Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Kesehatan Mental Remaja di Provinsi NTB

Opini1721 Views

Oleh : Dina Pratama, Program studi Sosiologi Universitas Mataram

BERBAGI News – Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang sangat signifikan pada bidang ekonomi, sosial, politik  maupun kesehatan pada masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Dampak pandemi pada bidang kesehatan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan umat manusia. Karena dampak pada kesehatan yang dialami tidak hanya pada kesehatan fisik namun juga pada kesehatan jiwa seseorang.

Kesehatan merupakan hal yang paling penting bagi individu untuk melakukan berbagai aktivitas setiap harinya. Setelah satu tahun lebih Pandemi melanda negeri ini tidak berlebihan jika penulis menilai adanya dampak negatif  terhadap kesehatan mental warga negara Indonesia terutama dikalangan usia muda di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kesehatan mental adalah keadaan sejahtera dimana setiap individu bisa mewujudkan potensi yang mereka miliki dan kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terkait dengan kesehatan emosional, psikologis dan sosial, dimana individu berfikir, merasakan dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Masalah kesehatan mental terdiri dari stress dan cemas. Stress merupakan tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari diri seseorang. Sementara kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Dalam penelitian laporan data di dunia 16% remaja (10-19 tahun) mengalami masalah terkait kesehatan mental di dunia, 50% masalah kesehatan mental dimulai usia 14 tahun dan sebagian besar kasus tidak terdeteksi dan tidak diobati data di Indonesia riset kesehatan dasar, penduduk Indonesia berumur lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental, pada tahun 2013 mengalami sebanyak 6% dan 2018 mencapai 9,8%. Adanya pandemi covid-19 menimbulkan masalah pada kesehatan mental bersadarkan hasil survei dari Unicef pada 8444 remaja di 9 negara menujukkan 27% remaja melaporkan merasa cemas dan 15% remaja mengalami depresi.

Menurut data rekam medis Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma (RSJM), Prov. NTB Bulan Januari-November didapatkan data pasien rawat jalan dan rawat inap yang terdiagnosa depresi sebanyak 1932 pasien. Dimana pasien yang terdiagosa depresi yang melakukan pengobatan di RSJM Prov. NTB tersebar dalam beberapa kabupaten/kota, dengan jumlah pasien yang telah terdata paling tinggi di daerah Lombok Barat sebesar 12,31%, diikuti dengan Kota Mataram sebesar 9,88%, Lombok Tengah sebesar 8,74%, Lombok Timur sebesar 2,12%, Lombok Utara sebesar 0,87%, Bima dan Sumbawa sebesar 0,20% dan Dompu sebesar 0,05%.

Baca Juga :  Jujur dan Adil

Berdasarkan gambaran diatas dapat dilihat bahwa prevalensi angka gangguan mental emosional (depresi) di Nusa Tenggara Barat cukup tinggi. hal ini disebabkan karena bidang pendidikan yang terbatas pengaksesannya. Keterbatasan pendidikan yang tidak dapat menyalahkan pada segi sarana dan prasarana saja akan tetapi juga pada segi sumber daya manusia dan semangat belajar yang tidak sama antara satu individu dengan individu yang lainnya.

Pada masa Pandemi ini banyak faktor yang dapat menimbulkan terjadinya penurunan kesehatan mental seperti faktor internal yaitu perubahan fisik, emosional, dan sosial seperti pembatasan sosial yang dialami oleh remaja tersebut, sedangkan  faktor eksternalnya tekanan dari teman sebaya, dan penggunakan media sosial yang terlalu lama. Hal-hal yang dapat ditimbulkan oleh Pandemi ini memunculkan respon negatif yang kemudian menjadi sebuah kecemasan atau tekanan terkait dengan ketidakpastian akan lingkungan yang sehat.

Kesehatan mental bukan hal yang dapat di pandang remeh tetapi kesehatan mental adalah hal yang sangat serius dan penting untuk diobati dan dicegah selayakanya kesehatan fisik. Kestabilan kondisi mental seseorang akan berpengaruh terhadap kesehatan fisiknya secara keseluruhan. Rasa takut dan cemas tentu merupakan sebuah respon yang wajar dalam mengahdapi sebuah ancaman. Akan tetapai akan lebih baik dan menguntungkan jika respon ini dapat dikendalikan. Tanda atau gelaja mengalami gangguan mental yaitu seperti pola tidur terganggu, nafsu makan berkurang, tidak semangat, serta khawatir berlebihan. Tanda kecemasan (anxiety) seperti reaksi normal terhadap strees atau waktu-waktu sulit, dipicu oleh streessor tertentu, bisa jadi bermanfaat atau memotivasi, berkurang secara signifikan atau menghilang dari situasi yang membuat strees. Gangguan kecemasan (Anxiety disorder) yaitu gangguan muncul tiba-tiba dan tidak terduga, reson emosional yang intens atau tidak seimbang, berkelanjutan dan bertahan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan, menggangu kehidupan sehari-hari, memiliki gelaja fisik seperti berkeringat, bergetar, pusing, dan deg-degan.

Baca Juga :  Keselamatan Masyarakat Adalah Tanggung-jawab Negara (Sebuah Kajian Sosiologi Hukum atas Reaksi Masyarakat Terhadap Himbauan Pemerintah "Shalat Di Rumah”)

Pandemi COVID-19 menyebabkan adanya pembatasan sosial hal ini memberikan dampak pada kesehatan mental remaja NTB. Manusia adalah mahluk sosial yang selalu merasa nyaman apabila bisa berteman dan melakukan komunikasi dengan sesamanya tak terkecuali bagi anak muda. Dalam kehidupan sosialnya mereka saling sapa, saling tegur, bercengkerama, dan ternyata melalui interaksi semacam inilah virus itu kemudian menyebar. Upaya physical dan social distancing dikatakan merupakan upaya efektif mencegah penyebaran Covid-19.

Harus diakui bahwa kondisi normal baru atau New Normal akan mengakibatkan perubahan sosial, termasuk pola perilaku dan proses interaksi sosial masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa new normal menekankan pada perubahan perilaku masyarakat untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal, namun tetap merujuk pada protokol kesehatan yang kemudian harus menjadi kebiasaan baru. Meskipun demikian, penerapan new normal tidak dapat berjalan dengan maksimal, apabila tidak disertai kedisiplinan tinggi oleh masyarakat, apalagi data kasus Covid-19 sampai saat ini terus menunjukan angka yang fluktuatif. Oleh karena itu, masyarakat harus diedukasi secara terus-menerus untuk menerapkan hidup new normal dalam aktivitas sosial mereka dan perlu membiasakan diri agar disiplin mematuhi protokol kesehatan.

Dikaji secara sosiologis salah satu faktor yang menyebabkan perubahan sosial masyarakat yaitu adanya sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia. Adanya kebiasaan masyarakat pada tahun-tahun sebelumnya  melaukan intraksi sosial setiap hari tanpa adanya pembatasan sosial, namun karena adanya pandemi COVID-19 ini membuat kebiasaan tersebut berubah. Soemardjan seorang tokoh sosiologi Indonesia mengatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Perubahan perilaku masyarakat khushnya remaja tidak melakukan hubungan sosial seperti biasaanya, mereka melakukan interkasi sosial melalui media sosial mereka, sehingga mereka akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk memainkan sosial media mereka, hal ini termasuk ke dalam perubahan sosial yang tidak dikehendaki (Unitended-Change) atau perubahan yang tidak direncanakan (Unplanned-Change). Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau tidak direncakan ini merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan remaja dan dapat menimbulkan Kesehatan mental mereka terganggu kerana adanya tekanan dan kecemasan.

Baca Juga :  Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Pejabat Negara

Pandangan Sosiologi berkaitan dengan teori fungsionalisme Robert K Merton, dimana teori ini merupakan suatu sisitem sosial yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan, setiap struktur dalam sistem sosial adalah fungsional terhadap yang lain, dan konsep-konsep utamanya adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibrium).

Penulis menganggap bahwa kesehatan mental yang terjadi pada kalangan remaja akibat adanya perubahan sosial yang membuat aadanya pembatasan sosial sejak adanya Pandemi COVID-19. Pembatasan sosial yang diterapkan oleh pemerintah untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19. Dampak yang ditimbulkan oleh perubahan sosial ini membuat masyarakat khususnya kalangan muda menjadi tertekan dan merasa cemas karena adanya pembatasan sosial, baik di lingkungan tempat tinggal maupun pada aktivitas di sekolah.

Ada 6 tips cara menghadapi new normal:

  1. Sadari bahwa kecemasan kalian itu normal akan tetapi juga harus cerita kepada orang tua jika ada gejala-gelaja cemas mulai mengganggu karena bisa jadi itu gejala anxiety atau gejala depresi.
  2. Mengalihkan pikiran negatif dengan cara mengerjakan tugas atau nonton tv
  3. Fokus pada diri sendiri, mengerjakan sesuatu sesuai dengan minat atau menggembangkan skill.
  4. Tetap terhubung dengan teman dengan menggunakan sosial media.
  5. Terima perasaan baik senang maupun sedih dan berbuat baik untuk diri sendiri dan orang lainnya.
  6. Mendekatkan diri kepada sang penguasa hidup, yang telah menciptakan dan akan meniadakan kita dalam kehidupan didunia ini. Dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT maka segala sesuatu yang akan kita lakukan tidak akan jauh dan bertentangan dengan ajaran agama serta perintah dari Allah yang maha kuasa.