Kajian Ramadhan: Nuzulul Qur’an dan Epistemologinya

Agama443 Views

BERBAGI News – Para pakar mengetengahkan bahwa epistemologi terambil dari kata Yunani kuno epistime yang berarti pengetahuan dan logos yang bermakna ilmu. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata tersebut dimaknai sebagai satu bagian dari bahasan filsafat yang membahas dasar dan batas pengetahuan. Dalam bahasa Inggris, disebut dengan theory of knowledge, sementara perspektif Islamnya dinamakan nazhariyah al-ma’rifah.

Artikel sederhana ini, saya awali dengan penjelasan singkat wawasan al-Qur’an tentang epistemologi yang terdapat didalamnya, diantaranya ayat yang menjelaskan tentang proses penciptaan alam dan manusia secara ilmiah. Mengapa demikian? Saat saya mengisi kajian dan pengajian Ramadhan, sengaja mengekplorasi korelasi kitab suci al-Qur’an dengan epistemologi usai shalat tarawih yang bertepatan dengan malam “Nuzulul Qur’an”.

Dalam kesempatan tersebut, saya menjelaskan bahwa bulan ramadhan itu juga populer dengan sebutan bulan al-Qur’an (Syahrul Qur’an) sebab Allah berfirman,

“Pada bulan ramadhan diturunkannya al-Qur’an…”

Yaitu kitab suci yang terjaga dan terpelihara keaslian dan keorsinalitasnya sejak diturunkannya hingga datangnya hari kiamat. Kitab suci al-Qur’an yang menjadi petunjuk hidup (Hudan) bagi orang yang beriman supaya mendapatkan anugerah kehidupan yang damai sentosa dunyan wa ukhran.

Hanya saja, tidak sedikit al-Qur’an dijadikan ajang kejar setoran dan deadline waktu harus khatam, kendati demikian itu tidak sepenuhnya salah. Padahal tujuan utama diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk sebagaimana firman Allah SWT.

“Alif laam miim. Kitab ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah:1-2)

Selain dari itu, fungsi dari al-Qur’an juga sebagai peringatan dan nasehat kepada manusia. Tentu, dalam konteks ini umat Islam seyogyanya memahami isi kandungannya bukan sekedar balapan siapa paling banyak khatamnya. Hal ini, senada dengan firman Allah SWT.

Baca Juga :  MUI Lobar Sosialisasi Tiadakan Sholat Jum'at, Warga Demo

“Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan didalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu, dan menjadi pelajaran bagi orang yang beriman.”(QS. al-A’raf:2)

Dalam kesempatan itu juga, saya menjelaskan pengalaman pribadi saat melakukan terapi qur’ani bagi mereka yang mengalami penyakit medis ataupun penyakit non medis. Sejalan dengan firman Allah SWT.

“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan Rahmat bagi orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang yang dzalim selain kerugian.” (QS. al-Isra’:2)

Nah pertanyannya yang paling mendasar pada momentum malam “Nuzulul Qur’an” ini, dimana negara yang muslimnya terbanyak di dunia adalah Indonesia. Jumlah umat Islamnya lebih dari 180 juta jiwa.

Dari jumlah tersebut, berapa yang bisa membaca al-Qur’an?Dan dari yang bisa membaca al-Qur’an, berapa yang membiasakan diri membaca al-Qur’an?Berapa yang bisa memahami maknanya? Dari sekian orang yang sudah bisa memahami maknanya, berapa yang bisa menafsirkan dan mengerti asbabun nuzulnya?Dari jumlah yang mengetahui tafsirnya, berapa orang yang mengamalkannya?

Pertanyaan berikutnya, apakah kita sudah menjadikan al-Qur’an sebagai bacaan? Apakah kita sudah menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk? Apakah kita sudah menjadikan al-Qur’an sebagai obat penyakit dalam hati kita?

Kita sadari dan kita akui, bahwa tidak sedikit umat Islam di Indonesia yang buta huruf al-Qur’an. Terus terang, umat Islam di Indonesia lebih banyak yang rajin membaca al-koran daripada membaca al-Qur’an. Tentu, ini menjadi tanggung jawab kita semua agar umat Islam melek al-Qur’an.

Sebagian umat Islam menjadikan al-Qur’an sebagai simbol-simbol belaka tanpa makna. Ada yang menjadikan al-Qur’an hanya sebagai mahar pernikahan, aksesoris rumah tangga, ring tone dalam hand phone, dan ada yang menjadikan al-Qur’an hanya untuk menyumpah seseorang yang menduduki jabatan dan lain sebagainya.

Baca Juga :  Menyambut Bulan Maulid Dengan Meningkatkan Amal Sosial

Oleh sebab itu, dalam momentum Nuzulul Qur’an ini, saya menghimbau dan mengajak para diri saya sendiri dan keluarga besar serta pembaca budiman artikel sederhana ini, untuk menempatkan kitab suci al-Qur’an sebagaimana mestinya. Kita budayakan membaca dan menghayati (tadabbur) al-Qur’an sehari-hari. Sebab Allah SWT berfirman;

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu (amalkan isi kandungannya).” (QS. al-Qiyamah:17-18)

Usai pengajian dan kajian Nuzulul Qur’an, ditutup dengan tasyakuran (selamatan) makan bersama sebagai bentuk rasa terima kasih atas segala nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua yang telah memberikan Maunah dan Inayah-Nya berupa kemampuan dan kekuatan menjalan rentetan ibadah dibulan suci ramadhan. Semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT. dan semoga kita mendapatkan syafaat al-Qur’an al-Karim. Amin.

Salam, al-Mihrab Foundation. Prajekan, 17 Ramadhan 2022.