Mungkinkah Pasar Seketeng Gagal Perencanaan Dan Apa Solusinya?

Opini833 Views

Penulis : Iwan Haryanto, S.H., M.H
Dosen Fakultas Hukum UNSA

BERBAGI News – Belum usai problem yang menghantui pasar Seketeng, salah satunya jual beli kios. Masalah ini belum menemukan titik terang hingga sekarang. Ada yang sudah lama berjualan tidak mendapat kios, justru yang baru mendapat kios. Yang paling miris adalah yang bukan pedagang mendapat kios. Itu bagian sisi kelam pasar Seketeng.

Sekarang kita disuguhkan dengan riuk pikuk ibu-ibu jualan di pasar Seketeng. Mereka kesal dengan banjir yang menggenangi lantai pasar hingga mengakibatkan barang dagangannya basa, rusak, dan tidak bisa terjual. Akibat kejadian itu membuat ibu-ibu jualan ini naik pitam.

Derasnya hujan yang menimbulkan banjir tidak hanya terjadi pada Jumat tanggal 30 April 2021 yang mengakibatkan pasar Seketeng sempat lumpuh. Namun juga terjadi beberapa Minggu atau bulan yang lalu dan marak menjadi pembicara publik. Di karena pasar hasil karya almarhum Husni Jibril mantan bupati Sumbawa belum resmi digunakan (belum ada kontrak) sudah memperlihatkan pemandangan yang tidak elok di lihat.

Lalu bagaimana dengan perencanaan pasar tersebut. Apakah ada unsur kegagalan sehingga mengakibatkan pasar tertua di kabupaten Sumbawa itu tidak bisa digunakan secara maksimal. Tulisan ini mencoba untuk mengeksplorasi potensi kegagalan perencanaan yang menimpa pasar itu serta jalan keluar agar pasar tersebut dapat berfungsi dengan baik.

Pasar Seketeng salah satu pasar terbesar di Kabupaten Sumbawa yang mampu menggerakkan perekonomian masyarakat Sumbawa. Pasar ini merupakan pasar yang dapat memberikan income daerah. Dalam sehari ada sekitar puluhan juta uang yang masuk ke kas daerah baik dari sektor parkir hingga sektor lainnya (Data Lekas, 2017).

Selain itu, pasar ini menyimpan nilai historis dalam pembangunan kabupaten Sumbawa. Karena satu-satunya pasar yang hadir dalam perjalanan kabupaten Sumbawa. Jarang masyarakat yang tidak mengenal pasar ini. Karena pasar ini merupakan center produk-produk yang di butuhkan oleh masyarakat sebelum terjual ke pasar lain.

Pasar ini sempat menimbulkan kesan pahit di era pemerintahan sebelum Husni-Mo. Pasar yang jorok, kumuh, becek, bau, dan berantakan. Belum lagi parkir seberang tempat, ada yang parkir diatas jalan, tanah toward, dan lain-lain. Belum lagi pedagang yang berjualan menggunakan jalan dan bahu jalan sehingga membuat panorama tidak menarik.

Baca Juga :  Meneropong Undang-Undang Cipta Kerja

Berbagai rentetan persoalan tersebut membuat era pemerintahan yang mengusung Sumbawa hebat’ dan bermanfaat itu merombak pasar itu menjadi pasar rakyat modern dengan konsep dua lantai dan beberapa blok dengan menggunakan standard SNI.

Pasar yang dibangun diatas tanah 22.000 meter persegi itu memilik fasilitas penunjang mulai dari toilet, mushala, pengelolaan air limbah, akses ramah disabilitas, klinik kesehatan, ATM center, laboratorium pom, ruang pengelolaan parkir, taman, serta fasilitas lain (nusramedia.com: 2019). Keberadaan fasilitas itu tentu memberi kenyamanan bagi masyarakat dalam memanfaatkan pasar.

Pembangunan pasar Seketeng sempat menjadi buah bibir terkait perencanaan analisis dampak lingkungan. Karena ada indikasi menggunakan UKL dan UPL dan tidak menggunakan AMDAL. Padahal di dalam peraturan menteri lingkungan hidup nomor 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan atau jenis kegiatan yang memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang diungkapkan dalam pasal 2 yang berbunyi bahwa setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal salah satunya adalah pembangunan bangunan gedung dengan luas kurang lebih 10.000 m. Ini artinya bahwa perencanaan pembangunan pasar Seketeng wajib menggunakan AMDAL.

Perencanaan pembangunan pasar Seketeng menggunakan AMDAL yang menjadi wajib yakni kajian ilmiah yang lebih khusus, mulia dari pembebasan lahan, daya dukung lahan, tingkat kebutuhan air sehari-hari, limbah yang dihasilkan, efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar (getaran, kebisingan, polusi udara, dan lain-lain), konflik sosial akibat pembebasan lahan, bangkitan pergerakan (traffic) dan kebutuhan permukiman dari tenaga kerja yang besar, Bangkitan pergerakan dan kebutuhan parkir pengunjung, Produksi sampah, limbah domestik, hingga Genangan/banjir lokal.

Berbagai kajian itu menjadi bahan fundamental dalam penyusunan AMDAL. Namun sebagian bahan tersebut tidak terakomodir dalam penyusunan AMDAL sehingga sebagian kajian tersebut terkuak ke permukaan, seperti Genangan atau banjir lokal.

Beberapa hari kemarin atau April 2021. Kita di suguhan dengan berita banjir pasar Seketeng baik melalui media cetak maupun elektronik yang berupa WhatsApp, Facebook, dan beberapa media lainnya. Berita yang menggenangi pasar Seketeng sontak membuat publik gerah pasalnya pasar yang baru di bangun dan belum genap setahun umurnya belum layak di gunakan oleh masyarakat. Karena setiap hujan otomatis terjadi banjir yang menyenangi pasar tersebut. Sehingga menimbulkan kerugian bagi pedagang dan masyarakat umumnya.

Baca Juga :  Jangan Bersedih Karena Kecelakaan, Sebab Ada Hikmah Besar Dibaliknya

Di sisi lain, pasar yang di bangun mulai tahun 2019 ini memiliki selokan yang belum optimal dalam mengairi air hujan. Hal ini dasarkan pada kejadian keluarnya air tampungan membuat pasar Seketeng sebagian tergenang sehingga menimbulkan becek dan kotor (hasil investigasi Pusham, 10 April 2021).

Wajar Pasar yang di bangun menggunakan anggaran daerah ini dengan beberapa tahap kegiatan harus menelan pahit khususnya pada perencanaan pembangunan. Karena perencanaan pembangunan tidak di kaji tentang dampak yang akan terjadi yang berupa banjir. Sehingga memungkinkan perencanaan pembangunan pasar Seketeng berpotensi gagal.

Lantas apa solusinya?
Pasca kepemimpinan Husni-Mo yang mampu mengantar kabupaten Sumbawa Menuju Sumbawa hebat’ dan bermanfaat, yakni salah satunya memperbaiki pasar Seketeng menuju pasar rakyat modern. Pasar yang di bangun di atas tanah 22.000 ha ini yang dilengkapi berbagai fasilitas pendukung, masih menyimpan problem salah satunya selokan yang belum maksimal berfungsi sehingga pada musim hujan terkadang air tergenang. Tidak hanya itu, disaat air penampung penuh dan keluar. Air tersebut menggenangi lantai, tempat parkir dan lain-lain. Sehingga menimbulkan becek dan kotor.

Di era pemerintahan yang baru ini, Mo-Novi. Masalah ini tidak boleh di pandang sebelah mata. Harus mendapat atensi. Mengingat fasilitas ini merupakan kebutuhan publik sehingga butuh terobosan melalui perbaikan selokan yang dialokasikan melalui anggaran daerah guna meningkatkan fungsi fasilitas itu.

Pengalokasian anggaran melalui berbagi tahapan yakni penyusunan anggaran, ratifikasi anggaran, pelaksana anggaran, tahap pelaporan dan evaluasi. Penyusunan anggaran melalui penafsiran biaya secara akurat guna menentukan berapa jumlah anggaran yang akan di keluarkan dalam kegiatan perbaikan selokan pasar Seketeng. Kemudian ratifikasi anggaran yakni melalui political skill dan coalition building yang memadai yang harus di miliki oleh eksekutif dalam upaya memperjuangkan anggaran tersebut di tingkat legislatif. Sebagai wujud Politik skill dan coalition building yakni dukung partai koalisi serta dukungan partai lain dalam Rangka memperlancar penganggaran di Tingkat lembaga aspirasi itu. Setelah memperoleh dukungan tentu Implementasi anggaran, pelaporan dan evaluasi. Kegiatan ini merupakan proses operasi dan akuntabilitas anggaran yang di gunakan agar mendapatkan kepercayaan publik (Mardiasmo; 2009).

Baca Juga :  Lombok Pintar, Cahaya dari Nusa Tenggara Barat

Penertiban terhadap jaringan drainase
Tak bisa di pungkiri bahwa penyebab banjir yang menimpa pasar Seketeng salah satu terasnya air hujan yang mengguyur kecamatan sumbawa sehingga air yang mengalir dari selokan bukit permai menuju kali brang bara harus terhambat di wilayah sekitar pasar. Karena saluran irigasi ada yang tertutup dan ada sebagian dialihfungsikan untuk pembangunan. Akibat dari itu, air yang mengalir melalui irigasi itu tidak lancar dan sebagian tersumbat hingga mengakibatkan meluap dan naik ke atas jalan menuju tempat hilir, salah satunya pasar Seketeng.

Agar air irigasi tetap lancar, tidak tersumbat, dan tidak meluap, maka perlu penanganan oleh pemerintah daerah melalui penertiban terhadap saluran irigasi yang di tutup dan di bangun bangunan permanen oleh pihak tertentu melalui penerapan regulasi yang ada. Salah satu regulasi yang menangani masalah ini adalah Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Derenase Perkotaan Dan Pedesaan.

Di dalam perda tersebut, Pasal 26 yang menyatakan dalam rangka menjaga prasarana jaringan drainase, setiap orang dilarang mengubah aliran drainase kecuali dengan izin Pemerintah Daerah. Isi pasal tersebut sebagian tidak diindahkan oleh pihak tertentu sehingga ada yang menutup dan ada pula yang membangun permanen sehingga menutupi saluran drainase tersebut, maka konsekwensinya tentu bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 yang berbunyi Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 26 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Perbuatan itu merupakan perbuatan yang melanggar peraturan daerah, maka pemerintah daerah harus mengimplementasikan peraturan daerah tersebut melalui penertiban terhadap tindakan yang menutup dan membuat bangunan diatas selokan melalui peran polisi pamong praja atau Pol PP. Polisi pamong praja merupakan aparat pemerintah daerah yang menegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan keteraman masyarakat.