Ketika Tangan Berbagi Harta, Hati Terasa Bahagia Tiada Tara

Agama485 Views

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan pembayarannya kepada mereka. Dan bagi mereka pahala yang banyak.” [QS. Al-Hadid: 18].

MENAFKAHKAN harta pada orang-orang yang telah ditentukan Allah haruslah dengan keridhaan, karena Allah semata. Janganlah menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.

Orang yang menginfaqkan harta tapi mengiringinya dengan rasa riya, ingin dipuji dan disanjung, Allah SWT umpamakan seperti meletakkan tanah di atas batu licin, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat hingga bersih dan licin kembali. Suatu kerugian perniagaan bila demikian halnya. Bukan keuntungan yang didapat, tapi ke bangkrutan.

Orang seperti demikian, Allah gambarkan pula seperti seorang yang mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Kebun itupun ditumbuhi pula segala macam buah-buahan.

Orang tersebut umurnya semakin tua, sedang dia mempunyai anak yang masih kecil-kecil. Kebun tersebut sudah dipersiapkan untuk bekal anak-anaknya. Namun tiba-tiba ditiup angin keras yang mengandung api, hingga terbakar.

Sedang harta yang dinafkahkan hanya untuk Allah. Dia umpamakan seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram air hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiramnya, maka hujan gerimis pun sudah cukup memadai.

Inilah perniagaan yang sangat menguntungkan. Perolehan labanya berlipat-ganda. Hasil perdagangan yang memuaskan, menenteramkan dan menyenangkan.

Dengan rasa ridha dan ikhlas dalam menafkahkan harta, akan muncul suatu kenikmatan yang begitu besarnya. Jiwa dan hatinya terasa lapang dan bersih. Ada muncul ketenangan, keteguhan dan kenyamanan hidup, dan perasaan yang selalu memberikan hiburan tersendiri.

Yang dapat beramal seperti itu hanyalah orang yang memiliki iman di hatinya. Tanpa iman, berinfak dan berbagi harta kepada sesama hanya perhitungan untung rugi di dunia.

Orang-orang kafir menafkahkan hartanya selalu mempunyai harapan-harapan di balik itu. Ada strategi dan nilai politisnya. Ada tujuan dan cita-cita yang akan digapai. Ada keinginan yang harus terealisir, dst.

Dalam menginfaqkan harta jangan sampai salah alamat. Berikanlah kepada orang-orang yang telah Allah kabarkan dalam al-Qur’an. Allah memerintahkan untuk menhinfaqkan harta kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang sedang dalam perjalanan, orang-orang yang meminta- minta, orang-orang fakir yang terikat jihad di jalan Allah dan orang-orang yang terlilit utang.

Tidak tepat sasaran bila menginfaqkan harta kepada orang-orang yang mampu dan tidak membutuhkannya. Atau kepada orang-orang yang telah mencicipi kesenangan dunia dan bergelimang dengah harta kekayaan. Pemberian yang salah alamat itu hanya menghasilkan kesia–siaan karena Allah tidak mensyariatkannya.

Berinfaq pada dasarnya suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Fungsinya agar hamba- hamba Allah merasa terus berhubungan mesra dengan penciptanya.

Supaya terasa bahwa Allah itu selalu mengiringi gerak langkah yang kita ayun. Kemana saja berjalan dan di mana saja berada, senantiasa Allah mengawasi dan mendampingi. Itu yang perlu selalu dirasakan.

Fungsi lain dari infaq adalah sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul, dan untuk memperoleh rahmat dari Allah berupa surga. Bila kita termasuk orang-orang yang didoakan Rasululullah Saw niscaya akhir dari kehidupan kita akan memperoleh kebahagiaan, kesenangan dan kenikmatan yang tiada tara.

Wallahu a’lam bish shawab
Selamat membaca semoga bermanfaat.

Baca Juga :  Bekerja Demi Kejayaan di Bumi dan Akhirat