Upaya Menekan Angka Perkawinan Anak di Lombok

Opini637 Views

BERBAGI News – Lombok terkenal dengan wisatanya yang sangat indah bahkan menarik banyak wisatawan mancanegara. Namun, siapa sangka dibalik keindahannya terdapat kenyataan pahit didalamnya. Kasus perkawinan anak di Lombok mengalami peningkatan selama pandemi covid-19.

Menurut data Kantor wilayah Kementrian Agama Provinsi NTB terdapat 139 kasus perkawinan anak pada tahun 2019, Kota Mataram sebanyak 6 kasus, Lombok Barat – KLU sebanyak 69 kasus, Lombok Tengah sebanyak 33 kasus dan Lombok Timur sebanyak 31 kasus. Angka tersebut mengalami peningkatan hampir 3 kali lipat pada tahun 2020. Terdapat total sebanyak 334 kasus, Mataram sebanyak 8 kasus, Lombok Barat – KLU sebanyak 135 kasus, Lombok Tengah sebanyak 148 kasus dan Lombok Timur sebanyak 43 kasus. Jumlah angka tersebut hanya yang tercatat oleh Kanwil Kementrian Agama belum lagi jika dihitung dengan kasus pernikahan non KUA.

Pada awal tahun 2020 pandemi covid-19 menyerang aspek kehidupan manusia baik itu kesehatan, pendidikan, sosial bahkan ekonomi. Hal ini mengakibatkan para pelajar harus menjalankan kegiatan belajarnya secara daring/online dirumah.

Proses pendidikan tidak efektif ditengah pandemi serta pembelajaran jarak jauh yang diterapkan pemerintah ternyata menimbulkan kejenuhan bagi pelajar hingga tak jarang pelajar malah memilih bermain game atau chatting dengan kekasihnya daripada mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara online. Didukung pula dengan ketersediaan waktu luang penggunaan gadget para pelajar dengan mudah mengakses konten porno yang bersebaran di internet. Lebih mengejutkannya lagi banyak para pelajar di Lombok yang memutuskan untuk menikah lantaran bosan belajar online. Hal tersebut mengakibatkan pada tahun 2020 angka perkawinan anak semakin meningkat. Ratusan anak mengajukan dispensasi nikah dalam waktu kurang dari satu tahun.

Tingginya angka tersebut menimbulkan rasa kekhawatiran dikarenakan dampak perkawinan anak sangat mempengaruhi tingkat pendidikan dan ekonomi bagi para pelakunya seperti meningkatnya angka kemiskinan, putus sekolah bahkan kesejahteraan dan taraf hidup bagi generasi yang dihasilkannya. Diantara dampak buruknya perkawinan usia anak adalah kehilangan kesempatan pendidikan.

Baca Juga :  Eksistensi Pengobatan Mertuq Pada Suku Sasak

Penyebab terjadinya perkawinan anak

Ada banyak faktor yang menyebabkan perkawinan anak terjadi. Yang pertama, faktor lingkungan dan pergaulan. Pergaulan bebas serta lingkungan yang mewajarkan perkawinan anak tentu sangat berpengaruh, bahkan beberapa daerah di Lombok sudah menjadikan perkawinan anak sebagai budaya turun temurun bahkan sesuatu yang tidak perlu dipandang sebagai suatu masalah. Tentu hal ini diartikan sebagai lampu hijau bagi para remaja dibawah umur untuk menikah tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi.

Pada tahun 2008 KPAI merilis laporan tentang anak-anak sekolah menengah pertama (SMP) bahwa 97% diantaranya mengaku pernah menonton film porno dan 93,7% mengaku pernah berciuman serta happy petting alias bercumbu berat dan lebih mengejutkannya lagi 62,7% remaja SMP mengaku sudah tidak perawan. Apakah data tersebut masih relevan untuk mengetahui kondisi remaja saat ini? Bukan lagi saatnya mempertanyakan data tersebut masih relevan atau tidak. Tetapi, data tersebut dapat menjadi sebuah peringatan untuk kita bahwa generasi muda di Indonesia berpotensi mengalami kerusakan moral.

Faktor kedua yakni pendidikan. Metode pembelajaran disekolah belum sepenuhnya mendukung pencegahan perkawinan usia anak. Tidak ada edukasi secara khusus tentang dampak buruk perkawinan anak atau pembekalan sex education yang cukup terhadap remaja yang sudah mengalami pubertas. Terlebih saat pandemi melanda diberlakukannya sistem BDR (Belajar Dari Rumah) membuat pendidikan tidak berjalan dengan semestinya. Pendidikan yang harusnya bukan hanya mentransfer ilmu tetapi juga mentransfer nilai moral dan pendidikan karakter. Tapi pada kenyataannya BDR dilakukan hanya sebatas transfer ilmu saja tanpa dibarengi dengan pendidikan karakter.

Faktor ketiga yakni pola asuh dan keharmonisan keluarga. Pola asuh yang diterapkan orang tua dapat mempengaruhi bagaimana proses kedewasaan anak. Kedewasaan inilah yang nantinya akan berperan penting bagi anak dalam mengambil keputusan. Semakin ia dewasa, semakin matang cara berpikirnya. Pola asuh yang salah dapat menyebabkan anak menjadi pribadi yang sembrono dan terburu-buru mengambil keputusan, tidak berfikir panjang bahkan tidak kritis dalam menghadapi problematika kehidupan. Hal penting lainnya adalah pendidikan seks keluarga. Jarang ada orang tua yang terbuka dengan anaknya mengenai seks, padahal membicarakan tentang seksualitas manusia dengan anak sangatlah penting. Nantinya setiap anak akan belajar tentang seks, tapi apa yang mereka pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya berbeda. Jika orang tua tidak mengajarinya sex education sejak dini, maka bisa jadi anak akan mempelajarinya dari orang lain. Informasi seks yang nantinya akan diterima bisa menjadi boomerang apabila hal tersebut jauh dari pengawasan orang tua. Begitu juga dengan keharmonisan rumah tangga yang cukup berpengaruh terhadap kematangan emosional anak. Tidak sedikit yang kita temui, anak yang broken home rentan mengalami gangguan kepribadian, menggunakan narkoba, seks bebas yang menyebabkan hamil diluar nikah sehingga banyak pula yang menikah jalur MBA (Married By Accident).

Baca Juga :  Pengaruh Musim Hujan Terhadap Masyarakat Desa di Lombok Timur

Faktor yang terakhir yakni ekonomi. Terdesak kebutuhan ekonomi keluarga yang membuat banyak anak tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Tidak ditopang dengan pendidikan yang layak ditambah lagi kondisi yang memaksa mereka untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga dan akhirnya masuk kedalam ruang kemiskinan. Bagi seorang anak perempuan, menikah dianggap sebagai solusi yang tepat untuk meringankan beban yang dialaminya. Pola pikir tujuan menikah bahwa beban hidup akan berkurang karena ada yang menafkahi justru menimbulkan beban dan tanggungjawab baru.

Upaya pencegahan perkawinan anak

Pada tahun 2021 DPRD telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Perda ini diharapkan tidak hanya menjadi peraturan dalam bentuk tertulis tetapi juga mempunyai implementasi yang nyata dalam menekan angka perkawinan anak di Lombok. Salah satu langkah yang luar biasa dari Pemerintah NTB yang patut diapresiasi dan diberi dukungan secara penuh.

Untuk menyelamatkan masa depan generasi muda dari dampak menyeramkannya perkawinan anak bukanlah tanggungjawab pemerintah atau lembaga pemerhati isu tersebut saja, melainkan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu perlunya kerjasama dan komitmen bersama agar Lombok dengan keindahan wisatanya juga sebanding dengan masa depan generasinya.

Upaya mencegahnya ialah yang pertama, melakukan edukasi terhadap remaja baik perempuan maupun laki-laki agar melek terhadap besarnya resiko perkawinan anak baik dari aspek agama, kesehatan, ekonomi, pendidikan dan aspek kehidupan lainnya. Melakukan pembekalan pranikah yang tepat sehingga remaja menyadari pentingnya menikah dengan kesiapan dan perencanaan yang matang.

Kedua, Mengubah pola pikir yang berkembang mengenai pendidikan seks yang dianggap tabu padahal menjadi problem sejuta ummat. Mengajari anak sedini mungkin tentang seksualitas manusia dan menjadikan sex education bagian dari kurikulum pembelajaran di sekolah, di lingkungan rumah hingga di lingkungan masyarakat.

Baca Juga :  Hari Pers Nasional : Konsistensi Menyebarkan Informasi Positif, Faktual dan Terpercaya

Ketiga, Menjaga diri sendiri dan orang-orang terdekat dari bahaya pergaulan bebas, tontonan berbau porno yang merusak otak dan menimbulkan kecanduan hingga melakukan masturbasi dan tindak kriminal (pemerkosaan dan kekerasan) serta lingkungan yang tidak sehat.

Yang terakhir, kesediaan lapangan kerja dan beasiswa bagi para remaja yang baru menyelesaikan pendidikan SMA/SMK dan tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan meningkatnya peluang ekonomi dan terbukanya peluang pendidikan hal tersebut tentu menjadi harapan baru bagi para remaja untuk mematangkan finansial dan keilmuan sebelum memulai kehidupan pernikahan lebih baik. (Ais)