Jalan Keluar Kemelut Pasar Seketeng

Opini642 Views

Penulis: Iwan Haryanto, S.H., M.H
Dosen Fakultas Hukum UNSA
Wakil Ketua Bidang Nelayan Dan Buruh Ikatan Pemuda Muhammadiyah

BERBAGI News – Gonjang-ganjing pasar Seketeng dalam dinamika pembangunan Kabupaten Sumbawa belum menemukan titik terang hingga sekarang. Pasalnya pasar yang bangun di era pemerintahan husni-mo ini masih menimbulkan polemik sampai saat ini. Mulai indikasi kegagalan perencanaan pembangunan, jumlah pedagang yang membeludak, adanya indikasi tidak terakomodir pedagang lama, indikasi tidak transparan tim dalam mendistribusikan berbagai fasilitas pasar, dan sekarang kita disuguhkan dengan isu peremanisme di pasar Seketeng.

Berbagai masalah itu butuh ramuan guna menemukan problem solving dan tidak boleh menyalahkan siapa. Karena persoalan ini terkuak ditengah transisi pemerintahan dari Husni-mo menuju pemerintah Mo-Novi, dan banyak dugaan yang muncul mulai dari masalah ini buah pengkhianat kabinet husni-mo, dan bahkan ada unsur kesengajaan masalah ini di buang di era pemerintahan yang baru, Mo-Novi.

Berbagai Cibiran itu tidak boleh dikembangkan, justru akan menjadi bara dalam sekam dan sewaktu-waktu akan terbakar. Lantas apa jalan keluar berbagai kemelut yang menimpa pasar Seketeng. Tulisan ini mencoba mengeksplorasi solusi terhadap pasar tersebut.

Mapping problem dan solusi
Sempat terkuak pembongkaran lapak dan banjir lokal yang menimpa pasar Seketeng. Kejadian ini disebabkan ada indikasi kesalahan perencanaan awal sehingga terjadi pembongkaran dan banjir lokal.

Pembongkaran terjadi dalam usaha melakukan penataan terhadap lapak. Ada 300 lapak yang di bongkar, 116 di lantai bawah dan 184 di lantai dua. Pembongkaran ini bertujuan untuk mengakomodir pedagang sayur yang awalnya 800 pedagang sayur menjadi 1.622 (kabarsumbawa.com). Selain itu sempat bergulir beberapa bulan dan beberapa hari yang lalu pasar ini di hajar banjir yang cukup berkepanjangan. Sehingga membuat air tergenang. Tidak hanya banjir, penampung air sempat penuh dan memuntahkan air sehingga membuat beberapa lokasi pasar Seketeng tergenang. Tentu peristiwa ini membuat pedagang tidak nyaman dalam berdagang.

Baca Juga :  Memimpin Dengan Kelembutan Hati

Tidak hanya itu, sempat muncul isu distribusi pasar yang tidak transparan dan banyak pedagang lama yang tidak memperoleh tempat di pasar Seketeng, seperti pedagang ayam kampung, dan ada indikasi mereka rencana akan ditertibkan. Padahal keberadaan mereka sudah puluhan tahun berdagang di pasar itu, dan ironisnya banyak pedagang baru yang berdatangan dan memperoleh tempat di pasar itu (Hasil Investigasi PUSHAM UNSA, 2021)

Berbagai persoalan tersebut butuh penanganan serius dari pemerintah daerah melalui audit. Audit ini bertujuan untuk memastikan berbagai informasi yang terjadi di pasar Seketeng mulai dari distribusi pasar yang tidak transparan, tidak terakomodir pedang lama, pembongkaran lapak, hingga perencanaan yang berpotensi gagal. Tim Audit ini harus bersifat independen dengan melibatkan unsur akademisi, masyarakat, dan penegakan hukum. Agar informasi yang diberikan benar-benar fakta lapangan yang tidak ternoda oleh unsur-unsur manipulasi.

Selain audit. Pasar Seketeng harus melakukan penertiban terhadap saluran irigasi yang di tutup dan ada sebagian dialihfungsikan untuk pembangunan. Akibat kejadian itu, air yang mengalir melalui irigasi tidak lancar dan sebagian tersumbat hingga mengakibatkan meluap dan naik ke atas jalan menuju tempat hilir, salah satunya pasar Seketeng. Akibat kejadian itu air tergenang dan menimbulkan kerusakan terhadap barang para pedagang.

Agar air irigasi tetap lancar, tidak terumbat, dan tidak meluap, maka perlu penanganan oleh pemerintah daerah melalui penertiban terhadap saluran irigasi yang di tutup dan di bangun permanen oleh pihak tertentu melalui penerapan regulasi yang ada. Salah satu Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Derenase Perkotaan Dan Pedesaan.

Di dalam perda tersebut, Pasal 26 yang menyatakan dalam rangka menjaga prasana jaringan drainase, setiap orang dilarang mengubah aliran drainase kecuali dengan izin Pemerintah Daerah. Isi pasal itu tidak diindahkan oleh pihak tertentu sehingga ada yang menutup dan ada pula yang membangun permanen, maka konsekwensinya bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 Pasal 26 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Baca Juga :  Apa Kabar Petani Kabupaten Lombok Timur, Apakah Sudah Sejahtera?

Tindakan ini merupakan perbuatan melawan hukum dalam aspek pidana. Jika mengutip pendapat Satochid Kartanegara, “melawan hukum” (Wederrechtelijk) dalam hukum pidana dibedakan menjadi: 1) Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang; 2). Wederrechtelijk Materiil, yaitu sesuatu perbuatan “mungkin” wederrechtelijk, walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Melainkan juga asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum (algemen beginsel). Lebih lanjut, Schaffmeister, berpendapat bahwa “melawan hukum” yang tercantum di dalam rumusan delik yang menjadi bagian inti delik sebagai “melawan hukum secara khusus” (contoh Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP), sedangkan “melawan hukum” sebagai unsur yang tidak disebut dalam rumusan delik tetapi menjadi dasar untuk menjatuhkan pidana sebagai “melawan hukum secara umum” (contoh Pasal 351 KUHP) (Andi Hamzah, 165).

Ini artinya apa yang dilakukan oleh oknum tertentu dalam upaya menutup dan membangun secara permanen merupakan perbuatan melawan hukum yang telah atur dalam PERDA Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Derenase Perkotaan Dan Pedesaan yang di ungkapkan dalam pasal 26.

Yang tak kalah penting maraknya peremanisme di pasar seketeng. Pasar yang di bangun pada era Husni-Mo ini mulai di hantui pereman. Mereka meminta kepada pedagang dan sambil mabuk. Tentu perbuatan ini merupakan pungutan liar yang bertentangan dengan KUHP Pasal 368 ayat (1). Wajar jika pihak kepolisian melakukan rahasia pada tanggal 26 Juni 2021 sehingga di temukan ada sekitar 21 orang diamankan karena mereka meresahkan masyarakat pedagang. Tindakan ini perlu mendapat apresiasi kepada penegak hukum karena mampu mengamankan pihak yang meresahkan masyarakat (Ps.new, 2021).

Namun pihak pemerintah daerah tidak boleh lepas tangung jawab dengan maraknya aktivitas peremanime di pasar seketeng. Berdasarkan hasil investigasi PUSHAM UNSA, rata-rata peremanime ini berasal dari masyarakat sekitar yang tidak memiliki keahlian dan keterampilan sehingga perlu pemerintah melakukan pembinaan dan pelatihan agar mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mendapat kesempatan di pasar seketeng. Di dalam perda kabupaten sumbawa nomor 17 tahun 2017 tentang pegelolahan pasar rakyat, pusat pembelanjaan dan toko swalayan, pasal 31 ayat 3 diungkapkan bahwa pemenuhan tenaga kerja para pelaku usaha dan toko swalayan di pasar rakyat harus menggunakan tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi yang di persyaratan serta berdomisili di pusat pembelanjaan dan toko swalayan paling sedikit 85% dari jumlah tenaga kerja yang diperlukan. Ini membenarkan bahwa mereka miliki kesempatan dan peluang kerja untuk menjadi tenaga kerja di pasar seketeng, baik usaha yang dibangun oleh pengusaha maupun kegiatan lainnya agar mereka memperoleh pekerjaan yang layak sehingga mereka memiliki mata pencaharian.