Pola Hidup Tidak Sehat Sebabkan Kurangnya Energi Kronik pada Remaja

Opini347 Views

BERBAGI News – Gaya hidup atau lifestyle yang dimiliki oleh remaja di zaman sekarang ini pastinya berbeda jauh dengan remaja di zaman dahulu. Seperti yang kita ketahui bersama di zaman sekarang ini banyak kita lihat di sekitar kita semua sesuatu serba instan dan praktis. Salah satu nya adalah makanan.

Kita bisa menemukan banyak makanan cepat saji di cafe-cafe atau rumah makan dengan berbagai macam menu yang di sediakan. Namun tentu saja keberadaan dari makanan fast food atau cepat saji ini tidak menyehatkan bagi tubuh kita.  Tetapi, mengapa banyak kita temui dari usia anak-anak sampai dewasa cenderung menyukai makanan fast food?. Ini tentu saja karena Makanan cepat saji biasanya mengandung penyedap yang membuat rasanya lebih enak di lidah dibandingkan dengan makanan sehat. Karena itu, anak-anak bahkan dewasa cenderung lebih menyukai makanan cepat saji dibandingkan makanan sehat, seperti sayur dan buah.

Makanan cepat saji seperti junk food atau di sebut juga dengan makanan ringan tidak baik untuk tubuh karena makanan ringan mengandung kalori, lemak, dan karbohidrat  yang tinggi sehingga mampu menyebabkan lonjakan gula darah dalam tubuh . Jika sering dikonsumsi, lama-kelamaan hal tersebut dapat menyebabkan gangguan pada insulin. Akibatnya, akan berisiko lebih besar terkena resistensi insulin dan diabetes tipe 2. 

Dalam Journal of Community Engagement in Health menerangkan bahwa junk food merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan kelompok makanan yang gizinya sedikit atau bahkan tidak ada kandungan gizi nya. Makanan junk food sendiri akan memberikan dampak buruk seperti, mengakibatkan peningkatan lemak badan yang tidak seimbang, sehingga bisa terjadi penuaan dini, peningkatan penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner dan kanker. Tidak hanya itu juga kandungan lemak pada junk food berpotensi menaikkan lemak tubuh yang dapat membuat peningkatan berat badan yang berujung pada obesitas. Serta kandungan nutrisi yang rendah pada junk food dapat membuat kita merasa lapar lebih cepat.

Baca Juga :  Pendidikan yang Merata dan Berkualitas untuk Semua

Remaja sangat rentan terkena penyakit yang disebabkan oleh infeksi, kecelakaan, defisiensi nutrisi, pertumbuhan yang kurang optimal serta kekurangan gizi yang merupakan masalah yang paling utama. Pola makan dan aktivitas fisik pada remaja sangat mempengaruhi kesehatan dan kecukupan asupan zat gizinya. Kebutuhan zat gizi berupa energi, protein, zat besi, kalsium dan yang lainnya meningkat pada masa remaja untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Masalah gizi yang sering terjadi pada remaja adalah kurangnya asupan zat gizi yang dapat memicu terjadinya kurang energi kronis (KEK) serta anemia sebagai akibat kekurangan zat besi. Seseorang dikatakan memiliki risiko KEK jika LILA < 23,5 cm (Depkes RI,2012). Kurang energi kronis pada orang dewasa dapat pula diketahui dengan indeks massa tubuh (IMT) yang diukur dari perbandingan antara berat dan tinggi badan. Jika IMT kurang dari 18,5 dikatakan sebagai KEK (Husaini, 2003 dalam Novitasari, 2016). Remaja yang mengalami KEK banyak terjadi disebabkan oleh asupan energi dan protein yang kurang. Rendahnya asupan energi dan protein sebagai makronutrien dapat berkontribusi terhadap rendahnya asupan mikronutrien.

Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang diantaranya adalah kurangnya pengetahuan orang tua mengenai bahan makanan yang banyak mengandung gizi, kebiasaan atau pantangan makanan yang masih terjadi dipedesaan, keterbatasan penghasilan keluarga, penyakit, dan pola konsumsi makanan. Selain itu status gizi remaja dipengaruhi oleh faktor keturunan, gaya hidup (life style) dan faktor lingkungan. Kebiasaan makan dan gaya hidup seperti citra tubuh (body image) dan aktivitas fisik akan mempengaruhi jumlah asupan konsumsi makanan dan zat gizi. Asupan energi kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan terjadi penurunan status gizi yang dapat menyebabkan penurunan berat badan dan memicu rendahnya simpanan energi dalam tubuh.

Baca Juga :  Memimpin Dengan Kelembutan Hati

Kekurangan gizi yang dialami pada saat remaja khususnya remaja putri sebelum kehamilan sangat berisiko bagi pertumbuhan dan perkembangan janin yang akan dilahirkan seperti terjadinya prematuritas dan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) maupun penurunan kesegaran jasmani. Di Indonesia banyak terjadi kasus kekurangan energi kronis terutama yang disebabkan karena kurangnya asupan gizi seperti energi protein, sehingga zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak tercukupi.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidaktahuan remaja terhadap Kekurangan Energi Kronik ini dapat berupa pendidikan keseahatan tentang masalah KEK pada remaja. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu : Penyuluhan, pelatihan, konseling, konsultasi, dan memanfaatkan media cetak maupun elektronik. 

Proses pendidikan kesehatan dengan penggunaan media merupakan alternatif pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan para remaja, sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan, penalaran dan keterampilannya dalam meningkatkan pegetahuan remaja tentang kekurangan energi kronis.

Selain itu juga dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di dalam Pasal 141 ayat 2 yang menyebutkan bahwa peningkatan mutu gizi dapat dilakukan melalui empat pilar yaitu:

  1. perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang;
  2. perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan;
  3. peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi;
  4. dan peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

Menurut Poltekkes Depkes Jakarta, Kebutuhan gizi pada masa remaja lebih tinggi daripada masa kanak-kanak dikarenakan adanya pertumbuhan pubertas, perubahan komposisi tubuh, mineralisasi tulang dan perubahan aktivitas fisik. Terpenuhinya kebutuhan zat gizi merupakan hal yang perlu dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik. (Nur)