Meneladani Semangat Jihad Para Pahlawan

Catatan442 Views

BERBAGI News – “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.” [QS..As-Shaff: 10-11]

SETIAP kali kita memperingati Hari Pahlawan 10 November, setiap kali pula kita diingatkan dengan peristiwa yang sangat heroik yang terjadi pada tanggal 10 November 1945.

Fatwa para ulama ketika itu menyatakan bahwa perang untuk mengusir penjajah adalah jihad fi sabilillah mengobarkan semangat  semangat tempur para pejuang.

Namun pertempuran tersebut telah membuka mata dunia internasional bahwa bangsa Indonesia yang berdaulat masih ada dan putra-putri Indonesia telah bertekad bulat untuk mempertahankan kemerdekaan hingga titik darah penghabisan.

Memperingati Hari Pahlawan, berarti mengenang kembali pengorbanan para pejuang yang telah rela mempertaruhkan jiwa dan raganya demi mempertahankan kemerdekaan dan tetap tegaknya Republik Indonesia.

Secara fisik memang mereka sudah tiada namun secara spritual mereka seolah masih hadir di tengah-tengah kita.

Dalam kaitan ini patut kiranya kita merenungkan firman Allah Swt :

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, [bahwa mereka itu] mati; bahkan [sebenarnya] mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” [QS. Al-Baqarah; 154].

Nilai yang terkandung dalam memperingati Hari Pahlawan sungguh merupakan kekayaan kultural dan spritual dalam kehidupan kita.

Itu semua manakala diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari dapat dipastikan akan menjadi sumbangan semakin berkualitasnya perwujudan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Atas dasar itu semua marilah kita dengan hikmah Hari Pahlawan, kita perbaharui tekad kita untuk berbuat dan memberikan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara sesuai dengan kapasitas kita masing-masing.

Baca Juga :  Jajanan Tradisional Sasak di Udayana Selera Bos Harga Anak Kos

Dengan demikian buat kita yang hidup pada masa sekarang ini, terutama buat generasi yang tidak pernah mengalami pahit-getirnya perjuangan, maka ada baiknya jika senantiasa merenungkan makna kepahlawanan yang sejati.

Sebab ada pendapat yang sangat mendasar perbedaan antara kepahlawanan dengan kesyahidan. Secara umum kepahlawanan hanya mengandung makna keberanian bersikap dan bertindak di atas nilai “kebenaran” menurut pandangan manusia.

Sedangkan kesyahidan [orangnya disebut syuhada] mempunyai dimensi yang lebih luas dan mendasar.

Syuhada adalah orang yang tegak di atas kesaksiannya terhadap nilai-nilai kebenaran yang datang dari Allah Swt.

Inilah doktrin yang dipegang teguh oleh para santri dan ulama dalam kiprah mereka mempertahankan setiap jengkal kedaulatan Republik Indonesia.

Maka dalam konteks kesyahidan ini pula dapat dipahami mengapa para santri dan kiai kembali ke pondok pesantren mereka. Sementara kelompok lain saling berebut kedudukan, jabatan dan pangkat.

Banyak di antara para petualang revolusi yang mendapat bintang jasa dan diakui sebagai anggota Legiun Veteran, sementara santri, kiai, dan ulama seakan luput dari penghargaan. Mereka menjadi orang yang terlupakan.

Tetapi, kita yakin, bahkan haqqul yakin, bahwa arwah mereka [para syuhada] yang gugur dalam perang kemerdekaan tersebut, telah mendapat tempat yang layak dan terhormat di sisi Allah Swt.

Apalah artinya bintang jasa bila dibanding dengan gelar syuhada yang diberikan Allah kepada mereka. Jasad mereka boleh tak terkubur  secara wajar, tapi arwah mereka telah bersemayam di tempat yang damai nan abadi.

Dari sisi lain orang memandang memang gelar pahlawan itu bisa resmi bisa juga tidak, gelar resmi diberikan oleh sesuatu institusi seperti negara, sedangkan gelar tidak resmi bisa diberikan oleh kelompok masyarakat, semuanya tergantung dari sisi mana memandang dan untuk apa kepentingannya.

Baca Juga :  Haji Aho Tetap Ada untuk Sumbawa

Sebagai contohnya, kolonialis, imperialis dan para penjajah lainnya dalam menyebut para pejuang Nusantara adalah pemberontak atau ekstrimis, bukan sebagai pahlawan.

Adapun gelar pahlawan ini hanya diberikan oleh bangsa Indonesia kepada pejuangnya sebagai penghormatan atas jasa-jasa melawan penjajah, berhasil atau tidak, itu soal lain.

Sosok para pahlawan memang merupakan contoh perbuatan yang baik; karena telah berani meletakkan kepentingan umum  atau bersama di atas kepentingan pribadinya.

Ia rela menukarkan jiwanya asalkan orang banyak atau masyarakatnya mendapatkan manfaat dari pengorbanannya itu.

Maka suatu hal yang wajar jika negara dan bangsanya menempatkan mereka dalam posisi   yang terhormat; seperti memberi gelar, bintang, tanda jasa, berkubur di Taman Makam yang khusus dibuat untuk pahlawan, diabadikan namanya dalam monumen, bangunan, tempat, jalan, dan lainnya.

Itulah penghargaan yang bisa diberikan manusia kepada pahlawannya, apakah para pahlawan itu memetik hasil perjuangannya di negeri akhirat? karena ia sudah meninggal dunia? itu lain soal.

Konsep pahlawan di dalam Islam selain akan menjelaskan penghormatan yang diberikan oleh sesama Muslim, tetap juga yang terpenting akan dibalas oleh Swt.

Akhirnya marilah kita jadikan peringatan Hari Pahlawan yang kita peringati tahun ini sebagai titik tolak [starting point] untuk merobah sikap hidup kita yang keliru selama ini.

Demikian juga sudah saatnya kita untuk membentuk sikap dan watak masyarakat yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas negara dan bangsanya. Itulah sikap para Pahlawan yang telah gugur sebagai Kusuma Bangsa.

Kita berdoa semoga arwah para Pahlawan kita diterima di sisi Allah Swt, dengan suatu kehidupan yang tenang dan menyenangkan; serta kita berharap pula semoga negara kita Indonesia senantiasa mendapat perlindungan-Nya.

Baca Juga :  Cermin Diri Kebaikan Tetaplah Tebaikan

Serta aman dan damai; juga semogalah para Pemimpin kita selalu mendapat petunjuk, taufiq, hidayah, ‘inayah serta kekuatan lahir bathin sehingga beliau-beliau itu mampu memikul dan menunaikan amanat bangsa Indonesia. Aamiin ya rabbal a’lamin.

Nashrun minallahi wa fathun qariib wa basysyiril mu’minin.