Haji Meningkatkan Jiwa Berjuang dan Pengorbanan

Agama390 Views

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, beràt terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang beriman.” (QS. At Taubah [9] : 128).

BERBAGI News – TERBILANG Ratusan Ribu para jamaah haji Indonesia berangkat jauh-jauh dari Indonesia meninggalkan tanah air, keluarga, sanak famili dan saudara menuju ke tanah haram ke Baitullah, meluangkan waktu dan mengorbankan biaya dan tenaga.

Namun alhamdulillah, semua pengorbanan besar itu, insya Allah kemudian akan menjadi berbuah nikmat, berbuah kebahagiaan. Maha Suci Allah yang mengangkat derajat seseorang melalui ibadah haji dengan pengorbanannya yang dia berikan.

Kita harus sadar bahwa setiap orang yang mulia itu berbanding lurus dengan tingkat perjuangan dan pengorbanannya.

Bila kita mau melihat sejarah hidup para Nabi ‘alaihussalam. Sepanjang hayat mereka berjuang dan berkorban demi menegakkan kalimat Allah.

Maka dengan semua kesungguhan itu Allah berkenan memuliakannya. Sampai detik ini tidak ada yang berkurang dari kemuliaan para nabi dan rasul itu.

Atau lihatlah diri Rasulullah Saw. Sejak diangkat menjadi rasul hingga wafat, hidupnya itu dibaktikan untuk perjuangan. Menjelang wafatnya, beliau masih sempat berucap penuh gelisah: “Ummati, ummati, ummati!” (Ummatku, ummatku, ummatku).

Oleh karena itu, jangan berharap kemuliaan apapun jika sepulang dari tanah suci kita hanya sibuk memikirkan diri sendiri, lalu acu tak acuh dengan nasib orang lain.

Mimpi dan mimpi belaka, kita dapat kemuliaan jika hanya gelisah dengan kepentingan sendiri. Kemuliaan hanyalah milik orang-orang yang paling banyak berbuat dan berjuang untuk kemaslahatan orang banyak.

Sudah saatnya kita merasa bahagia dengan berkorban untuk orang lain. Demikian pula seharusnya kita merasa sangat nikmat ketika makanan yang kita kumpulkan setiap hari bisa dinikmati oleh banyak orang.

Bahkan andai kita hanya kebagian sedikit atau separuh saja. Kita harus merasa nikmat kalau rumah kita yang dengan susah-payah kita bangun, menjadi penuh sesak oleh anak-anak yatim, janda atau siapapun yang ingin berteduh di rumah kita.

Kebahagiaan itu harus kita pahami bukan karena keberhasilan kita mengumpulkan sesuatu, namun lebih sebagai kesempatan bisa berkorban sesuatu untuk orang lain.

Lihatlah, ketika para jamaah haji sangat merasa bahagia, padahal mereka jauh dari Indonesia, tanah airnya, tubuhnya lelah dan capek. Ternyata memang, Allah memuliakan seseorang bukan dari kekayaan yang ia kumpulkan tapi dari kekayaan yang ia belanjakan di jalan kebaikan.

Oleh karena itu, hendaknya berjanjilah kepada diri sediri di tanah suci, untuk menata hidup dengan memperbanyak pengorbanan demi kebaikan orang lain.

Rasulullah Saw bersabda, “Khairukum anfa’uhum linnas”. Sebaik- baik kalian adalah mereka yang lebih banyak manfaatnya bagi umat manusia.

Dengan harapan sepulang dari tempat yang suci dan penuh keberkahan ini, jangan sampai kita termasuk orang-orang yang dihinakan Allah.

Tapi jadikanlah diri kita sebagai jalan manfaat bagi orang lain. Laksana cahaya matahari yang menerangi bermiliyar umat manusia di bumi, mengeringkan tubuh-tubuh yang basah, menghangatkan setiap yang kedinginan, memunculkan biji, buah dan makanan.

Itulah visi hidup rahmatan lil alamiin. Hidup semacam inilah yang saat ini sangat dirindukan oleh umat, menjadi cahaya kasih sayang bagi segenap penjuru alam.

Wallahu a’lam bish shawab.
Selamat membaca dan Semoga bermanfaat.

Baca Juga :  PWM NTB: Titik Lokasi Pelaksanaan Sholat Idul Adha 1443H di Pulau Lombok