Penguatan Nilai Kearifan Lokal “Kemalik” Desa Sade-Lombok sebagai Upaya Pelestarian Hutan

Oleh: Suriani, Pengkaji Studi Sosiologi Lingkungan, Prodi Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, Universitas Islam Negeri Mataram

BERBAGI News – Kearifan lokal ialah pandangan dari suatu tempat yang bersifat bijaksana dan bernilai, baik yang diikuti dan dipercayai oleh masyarakat di suatu tempat tersebut dan sudah diikuti secara turun temurun.

Kearifan lokal akan  menjadi penting dan bermanfaat apabila masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dimana kearifan lokal akan selalu terhubung pada kehidupan manusia yang hidup di lingkungan hidup yang arif. Karena lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda yang berada didalamnya baik itu makhluk hidup maupun benda mati.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup dinyatakan bahwa lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Lingkungan adalah tempat makhluk hidup tinggal, mencari kebutuhan hidupnya, serta membentuk karakter termasuk manusia yang memiliki peranan lebih kompleks dan nyata atau riil dalam pelestarian lingkungan.

Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menegaskan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri.

Undang-undang tersebut, menegaskan posisi manusia yang strategis dan menjadi sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya.

Dapat dikatakan bahwa, tingkah laku manusia sebagai kunci perubahan mampu mempengaruhi lingkungan alam begitupun sebaliknya yang dapat merusak lingkungan.

Baca Juga :  Ditolak!, Pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau oleh Masyarakat Desa Paokmotong

Lingkungan memiliki komponen biotik, abiotik dan sosial budaya. Biotik adalah elemen lingkungan hidup yang terdiri dari semua jenis organisme, seperti manusia, hewan, tumbuhan, organisme lain, dan mikroorganisme. Benda mati atau abiotik, di sisi lain adalah semua elemen lingkungan yang terdiri dari benda mati seperti air, udara, dll. Dan sosiokultural terdiri dari unsur-unsur lingkungan buatan manusia yang di dalamnya terdapat nilai, gagasan, norma, kepercayaan, dan perilaku manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk yang tidak dapat hidup sendiri.

Melindungi lingkungan alam berarti memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengancam atau membahayakan pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pemenuhan kebutuhan generasi mendatang melekat pada tujuan konservasi hutan. Melestarikan hutan sebagai bagian dari lingkungan alam berarti menyelamatkan seluruh komponen kehidupan, termasuk manusia itu sendiri. Hal itu terjadi karena adanya timbal balik. Sesungguhnya hubungan yang kuat antara manusia dan alam merupakan suatu bentuk tindakan yang harmonis sejalan dengan tujuan konservasi yang berkelanjutan. Dengan cara ini, aktivitas dan perilaku manusia memiliki dampak yang sangat besar terhadap keberadaan lingkungan alam. Manusia mendapatkan efek atau dampak sebagai reaksi alami terhadap perilaku manusia ketika manusia bertindak sewenang-wenang  merusak lingkungan alam.

Nilai kearifan lokal sebagai upaya mendukung kelestarian lingkungan seperti tradisi “Kemalik” yang terletak di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Kehidupan sehari-hari masyarakat Dusun Sade masih sangat dipengaruhi oleh tradisi Sasak lama.

Masyarakat Dusun Sade mengabaikan modernisasi dunia luar dan lebih memilih meneruskan tradisi kuno untuk melestarikan adat.

Kearifan Lokal adalah gagasan lokal yang arif, bijaksana dan bernilai, tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat. Salah satu kearifan lokal yang masih mereka pertahankan adalah tentang tradisi Kemalik yaitu larangan masuk sembarangan ke dalam hutan. Larangan ini bila dilanggar akan memberikan musibah kepada pelakunya dan apabila hutan dirusak serta kayunya ditebang, perusak harus membayar denda adat yang harus dipenuhi, seperti satu ekor kerbau, beras satu kwintal (100 kg), uang bolong (kepeng susuk) 244 biji, gula merah, beras satu rombong (baskom). Sanksi yang lebih berat, jika sanksi di atas tidak dipatuhi bagi si pelanggar maka, tidak diberikan penghulu (pengurus adat), kyai adat dalam pelaksanaan syukuran atau selamatan, misalnya pada acara selamatan rumah dan lain-lain, serta dikucilkan atau diasingkan dan tidak diakui sebagai masyarakat adat, sehingga lingkungan di kawasan Suku Sasak Dusun Sade masih terlihat lestari sampai sekarang.

Baca Juga :  Upaya Pencegahan Bencana, KKN Unram Lakukan Penanaman Pohon di Desa Rawan Longsor

Masalah lingkungan alam ini tidak dapat dipecahkan secara teknis semata, yang lebih penting ialah solusi yang dapat mengubah mental serta kesadaran manusia dalam pengelolaan lingkungannya agar tetap lestari.

Kesadaran manusia dalam mengelola lingkungan alam menjadi hal penting sebab sesungguhnya manusia dan lingkungan alam merupakan gambaran hidup sistemis sempurna yang pada dasarnya untuk kepentingan manusia itu sendiri.

Terkait hal tersebut adanya Fiqih  lingkungan menyadarkan  manusia  untuk  memelihara  dan  melindungi  alam  dari  segala  macam kerusakan dan pengrusakan yang berakibat mengancam kehidupan alam dan manusia itu sendiri. Seperti halnya di Desa Sade memelihara dan melindungi kelestarian lingkungan dengan mempertahankan kearifan lokal yaitu tradisi kemalik, larangan untuk memasuki dan menebang pohon sembarangan apabila melanggar akan dikenakan sanksi.

Dan kalau dilihat dari teori rekonstruksi sosial dimana ketika manusia merusak alam, maka manusia itu sendiri yang harus merekonstruksi atau memperbaiki kembali alam yang rusak tersebut. Maka disini sebagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk melestarikan lingkungan dengan memanfaatkan nilai kearifan lokal. Dimana apabila masyarakat di Desa Sade menebang pohon sembarangan selain dikenakan sanksi, mereka juga harus merekonstruksi kembali pohon yang sudah di tebang dengan melakukan reboisasi atau menanam kembali pohon, sehingga bisa menjaga kelestarian lingkungan. (ani)