dapat mencapai kemenangan dan kebahagiaan hidup, dan pantas mendapatkan ucapan selamat: “MINAL ‘AIDIN WAL FAIUZIN (yang kembali kepada fitrah dan mendapat kemenangan).

Mereka yang mendapat kemenangan inilah yang benar-benar ber-hari raya. Hal inilah yang dapat kita petik dari cara Ali bin Abi Thalib merayakan hari raya, ‘Idul Fitri.

Suatu hari, di pagi hari raya datanglah seseorang ke rumah Ali bin Abi Thalib. Orang tersebut melihat Ali sedangkan makan roti keras.

Baca Juga :  Memaknai SMS Dalam Akronim Sedekah Mendapat Surga

Kemudian orang tersebut bertanya: “Mengapa engkau memakan roti keras dalam suasana Hari Raya ini…?

Mendengar ucapan tersebut, Ali menjawab: “Hari ini adalah hari raya bagi mereka yang diterima puasanya, disyukuri segala usahanya, dan diampuni segala dosa-dosanya”.

Selanjutnya Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa hari ini adalah hari raya bagi bagi kami, demikian juga besok hari, dan demikianlah seterusnya.

Malahan lanjut beliau : “SETIAP HARI DIMANA ENGKAU TIDAK MEMBUAT DURHAKA KEPADA ALLAH, MAKA ITULAH HARI IED (HARI RAYA).

Maka Idul Fitri bukanlah sekedar peringatan bermegah-megah; karena selesai melaksanakan puasa Ramadhan; tetapi suatu manifestasi kesanggupan pribadi muslim untuk kembali kepada fitrah.

Menjadi Hamba Allah yan taat, sekaligus menjadi Khalifah di muka bumi, membuktikan Islam adalah sebagai agama “Rahmatan Lil ‘Alamiin”. Wallahu a’lam bish shawab.