Al-Jam’iyatul Washliyah Tidak Apriori Terhadap Perubahan dan Kemajuan

Agama741 Views

BERBAGI News – MENGUTIP dari buku yang berjudul, “Al-Jam’iyatul Washliyah Api Dalam Sekam” [1930-1942] yang ditulis Dr. Chalidjah Hasanuddin, yang dalam kata pengantar oleh Dr.Karel A. Streenbrink mengatakan: “Sejak tahun 1910-an ummat Islam Indonesia mengalami kebangkitan dan kemajuan yang tidak ada tandingannya: tidak hanya di dalam sejarah Islam di Nusantara ini, tetapi juga dalam dunia Islam modern di luar Indonesia.

Dr. Karel, melanjutkan, kalau kebangkitan di Mesir dan India digabungkan dengan nama tokoh besar [ seperti Muh. Abduh, Rasyid Ridha, Sayyid Ahmad Khan dan lain-lain].

Maka kebangkitan di Indonesia pada umumnya digabungkan dengan nama organisasi: Muhammadiyah, Sarekat Islam, Nadhatul Ulama dan ratusan lainnya.

Justru karena tekanan kepada organisasi dan tidak kepada tokoh, kebangkitan di Indonesia mengalami kontinuitas, yang mungkin tidak begitu spektakuler, tetapi tentu memiliki hasil untuk jangka panjang.

Masih Dr. Karel, dalam sejarah Islam modern ini memang kegiatan dan organisasi sosial-politik di Jawa  dan Sumatera Barat khususnya telah mendapat perhatian dari pengamat baik dalam maupun luar negeri.

Oraganisasi yang tidak begitu sepektakuler [ tetapi sangat efisien dan tanpa putus asa: “seperti api dalam sekam”, tidak menunjukkan diri secara lahiriyah], yaitu Al-Jam’iyatul Washliyah dalam spektrum ini merupakan suatu organisasi yang patut perhatian juga.

Dari segi kuantitas organisasi ini [Al Washliyah] tentu mendapat tempat ke-3 sesudah Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama. ungkap Karel.

Mengutip dari karya, Dr. Chalidjah Hasanuddin sebagai peneliti dan penulis buku Al Jam’iyatul Washliyah Api Dalam Sekam tesebut menguraikan, dalam hal ini bahwa Al-Jam’iyatul Washliyah agak sukar bisa dimasukkan di dalam pengelompokan yang terlalu sederhana, seperti antara modern   ataupun tradisional.

Dengan melihat corak terbuka dari Oraganiasi Islam Al Washliyah yang muncul baik dalam maupun di pelosok desa, merupakan unsur yang cukup kuat dan sangat menarik untuk dapat di bicarakan dan diskusikan dari semua pihak dan kalangan.

Baca Juga :  Kuota Haji Indonesia 2023 Bertambah Jadi 221.000, Tidak Ada Batasan Usia

Oraganisasi Al-Jam’iyatul Washliyah ini sangat aktif menyiarkan agama Islam, melalui pendidikan, termasuk madrasah, sekolah, untuk meningkatkan pendidikan masyarakat, sekalipun demikian organisasi ini kurang dikenal ketika itu, [1930-1942] di-Indonesia.

Hal ini bukan berarti bahwa Al-Jam’iyatul Washliyah pada masa selanjutnya mempunyai peranan yang kecil, bahkan organisasi ini setelah Indonesia merdeka berkembang sangat pesat hampir menjangkau seluruh pelosok kepulauan di-Indonesia.

Semua keberhasilan itu merupakan hasil akitivitas Al-Jam’iyatul Washliyah yang digerakkan dengan penuh semangat dan keuletan oleh pelajar-pelajar Maktab Islamiyah Tapanuli, suatu lembaga pendidikan  agama di Medan.

Dengan kata lain bahwa kemajuan Al-Jam’iyatul Washliyah pada masa selanjutnya adalah hasil jerih payah perjuangan para tokoh, ulama dan pejuang Al Washliyah  pada masa lalu. ungkapnya.

Masih dari tulisan Dr. Chalidjah, dalam pandangan Udin Syamsuddin seorang tokoh Al Washliyah sangat disegani dan berpengaruh besar pada kalangan Al Washliyah mengatakan” Udin Syamsuddin sangat mementingkan pengetahuan umum dalam madrasah karena tidak bertentangan dengan agama Islam. Dalam salah satu pidatonya di Porsea, pada waktu pembukaan cabang Al-Jamiyatul Washliyah tahun 1934, antara lain ia menyatakan;

… Agama kita Islam adalah memberikan pendidikan jang setjoekoepnya bagi seloeroeh doenia oentuk segala keperloean djoega adalah tjoekoep dalam agama Islam. Boekannja agama Islam oentoek achirat sadja, tetapi oentoek doenia dan achirat. Djangan sdr2 sangka jang sekolah jang kita dirikan ini jang ada dipelajari bahasa Belanda dan Inggris ada dilarang agama Islam, sekali kali tidak, karena adalah mempelajari ilmoe itoe tidak dilarang oleh agama Islam baik bahasa apapoen djoega dan ilmoe apapoen djoega asal mendjalani wet-wetnya Islam.”

Dalam hal ini pandangan Udin Syamsuddin yang menganggap pengetahuan dunia dan akhirat sama pentingnya, dan bahwa Islam tidak berpandangan sempit membawa pengaruh besar dalam Al-Jam’iyatul Washliyah.

Suatu hal yang menarik ialah ditinjau dari cepatnya organisasi ini mengadaptasi ilmu pengetahuan umum [Barat] di dalam lembaga madrasahnya dan boleh dikatakan hampir tidak ada anggota yang menolak, kalaupun ada, tidak berarti.

Baca Juga :  Infaq, Deposito di Akhirat

Begitu pula H. Adnan Lubis, Pada tahun 1917 ia masuk sekolah di Anthonyschool, Medan dan berhasil menyelesaikan pelajaran tahun 1925. Ia mengaji di MIT, kemudian pada tahun 1927 melanjutkan pelajaran di madrasah as-Saulatiyah, Makkah. Kemudian melanjutkan lagi di Nadwat al-Ulama, Lucknow, India, pada tahun 1934.

Disamping itu, Ia berbakat  mengarang dan waktu  senggangnya diisi dengan menulis. Tulisannya antara lain Kisah Perjalanan Imam Syafi’i, yang diterbitkan oleh Firma Islamiyah di Medan. Pada tahun 1939, ia pulang ke Indonesia dan mengajar di madrasah Qismul Ali.

Dengan berpindahnya H.Adnan Lubis belajar dari Makkah ke India menunjukkan bahwa tidak selamanya Makkah yang dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan diminati oleh pelajar-pelajar Islam. India sejak abad ke-18 telah mengadakan pembaharuan dalam Islam, yang dipelopori oleh Syah Waliullah.

Ide pembaharuan ini menempa H. Adnan Lubis menjadi orang yang berpikiran maju. Hal ini terbukti dari kurikulum madrasah Qismul Ali, yaitu Tafsir dan Hadits sebagai pokok di samping Ushul Fiqih dan Fiqih. Al-Jam’iyatul Washliyah juga tampaknya tidak bersikap apriori terhadap pembaharuan.

Al-Jam’yatul Washliyah adalah sebuah organisasi Islam yang bermazhab [Syafi’i], yang dapat dikatakan mewakili organisasi Islam lain yang sepaham, maka dapat dikatakan bahwa organisasi ini telah membuka cakrawala baru dalam pendidikan Islam.

Hal ini tercermin dari aktivitas organisasi yang mengutamakan pendidikan baik formal dengan membuka madrasah dan sekolah, maupun non formal melalui tabligh.

KH.M.Ridwan Ibrahim Lubis [Ketua Umum PB Al Washliyah Periode [1986-1997], “Tidak sependapat dengan orang yang mengatakan bahwa Prof. B.J. Bolland dalam bukunya “The Strugle of Islam in Modern Indonesia” sewaktu beliau menyitir riwayat ringkas Alm. H.M. Arsyad Thalib Lubis, sebagai pengarang buku “Tutunan Perang Sabil” Medan 1946, beliau menyitir : hal.75. “The writer belonged to the strcly orthodor Shafii Assosiation” – pengarang [maksudnya alm. Ustadz Arsyad] adalah mempunyai organisasi yang panatik kepada mazhab Syafi’i yang kolot/orthodor, ialah oraganisasi  Djamiyatul Washliyah. dikutip dari buku Methode Berpikir Imam Syafi’i, 1982)

Baca Juga :  Al Jam'iyatul Washliyah Adalah Warisan Dari Para Ulama

Untuk mencapai kemajuan Organisasi ini tidak segan-segan mencontoh dari golongan yang berbeda paham bahkan dari golongan yang berbeda agama seperti pihak zending dan lainnya.

Jika melihat aktivitas Al-Jam’iyatul Washliyah seperti diuraikan di atas, maka pengelompokan Al-Jam’iyatul Washliyah ke dalam golongan yang teguh berpegang pada mazhab terlalu umum, karena ia mengikuti salah satu mazhab [Syafi’i] tapi juga mau menerima model pendidikan modern agar dapat mengikuti perkembangan Zaman.

Inilah terlihat terutama dalam langkah-langkah yang diambil Al-Jam’iyatul Washliyah, yang tanpa segan dan malu untuk mengejar kemajuan, bersedia belajar dan mencontoh dari organisasi-organisasi Islam yang berbeda paham, umpamanya dari Muhammadiyah.

Jika Muhammadiyah sebagai pelopor organisasi modern Islam berhasil menerapkan ide-ide Muhammad Abduh, yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan modern [Barat] tidak bertentangan dengan Islam, sehingga ilmu pengetahuan modern perlu mengisi  kurikulum di lembaga pendidikan Islam; maka dapat dikatakan bahwa Al-Jam’iyatul Wshliyah sebagai sebuah organisasi bermazhab [Syafi’i], juga mampu bergerak ke arah itu.

Bahkan Organisasi Islam Al-Jam’iyatul Washliyah ini dapat bergerak lebih maju dengan membuka sekolah umum dengan mamasukan pelajaran agama kedalam kurikulum. Inilah langkah-langkah Al-Jam’iyatul Washliyah dalam rangka mengikuti perkembangan zaman.

Hal ini membuktikan bahwa Organisasi Al-Jam’iyatul Washliyah ini, bersifat terbuka dan tampaknya tidak bersikap apriori terhadap pembaharuan. pungkas Chalidjah.

Nashrun mimanallhi wafathun qariib wabasysyiril mu’minin.

Sumber Referensi:
-Chalidjah Hasanuddin, Al Jam’iyatul Washliyah Api Dalam Sekam, [Bandung: Pustaka,1988].
-Ridwan Ibrahim Lubis, Methode Berpikir Imam Syafi’i Dalam Pembentukan Sikap Mental & Dinamika Hidup, [Jakarta: Dayakami Jakarta, 1982].