Secercah Maaf

Religi629 Views

BERBAGI News – MEMAAFKAN (kesalahan) orang lain adalah salah satu anjuran ajaran Islam dan merupakan perbuatan yang amat mulia. Namun, memaafkan (kesalahan) orang lain tidaklah mudah diwujudkan.

Dalam kehidupan sehari-hari mungkin kita banyak melakukan perbuatan yang menyinggung persaan orang lain, baik secara sengaja maupun tanpa disengaja. Tapi yang pasti manusia sebagai makhluk yang dha’if pasti pernah berbuat salah, karena manusia bukanlah makhluk bebas dari dosa (ma ‘sum).

Ini tidak berarti tindakan pembenaran (justifikasi) terhadap perbuatan manusia yang boleh melakukan kesalahan. Karena merupakan sunnatullah bahwa makhluk Allah yang terus-menerus berbuat salah adalah syetan.

Sebagai makhluk yang lemah, tidak mungkin dapat menghindarkan diri dari godaan-godaan untuk berbuat salah, karena memang sudah menjadi komitmen iblis untuk senantiasa menjerumuskan manusia yang berusaha mendekatkan diri pada Allah SWT. (QS. Al Nas: 4-6).

Dalam ayat al-Qur’an dinyatakan bahwa, “Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa”. Dalam konteks ayat ini paling tidak ada dua syarat yang mesti yang dilakukan oleh manusia jika hendak memperoleh ampunan Allah SWT.

Pertama, manusia menyadari kesalahan atas perbuatan yang lalai memenuhi panggilan Allah, karena itu segera memohon ampun. Kedua ampunan Allah secara otomatis, jika manusia telah saling memaafkan.

Upaya untuk Saling memaafkan di antara sesama manusia adalah merupakan perbuatan yang sulit, karena boleh jadi latar belakang kehidupan manusia yang berbeda baik agama, etnis maupun pendidikan seeta kualifikasi sosial-politik, dan lain-lain; membuat manusia memperoleh kendala psikologis untuk menyatakan maaf yang tulus antar sesama.

Untuk itu, sebaiknya setiap orang mempelajari pengalaman spiritual, karena persoalan maaf-memaafkan bukanlah urusan perkataan, melainkan adanya suasana batin (moods) yang mampu mendorong terciptanya kesadaran yang tulus, sehingga batin kita benar-benar merasakan ketenteraman (tathma ‘innul qulub), karena merupakan janji Allah terhadap orang yang mampu mengkonsentrasikan diri unyuk mengingat Allah (dzikir), maka hatinya menjadi tenteram. (QS. Al-Ra’d: 28).

Baca Juga :  Jika Berbagi, Berikanlah Yang Terbaik

Oleh karena itu, ada beberapa kiat yang dilakukan sebagai alternatif agar kita tidak terjebak dan tidak mubadzdzir terhadap ungkapan maaf, antara lain: ” menyampaikan maaf dengan tulus ; dan menyegerakan memberi maaf”.

Ungkapan maaf dengan niat yang tulus. Maksudnya, menyatakan maaf dengan niat yang tulus-ikhlas adàlah suatu ungkapan hati nurani yang pada dasarnya ketia akan menyampaikan maaf, seorang berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Dengan kata lain orang yang beriman itu tidak boleh terperosok dalam satu lobang sampai dua kali. Artinya, sebagai orang yang beriman tidak selayaknya melakukan kesalahan yang sama dua kali.

Dengan demikian, ungkapan maaf sebagai pernyataan hati nurani merupakan bagian integral dari nilai-nilai iman yang terinternalisasi dalam prilaku keseharian. Karena kta yakin melalui shalat secara rutin, untik tidak mengatakan perbuatan yang rutinitas sebagai suatu kewajiban dan kebutuhan, melainkan dilakukan sebagai konsekwensi dari ungkapan seperti do’a iftitah dalam shalat: “sesunguhnya shalatk, ibadahku, hidup dan matiku, kuserahkan kepada Allah semesta alam”.

Ungkapan maaf dengan segera. Artinya, menyatakan maaf sebaiknya dilakukan sesegera mungkin, ketika merasa melakukan kesalahan.
Karena menunda untuk meminta maaf seperti momentum pada bulan Syawal, setiap tahun dipandang perbuatan yang kurang bijak. Karena boleh jadi usia kita tidak sampai Syawal tahun depan.

Rasulullah Saw membuat tradisi maaf-memaafkan antara sesama merupakan tradisi yang mulia ketika akan memasuki bulan suci Ramadhan, sehingga ketika berpuasa diri kita telah bersih dari noda dan dosa.

Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan diampuni dosa-dosa yang telah lalu”. Karena itu, muncul sebuah pertanyaan menarik: adakah Allah mengampuni dosa seseorang bila mana antara sesama manusia masih berdosa, karena belum saling memaafkan, tanpa kecuali antara tua dan muda? Bila yang tua berbuat salah, maka harus lebih dahulu mengulurkan tangan, jangan merasa “mentang-mentang” lebih tua lalu “harus menunggu” didatangi.

Baca Juga :  Bulan Ramadhan dan Al-Qur'an

Demikian juga antara atasan terhadap bawahan. Kalau atasan berbuat salah, segeralah meminta maaf kepada bawahan. Jangan “mentang-mentang” atasan, merasa benar melulu, sehingga tradisi meminta maaf hanya berlaku bagi bawahan. Demikian sebaliknya bila bawahan berbuat salah, segeralah minta maaf.

Walahu a’lam bish shawab.