Meraih Takwa dan Bahagia

Religi547 Views

Oleh: ASWAN NASUTION

“Takwa adalah suatu kondisi pikiran dan jiwa orang Mukmin yang merasakan kehadiran Allah Swt di mana saja dia berada. Dia ridha dengan segala kondisi yang yang merupakan anugerah Allah. Dia takut untuk bermaksiat kepada Allah. Tapi sekaligus dia juga cinta dan prnuh harap-tidak putus asa-dari rahmat Allah.” [Prof. Syed Naquib al-Attas].

MEMANG sudah seharusnya, orang Mukmin merindukan status takwa. Sebab status takwa adalah posisi yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia. Allah sudah memberitahukan kepada umat manusia: Yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang takwa.” [QS. Al Hujaraat: 13].

Bukan presiden, bukan menteri, bukan gubernur, dan bukan anggota DPR, yang pasti mulia. Tapi, siapa pun, dan apa pun status dan profesinya,-jika dia bertakwa-maka pastilah dia menjadi yang termulia di mata Allah Swt.

Menjadi orang yang takwa memang sangat tinggi derajatnya. Dan orang takwa pastilah orang yang bahagia. Allah Swt sudah memerintahkan orang yang beriman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” [QS. Ali Imran: 102].

Itulah perintah Allah agar semua manusia Mukmin benar-benar berusaha menjadi orang yang takwa. Dijanjikan kepada mereka dan bangsa mereka, jika mereka bertakwa, maka akan Allah kucurkan berkah dari langit dan bumi.”[QS. Al ‘Araaf: 96].

Maka, jika begitu mulia dan nikmatnya menjadi orang yang takwa, tentu rugilah kiranya, jika seluruh amal perbuatan manusia tidak mampu mengantarkan mereka pada suatu derajat takwa.
Rasulullah Saw mengajarkan doa, agar menjadi orang yang takwa: “Allahumma inni as-aluka al-huda, wat-tuqa, wal-‘afafa, wal-ghina,” [Ya Allah aku memohon kepada-Mu akan petunjuk, ketakwaan, kesucian dan kemuliaan diri, serta perasaan cukup]. [HR. Muslim].

Baca Juga :  Zakat Sebagai Perwujudan Kepedulian Sosial

Jadi, takwa adalah suatu kondisi pikiran dan jiwa orang Mukmin yang merasakan kehadiran Allah Swt di mana saja dia berada. Dia ridha dengan segala kondisi yang merupakan anugerah Allah Swt. Dia takut untuk bermaksiat kepada Allah. Tapi sekaligus dia juga cinta dan penuh harap-tidak putus asa-dari rahmat Allah. Takwa itu indah. Takwa itu nikmat. Dan takwa itu suatu kebahagiaan. Karena itulah, Allah perintahkan hamba-Nya berjuang keras mencapai derajat mulia tersebut.

Manusia yang bertakwa pasti manusia yang bahagia. Hidupnya jauh dari perasaan takut, resah, dan sedih. Tatkala kenikmatan dikucurkan kepadanya, dia bersyukur; dia tidak lupa diri; tidak gembira yang berlebihan. Tatkala musibah melanda, dia sabar; dan yakin, bahwa tidak ada sesuatu pun akan terjadi tanpa izin dan ketentuan Allah Swt. Dia tidak resah dengan nikmat yang diraih oleh saudara-saudara, tetangga, kawan kerja, atau rival politiknya, Dia tidak iri dan dengki [hasad], sebab dia yakin, Allah pasti memberikan sesuatu yang baik bagi dirinya. Ia yakin, ia ridha keputusan Allah Swt.

Manusia akan sampai kepada derajat takwa jika dirinya dipenuhi kecintaan dan keridhaan kepada Allah Swt. Imàm al-Ghazali, dalam kitabnya al-Mahabbah, menulis: “Tiap-tiap yang indah itu dicinta. Tetapi yang indah mutlak hanyalah Satu. Maha Esa. Bahagialah orang yang telah sempurna mahabbahnya akan Dia. Kesempurnaan mahabbah-nya itu adalah karena dia menginsapi tanasub [persesuaian] batin antara dirinya dan Dia.”

Tetapi, Imam al-Ghazali mengingatkan, bahwa semua bentuk ketakwaan dan kecintaan kepada Allah adalah buah dari Ilmu. Kata al-Ghazali: “Ketahuilah saudara-saudaraku-semoga Allah membahagiakan kita semua dengan keridhaan-Nya-bahwa ibadah itu adalah buah ilmu. Faedah umur. Hasil usaha hamba-hamba Allah yang kuat-kuat.

Baca Juga :  Kisah Syaikhona Kholil Terbang ke Makkah, Kiai As’ad Saksinya

Barang berharga para aulia. Jalan yang ditempuh oleh mereka yang bertakwa. Bagian untuk mereka yang mulia. Tujuan orang berhimmah. Syiar dari golongan terhormat. Pekerjaan orang-orang berani berkata jujur. Pilihan mereka yang waspada. Dan jalan kebahagiaan nenuju surga.”

Sebagai contoh, Bilal bin Rabah r.a. merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannnya, mesikipun dalam kondisi di siksa.

Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi pejabat negara.

Orang-orang kaya akan merasa bahagia jika kekayaannya diraih dengan halal dan hartanya diserahkan untuk perjuangan menegakkan kebenaran. Sebab dia sangat yakin dengan kehidupan akhirat. Dia bahagia saat menjalankan ibadah.

Dia tenang, karena siap bertemu dengan Allah-Sang Khaliq-dan mempertanggungjawabkan seluruh harta yang dimilikinya: dari mana dia peroleh dan untuk apa digunakan!

Tentu saja, untuk meraih kebahagiaan tersebut, perlu jalan terjal dan mendaki. Imam al-Ghazali menggambarkan kesukaran jalan menuju bahagia tersebut: “Ternyata ini jalan yang amat sukar: Banyak tanjakan dan pendakiannya. Sangat payah dan jauh perjalanannya.

Besar bahayanya. Tudak sedikit pula halangan dan rintangannya. Samar dimana tempat celaka dan akan binasanya. Banyak lawan dan penyamunnya. Sedikit teman dan penolongnya.”

Jadi, untuk meraih tangga takwa dan bahagia, perlu perjuangan. Untuk membentuk karakter yang baik, juga perlu perjuangan. Semuanya perlu latihan yang serius. Segala macam kebaikan harus diraih dengan kerja keras. Apalagi kebaikan yang abadi, di dunia dan akhirat. Wallahu ‘alam bish shawab.

Sumber bacaan: Dr. Adian Husaini, Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab, 2015. dan beberapa sumber lainnya.

Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Wassalam; al-Faqir Aswan Nasution, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat [NTB].