Perang Timbung, Sarana Tolak Bala dan Jalin Silaturahmi di Desa Pejanggik

Lombok Tengah, BERBAGI News – Prosesi Perang Timbung yang digelar warga Desa Pejanggik Kecamatan Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah setiap bulan empat atau muharram/asyura sesuai penanggalan hijriyah yang pelaksanaanya di sekitar area pemakaman Serewa menjadi salah satu upaya warga menolak bala bencana selain sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen.

“Biasanya sebagai upaya tolak bala atau bisa bentuk syukuran,” kata Muhsin, salah seorang warga yang ikut menyaksikan prosesi Perang Timbung, Jumat (19/08/2022).

Pernyataaan Muhsin dikuatkan oleh juri kunci makam Serewa, Satre, menurutnya, perang Timbung merupakan upaya dari Datu (Raja) Pejanggik dalam  menjalin silaturahim antar sesama rakyatnya demi kemajuan ekonomi masyarakat.

Kini, jelas Satre upaya memulihkan ekonomi masyarakat juga bisa diupayakan dengan menggelar prosesi Perang Timbung.

“Ada juga masyarakat yang ingin mendapat jodoh saat adanya perang timbung atau lainnya. Tergantung niatnya,” katanya.

Pantauan media dilokasi, sebelum prosesi puncak Perang Timbung di sekitar area makam Serewa, warga yang akan mengikuti prosesi Perang Timbung berkumpul di sekitar Bale Beleq (Rumah Besar) atau Bale Adat.

Dari Bale Adat, warga berjalan kaki menuju makam Serewa yang berjarak sekitar 3 KM.

Saat warga memulai prosesi dari Bale Adat, sebagian warga lainnya yang sudah berada di area makam memulai pula zikirnya.

Dan ketika semua warga dari Bale Beleq sampai di area makam, barulah prosesi perang timbung dimulai, yang ditandai dengan isyarat dari tetua.

Setelah isyarat didapat, warga yang memang sudah mempersiapkan timbung (jenis jajanan yang terbuat dari ketan dicampur santen kemudian dimasukkan bambu dan dibakar) langsung di lempar  ke warga lainnya yang sudah saling berhadapan. Maka prosesi Perang Timbung pun dimulai.

Baca Juga :  Sambut WSBK, Senggigi Gelar Festival Bubur Beak Bubur Putek

Walau prosesi perang timbung hanya dilaksanakan beberapa menit, namun terlihat keceriaan warga, baik yang mengikuti perang timbung atau yang sekedar menonton.

Dan ketika prosesi perang timbung usai, tak ada rasa amarah terlihat di wajah-wajah warga yang hadir. Semuanya terlihat gembira. (ds)