Antara Ekonomi dan Kesehatan: Dilema Perpanjangan PPKM Terhadap Nasib Rakyat Indonesia

Opini475 Views

Oleh: Indri Annisa Hasanah
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram, Pemenang Lomba Opini 2021 UKM penalaran dan Riset Ilmiah Mahasiswa

BERBAGI News – Kehadiran Corona Virus Diseas of 2019 menambah keterpurukan perekonomian Indonesia. Tercatat dalam Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2020 yang diluncurkan oleh Bank Indonesia menjelaskan “Secara merata keseluruhan tahun 2020, nilai tukar rupiah melemah 2,66 persen ke level Rp. 14.525 per dollar AS, dari 14.139 per dollar AS pada 2019”.

Tak dapat dipungkiri melemahnya perekonomian Indonesia disebabkan banyaknya kebijakan pemerintah dalam membatasi interaksi sosial. Satu langkah saja yang diusahakan pemerintah untuk menghindari penyebaran Covid-19 dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam perekonomian bangsa. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.9 Tahun 2020 berhasil mencetak peningkatan pengangguran. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2020 sebesar 1,84 persen poin dibanding Agustus 2019, dan terdapat penurunan pekerja sebesar 0,31 juta orang dari Agustus 2019.

Relasi antara PSBB dan pengangguran adalah banyak perusahaan yang mengalami pailit karena masyarakat tidak dapat lagi menjalankan aktivitas dengan leluasa di luar rumah. Terbatasnya mobilitas masyarakat meredupkan sejumlah bidang usaha seperti perhotelan, money changer, fitness, maskapai penerbangan, dan agen travel. Kepailitan perusahaan menyebabkan banyak karyawan di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena pemasukan menurun.

Pada bulan Januari 2020, meskipun PSBB hanya dilakukan untuk daerah Jawa Bali tetapi pengaruhnya menyentuh daerah-daerah lain di Indonesia. Mayoritas konsumen bidang pariwisata berasal dari Pulau Jawa, dan dengan adanya PSBB tentu daerah lain mengalami penurunan jumlah turis domestik. Imbasnya tidak hanya pada bidang pariwisata tetapi juga melebar ke bidang-bidang lain seperti bidang kuliner, perdagangan, dan transportasi.

Dua tahun sudah Indonesia dilanda wabah pandemi Covid-19. Lambatnya respon pemerintah terhadap awal kehadiran virus corona dan penanggapan yang terkesan denial adanya virus corona masuk ke Indonesia menjadi salah satu faktor mutasi varian virus corona lebih ganas. Tidak terlupakan berbagai lontaran kata kontroversial yang disampaikan oleh eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto diantaranya adalah “Salahmu sendiri kok beli ya”. Dirinya menyalahkan aksi masyarakat berbondong-bondong membeli masker, akibatnya harga masker melambung.

Anggia Prasetyo Putri seorang peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI mengatakan pemicu masifnya mutasi virus SARSCoV-2 adalah “Mobilitas manusia yang begitu tinggi dan tidak ada pembatasan perjalanan”. Pada bulan Mei 2021 terdeteksi tiga varian virus corona baru yang masuk ke Indonesia. Pertama varian B.1.1.7 dikenal dengan Alpha varian, kedua B.1.351 disebut varian beta, dan terakhir B.1.617 atau disebut delta.

Baca Juga :  Dampak Game Online pada Kesehatan Tubuh Remaja Usia Dini

Banyak istilah baru mengenai upaya penyebaran pandemi corona yang diperkenalkan oleh pemerintah mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Transisi, Micro Lockdown, PPKM Mikro, dan yang terbaru dikeluarkan yakni tanggal 3 Juli 2021 adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Hingga bulan September 2021 PPKM Darurat sudah diperpanjang untuk kesekian kalinya. Keadaan perekonomian Indonesia belum mengalami eskalasi, justru PPKM Darurat menumbuhkan depresiasi.

Bhima Yudhistira Ekonom yang notabene Direktur CELIOS (Central of Economic and Law Studies) mengutarakan pemikirannya “Skenario terburuknya pada kuartal III Indonesia bisa masuk kembali dalam fase resesi atau pertumbuhan negatif. Ini dengan asumsi PPKM level 3 dan 4 di beberapa daerah sampai September masih berlangsung”. Melihat pergerakan PPKM Darurat yang menerbitkan sejumlah regulasi seperti jam operasional pasar dibatasi, pembatasan pengunjung pusat perbelanjaan, dan pembatasan kapasitas penumpang transportasi maksimum 70 persen membuktikan PPKM darurat belum membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia.

Akibat dari PPKM Darurat bagi dunia perekonomian Indonesia adalah meningkatnya PHK karyawan karena lambannya laju perputaran uang pada sektor usaha, peningkatan penundaan kewajiban pembayaran utang, dan menurunnya daya beli masyarakat. Mengamati pertumbuhan perekonomian Indonesia yang memburuk, secara tidak langsung akan berimbas pada pemerintah selaku wakil rakyat dan pengayom negara ini untuk mengucurkan anggaran tambahan perlindungan sosial.

Saat perpanjang PPKM 27 Juli 2021 silam angka kematian Indonesia dalam kurun waktu 24 jam melonjak tajam menjadi 2.069 orang. Jumlah kematian sebanyak 2.069 korban jiwa merupakan angka tertinggi sejak awal diumumkan masuknya pandemi corona di Indonesia. Bahkan di bulan Agustus 2021 akumulasi angka kematian lebih tinggi dibanding bulan Juli yakni berselisih lebih dari 3000 jiwa. Data yang didapatkan dari Satgas Penanganan Covid-19 pada bulan Juli terdapat 34.394 korban jiwa akibat terpapar virus corona dan pada bulan Agustus memakan 37.330 jiwa. Akumulasi angka kematian yang kian bertambah, belum membuktikan keefektifan pemberlakuan PPKM Darurat.

Pemerintah Indonesia dihadapkan pada dua problematika dilematis. Di satu sisi pemerintah berusaha menerapkan berbagai starategi pembatasan interaksi sosial, tetapi di sisi lain konsekuensinya adalah kemerosotan perekonomian. Apabila rakyat Indonesia banyak kehilangan pekerjaan maka akan menurunkan angka Gross National Product (GNP) atau Pendapatan Nasional Per Kapita. Perlu diketahui Pendapatan Nasional Per Kapita merupakan aspek yang dijadikan standarisasi dalam parameter kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Meskipun situasi saat ini dalam kegentingan bukan berarti menyerah dengan keadaan. Pemerintah baik di pusat maupun daerah memiliki kewajiban untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Problema kesehatan dan perekonomian sama pentingnya, maka pemerintah harus bijaksana dalam mengambil langkah. Ketidaktepatan dalam pemberlakuan regulasi dan kesalahan tindakan yang dilakukan pemerintah dapat berdampak serius terhadapa nasib rakyat Indonesia.

Baca Juga :  Eksistensi Pengobatan Mertuq Pada Suku Sasak

Terdapat beberapa anomali perilaku para stakeholder di masa darurat pandemi seperti anggaran sebesar 6,5 miliar untuk renovasi ruang kerja Mendikbud-Ristek Nadim Makarim, termasuk dalam anggaran pemodifikasian bangunan tersebut adalah ruang kerja stafsus menteri. Alasan yang diungkapkan tidak salah karena ingin menindaklanjuti Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2021 Tentang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sudah menjadi kewajiban seorang Menteri sebagai pembantu Presiden untuk bertanggungjawab terhadap Presiden dan melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya, tetapi jumlah anggaran yang tidak sedikit telah menggemparkan banyak pihak dan menuai aksi penolakan mengingat kondisi pandemi yang belum reda, sehingga rakyat tentunya berharap agar anggaran tersebut atau sebagian darinya dialokasikan untuk bantuan sosial dan peningkatan kemakmuran rakyat karena perekonomian Indonesia belum pulih.

Komisi X DPR Syaiful Huda telah menyampaikan aspirasi rakyat kepada publik, beliau berkomentar bahwa meskipun belum direnovasi dalam tempo lama, kantor kementerian masih cukup layak dipakai, dan perenovasian kantor kementerian bukanlah kepentingan urgent kala ini.

Pemerintah harus optimis dalam memulihkan kesehatan dan perekonomian bangsa. Tidak masalah jika perubahannya sedikit, asalkan mengalami kemajuan bukan kemunduran. Terdapat banyak langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menyeimbangkan kembali perekonomian, dan mengurangi penularan virus corona diantaranya:

Mengejewantahkan Inovasi di Berbagai Bidang Usaha

Inovasi adalah menemukan gagasan baru untuk menciptakan suatu produk yang belum banyak ditemukan. Pemerintah dapat mendorong UMKM yang memiliki usaha dengan inovasi unik. Perkiraan seberapa bermanfaat produk tersebut dan tingkat keminatan masyarakat global di masa pandemi harus jadi konsiderasi pemerintah dalam pengeluaran jumlah dana bantuan UMKM, sehingga tidak terjadi pemborosan anggaran dan dapat menciptakan simbiosis mutualisme.

Tidak Berfoya-foya diatas Penderitaan Rakyat

Ibu pertiwi sedang berada dalam keadaan vital. Balutan pandemi menjadikan perekonomian Indonesia mengalami resesi. Tahun 2020 untuk kali pertama Indonesia menghirup kembali udara resesi setelah krisis moneter tahun 1998.

Berita pejabat melakukan korupsi masih sering tersiar dan ironisnya para oknum penguasa melakukan korupsi pada dana bantuan Covid-19 salah satunya Askari, Kepala Desa Sukowarno, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Perbuatan Askari menggunakan uang rakyat untuk berjudi telah merampas hak rakyat.

Pemangku jabatan merupakan seseorang yang dipercaya, maka harus mampu melayani masyarakat berdasarkan prinsip akuntabilitas, tranparansi, dan efisiensi.

Baca Juga :  Berubahnya Perilaku Remaja Di Masa Pandemi Covid-19

Memperketat Ketertiban dan Keamanan

Di zaman pandemi masyarakat mengalami penurunan pendapatan dan tidak jarang bermunculan oknum tidak bertanggungjawab mencari keuntungan dengan cara curang. Penimbunan obat Covid-19 misalnya, di saat publik membutuhkan penanganan cepat dengan biaya terjangkau, seorang perawat di Jakarta mengumpulkan obat pasien Covid-19 yang sudah meninggal, disimpan, kemudian dijual dengan harga puluhan kali lipat. Perbuatan a quo menjadi salah satu faktor yang dapat memperparah kondisi kesehatan dan perekonomian Indonesia. Pengawasan optimal dari aparat keamanan dan seluruh institusi yang bertanggungjawab dibutuhkan untuk memperketat keamanan demi berlangsungnya ketertiban agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.

Memaksimalkan Pembangunan Sektor Pertanian

Indonesia merupakan negara agraris, memiliki lahan pertanian luas dan ragam rempah-rempah. Ratusan tahun lalu bangsa Eropa menjajah Indonesia salah satunya karena kekayaan alamnya, terutama di sektor pertanian. Ketika masa penjajahan Belanda, perekonomian Indonesia kacau balau, dan ditemukan banyak rakyat miskin, sehingga Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van den Bosch menerapkan sistem cultuurstelsel (tanam paksa) dengan menanam tanaman yang laku terjual di pasar dunia. Kendati demikian, sebagian besar keuntungan kembali ke pemerintah Belanda.

Berkaca di masa lalu, diharapkan pemerintah mampu mengelola dengan baik kekayaan alam Indonesia. Terlebih saat ini pandemi corona, tentunya produk dari rempah-rempah dan tanaman herbal akan laku besar jika dijual di pasar global karena banyak dibutuhkan sehingga dapat menyokong perekonomian negara, dan secara tidak langsung membantu menyehatkan dunia dari rongrongan corona.

“Selama pandemi Covid-19, omzet produk herbal dan jamu di pasar global meroket hingga US$ 138,5 milyar” ungkap Edward Basilianus, Wakil Ketua Bidang Humas DPP Gabungan Pengusaha.

Indonesia harus optimis dalam mendorong dan mengoptimalkan sektor pertanian terlebih di masa pandemi, karena sektor ini termasuk dalam 6 sektor disamping infokom, pengadaan air, jasa kesehatan, pengadaan listrik dan gas, dan real estate yang tetap tumbuh di tengah krisis ekonomi global.

Melakukan Evaluasi

Evaluasi tidak dapat ditinggalkan dalam menjalankan suatu operasi pemerintahan. Evaluasi dibutuhkan untuk menilai kekurangan dalam suatu pekerjaan dan dengan evaluasi dapat dipilah tindakan yang dapat dipertahankan dan menentukan kebijakan selanjutnya yang lebih tepat diterapkan. Evaluasi mengenai penerapan ragam program pemutusan rantai penyebaran virus corona harus dilakukan secara berkala dalam jangka waktu tidak lama.

Bukan hanya pemerintah yang memiliki peran dalam menstabilkan perekonomian dan pemutusan rantai penyebaran Covid-19, tapi semua warga negara Indonesia harus saling bahu-membahu, optimis dalam pembangunan perekenomian dan memaksa diri untuk konsisten dalam menerapkan protokol kesehatan. (idr)