Lapar dan Dahaga Untuk Allah Semata

Religi477 Views
    Oleh: Ust. H. Aswan Nasution

BERBAGI News – TUJUAN pokok ibadah puasa kita, seperti kata Al-Qur’an, adalah menjadikan kita orang-orang yang bertaqwa atau para muttaqien.

Asal kata taqwa adalah ittaqa yang berarti terpelihara. Artinya, seorang yang bertaqwa selalu terpelihara dari berbagai dosa yang menjerumuskannya ke lembah kesengsaraan.

Seorang yang berpuasa pada hakikatnya sedang memperkokoh tali hubungannya dengan Tuhan Allah SWT.

Dalam sebuah hadits qudsyi Allah berfirman: “Puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan memberikan ganjaran.” Tatkala kita berbuka kita juga membaca do’a, “Ya Allah, aku berpuasa untuk-Mu dan dengan rizki-Mu saya berbuka.”

Jika kita berusaha memperkuat tali hubungan dengan Allah secara langsung, maka dzikir kita atau ingatan kita juga senantiasa terpancang pada-Nya.

Setiap kali kita terdorong oleh nafsu amarah atau nafsu lawwamah untuk melakukan hal-hal yang tidak benar, maka dzikir kita pada Allah itu akan menjadi tembok tangguh yang melindungi kita.

Secara demikian orang yang bertaqwa akan terpelihara dari terjerumus ke lembah dosa. Pelajaran budi pekerti yang diberikan setiap hari atau perbaikan moral dan perbaikan apapun, bila tidak dihubungkan dengan dzikir kepada Allah pada hakikatnya akan menjadi kosong melompong.

Nah, ibadah puasa itu di samping ibadah shalat, memperkuat hubungan kita dengan-Nya. Kita bangun pada dini hari untuk makan sahur semata-mata untuk Allah.

Padahal bagi kebanyakan kita, makan sahur pada pukul 04.00 merupakan pekerjaan yang berat. Mungkin bukan makan sahurnya itu yang berat, tetapi bangun pada saat sedang nyenyaknya tidur itulah yang kita rasakan berat.

Di waktu siang kita tetap bekerja dengan sedikit menahan lapar dan dahaga. Lapar dan dahaga itu juga semata-mata untuk Allah.

Baca Juga :  Kunci Sukses Menurut Pandangan Islam

Pendek kata selama kita berpuasa- apakah sedang berpuasa wajib di bulan Ramadhan atau berpuasa sunat di waktu yang lain – hubungan kita dengan Allah terasa lebih akrab.

Kita dapat merasakan betapa benarnya kata Allah bahwa Dia lebih dekat dengan kita daripada urat leher kita.

Kehidupan yang tergelar di depan kita cenderung membuat silau kita. Apalagi di zaman yang kata orang banyak dikuasai oleh maddiyah atau materialisme itu.

Kata Al-Qur’an, “Hanyalah dunia itu kesenangan yang menyesatkan”. Orang yang berpuasa, mata hatinya akan lebih tajam untuk menghadapi kesenangan-kesenangan yang menjerumuskan itu.

Dengan mata hati yang tajam itu orang yang berpuasa akan lebih mudah memelihara, menjaga atau memagari dirinya dari godaan keduniawian yang menyesatkan.

Bila Al-Qur’an menyatakan bahwa puasa itu dapat membentuk kita menjadi para muttaqien atau orang-orang yang terpelihara [dari dosa], maka Al Qur’an itu memang benar sepenuhnya.

Terpulang pada kita masing-masing untuk menjalankan puasa sebaik-baiknya agar kita memiliki pagar pengaman dari berbagai dosa. Supaya kita tetap terpelihara.

Aamiin ya rabbal a’lamiin.
Wallahu a’lam bish shawab.
Selamat membaca, semoga bermanfaat.