Zakat Sebagai Perwujudan Kepedulian Sosial

Religi696 Views

BERBAGI News – “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk [memerdekakan] budak, orang-orang yang berhutang demi berjuang di jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [QS. Al-Tawbah: 9: 60].

ZAKAT- sebagaimana fungsi utamanya menurut Islam-adalah instrumen kepedulian orang-orang kaya yang baik hati untuk mengatasi kehidupan orang-orang miskin, orang-orang yang disinyalir sebagai pengeluarannya lebih besar  dari penghasilannya.

Karena itu, Islam menganjurkan agar kepada merekalah kepedulian itu hendaknya dilimpahkan. Kita tentu mafhum bahwa di mana-mana di dunia ini, anak-anak yatim dan orang-orang terlantar, kaum fakir dan orang-orang jompo selalu menjadi tema kampanye pembelaan pada kandidat presiden dan para politisi yang hendak merayu publik pemilih untuk meraih kursi parlemen.

Tetapi, apa daya, setelah semuanya terjadi, justru nasib mereka tetap menjadi kubangan janji-janji manis dan palsu kemanusiaan itu.

Urgensi Zakat

Ketika Rasulullah wafat, beliau digantikan oleh Abu Bakar, seorang yang lemah lembut lagi perasa. Ia pandai menyembunyikan perasaannya ketika dia marah, pandai pula menahan perasaannya tatkala dia gembira.

Abu Bakar adalah contoh pribadi terbaik setelah Rasulullah yang tegas kepada kebathilan dan santun kepada yang kehaqan. Posisinya sebagai pemimpiñ pengganti Nabi, dianggap lemah oleh sebagian orang, membuat mereka mencoba membangkang membayar zakat.

Namun, Abu Bakar rupanya tahu ke arah mana dia harus bergerak. Tekadnya, “Jika di masa Rasulullah mereka bersedia membayar zakat, sekarang di masa saya mereka menolak, maka pilihannya adalah: perang melawan pembangkang.”

Khalifah Abu Bakar kemudian mengangkat senjata untuk memerangi para pembangkang itu. Sebab, menurut Abu Bakar, persoalan zakat tidak semata-mata memenuhi perintah Allah, tetapi juga karena ia merupakan persoalan penegakan keadilan bagi semua orang.

Baca Juga :  KPK Bulukumba Peduli, Gelar Pelatihan Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban

Dr. Yusuf Qardlawy dalam bukunya “Fiqhul Zakat”, zakat merupakan sarana penertiban sosial, karena itu perlu campur tangan negara untuk mengurusi administrasinya supaya penarikan dan pembagian zakat dapat berjalan dengan baik, tepat sasaran dan berdaya guna kepada yang membutuhkan.”

Al-Qur’an mengingatkan bahwa, “Pada harta-harta orang kaya itu ada hak yang pasti bagi orang miskin, baik diminta ataupun tidak diminta.” [QS. Adz-Dzariyat: 51: 19].

Rasulullah pun mengingatkan hal yang sama; ” …Beritahulah kepada mereka [penduduk Yaman], sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada mereka sedekah [zakat] yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang yang fakir-miskin dikalangan mereka sendiri.” [H.R. Jama’ah].

Perintahnya memang jelas, namun mekanismenya yang belum dikerjakan secara profesional, sehingga wajar jika zakat sampai hari ini belum dilirik sebagai sumber ekonomi umat Islam yang amat potensial untuk di manfaatkan. Dikutip dari Aritikel Qoma Anwar, 2000.

Perwujudan Kasih Sayang

Maka, gerakan membayar zakat semestinya juga merupakan perwujudan dari gerakan kasih sayang dari seseorang kepada orang lain.

Memang betul bahwa2 kasih sayang tidak harus bersifat material, akan tetapi dengan memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain akan lebih menyentuh perasaan orang itu.

Karena bagi orang yang tak berpunya, hal itulah yang amat dibutuhkan. Asalkan pemberiannya tidak diikuti dengan perkataan yang menyakitkan hati.

Pemberian yang didasari semangat  ketulusan tanpa pamrih, tanpa janji-janji politik, tanpa pula mengeksploitasi mereka, niscaya akan mudah mengurangi beban seseorang dalam menerima pemberian itu. [QS. Al-Baqarah:2; 262-264].

Begitu pula orang yang menerima pun dianjurkan untuk tidak mencela pemberian, melainkan mensyukuri dan mendo’akan orang yang memberi agar dia memperoleh balasan yang setimpal.

Baca Juga :  Peranan Muslimah sebagai Agen Perubahan

Al-Qur’an surat Al-Tawbah;9, ayat 58 menegaskan, “Dan di antara mereka ada yang mencela tentang [pembagian] zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya bersenang hati, dan jika mereka

tidak diberi sebahagian dari padanya, serta mereka menjadi pemarah.”

Rasa kemanusiaan merupakan inti dari pemberian zakat itu. Sudah menjadi sunnatullah bahwa ada yang kaya, ada pula yang miskin. Bagi yang mampu, Allah membuka amal shaleh melalui zakat, infak dan shadaqah. Bagi yang tidak mampu, Allah pun membuka pintu berikhtiar mengubah nasib melalui kerja keras dan usaha yang halal, sampai mampu menjadi pemilik tangan di atas.

Karena tangan di atas, bagaimana pun tetap lebih baik daripada tangan dibawah. Menjadi orang dengan kualifikasi sebagai tangan di atas itu, ibarat orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, sebutir benih mampu menumbuhkan tujuh bulir, malah pada tiap-tiap bulir bisa tumbuh seratus biji.

Allah melipatgandakan [ganjaran] bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas [kurnia-Nya] lagi Maha Mengetahui.” [QS. Ali Imran:3: I03]. Bahkan lebih jauh Allah menegaskan bahwa dengan berzakat manusia mampu membersihkan diri, dan orang yang menerima pun ikhlas mendo’akannya.

Karena do’a orang yang menerima itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka yang memberi.” [QS. Al-Tawbah;9: 103].  Wallahu A’lam Bish Shawab. Semoga ada manfaatnya. Aamiin ya rabbal a’lamiin.