Akibat ilegal Logging, Kering dan Menyusutnya Air di Bendungan DAM Pela Parado Bima

Penulis: Rahmania, Pengkaji Studi Sosiologi Lingkungan, Prodi Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, Universitas Islam Negeri Mataram.

BERBAGI News – Bendungan Pelaparado dia terletak di sungai Parado Desa Pela Kecamatan Monta Kabupaten Bima Proponsi Nusa Tenggara Barat. Bendungan ini dibangun sejak tahun 1999 memiliki daerah genangan seluas 104.00 ha. Bendungan  Pelaparado merupakan Bendungan multy guna untuk setiap komponen mulai dari masyarakat serta Lingkungan sekitar, dan akan dimanfaatkan juga antara lain mengairi irigasi dengan total areal 3.895 ha, penyediaan air baku untuk berbagai kecamatan diantaranyya; Monta, Woha dan Belo dengan kapasitas diizinkan 50 liter/detik dan berfungsi meredupsi banjir 961m3/det yaitu dari 1.585 m3/det menjadi 961 m3/det.Letak Bendungan Dam Pela Parado dia sangat dekat dengan Hutan Parado.

Kepala BNPB menyebutkan, terkait kerusahan hutan parado memang kompleks mulai dari alasan ekonomi, masalah lapangan kerja masalah kebutuhan hidup sehari hari masyarakat mau menanam sesuatu karena ada yang beli dan nilai jualnya cukup memberikan jaminan hidup. Setelah melihat kondisi Hutan yang ada di sekitar Dam Pela Parado, Kepala BNPB mengaku sangat prihatin karena dari informasi yang ia dapat bahwa kerusakan hutan akibat pembalakan liar di Kecamatan Parado sudah mencapai angka 17.000 hektare.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa permasalahan lingkungan seperti kerusakan kerusakan hutan, kebakaran, pemotongan pohon secara masal, kerusakan ekosistem dan kerusakankerusakan lingkungan lainnya yang perlu diperhatikan dan dikaji oleh seluruh manusia. Tidak hanya itu krisis lingkungan seperti tidak produktifnya tanah untuk ditanami dan semakin langkanya tumbuhan-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Tentunya ini sebagai akibat eksploitasi lingkungan alam dan alam beserta ekosistemnya pun akhirnya terkorbankan. Ekosistem lingkungan telah tereksploitasi secara besarbesaran sebagai akibat kerusakan hutan. Dan Dampak Dari Kerusakan Hutan ini memicu dampak besar salah satunya yang terjadi di Bima NTB Desa Parado Mengakibatkan Berbagai Masalah yang ditimbulakan.

Baca Juga :  Bendungan Meninting, Hutan Gundul Bencana Muncul

Berkurangnya sumber daya air

Seperti yang kita tau Pohon itu ia sangat berkontribusi besar dalam menjaga siklus air, melalui akar pohon menyerap air yang kemudian dialirkan ke daun kemudian diuapkan dan dilepaskan ke atmosfer. Ketika pohon ditebang dan daerah menjadi gersang, tidak ada lagi yang dapat membantu tanah menyerap lebih banyak air, sehingga pada akhirnya menyebabkan penurunan sumber daya air. Dan yang terjadi sekarang  di Dam Pela Parado akibat kerusakan hutan di wilayah Parado menyebabkan, sering mangalami kekeringan. Dampak dari kekeringan menyebabkan puluhan hektar lahan sawah di sekitar di berbagai Kecamatan terancam gagal panen karena hektar milik warga setempat tidak mendapatkan pasokan air yang cukup

Hilangnya keanekaragaman hayati

Meskipun hutan hujan tropis hanya menutupi 6% dari permukaan bumi, sekitar 80-90% spesies ada di dalamnya. Akibat penebangan pohon secara besar-besaran, setiap hari ada sekitar 100 spesies hewan yang menurun, keanekaragaman hayati dari berbagai daerah hilang secara besar-besaran, banyak makhluk hidup baik hewan maupun tumbuhan menghilang dari muka bumi.

Hilangnya keanekaragaman hayati dia ini mengakibat mengakibat Lingkungan sekitar Dan Memanas, dan dampak yang  terjadi di  Dam saat ini. Dam bukannya hanya sebagi tempat pemasokan air tetapi juga sudah menjadi salah satu tempat wisata nya orang Bima dari berbagai desa karena susananya yang sejuk. Dulu Bendungan Dam ini yang mulanya menjadi salah satu objek wisata bersantai nya banyak orang karena realitanya dulu Bendungan  Dam ini adalah tempat yang nyaman banyak pepohonan yang hijau, susana nya sejuk maka dari itu Bendungan Dam menjadi tempat wisata banyak orang-orang, mulai dari berbagai kalangan remaja, anak sekolahan, maupun orang tua sedangkan realitanya sekarang  ini sudah tidak lagi, yang mulanya tempat ini banyak wisatawan dari desa lain yang sering berkunjung akan tetapi dampak dari kerusakan hutan serta hilangnya keindahan alam di Bendungan Dam sudah tidak banyak yang berkunjung.

Baca Juga :  Resiko Longsor, Alih Fungsi Lahan Hutan di Desa Aik Berik Lombok Tengah

Penulis mencoba mengkaji permasalahan tersebut dengan teori sosiologi lingkungan yakni teori Fiqih Lingkungan fiqih lingkungan adalah kerangka berpikir konstruktif yang di mana membahas tentang paradigma berpikir konstruktif dengan menjadikan ajaran sebagai landasan yang diharapkan mampu menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang dilakukan oleh manusia dan berupaya menyadarkan manusia pentingnya pengelolaan lingkungan hidup seperti yang kita tahu lingkungan hidup adalah tempat ibadah atau ruang yang ditempati oleh makhluk hidup dan tak hidup yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain ilmu yang khusus mempelajari tentang lingkungan disebut ekologi unsur-unsur lingkungan terdiri atas benda berupa materi gaya energi situasi dan kondusif perilaku atau tabiat proses interaksi atau disebut dengan jaringan kehidupan

Sedangkan hubungan hal tersebut dengan teori fiqih lingkungan atau cara menyelesaikan maslah menggunakan Teori Fiqih Lingkungan yaitu:Pemerintah daerah harus mempertegas kan aturan yang sudah ditetapkan karena realitanya banyak sekali yang tidak takut akan aturan yang sudah ditetapkan, dan itu merupakan sebagai bagian upaya pencegahan kerusakan lingkungan hutan, agar aturan tersebut dapat mengatur perilaku masyarakat untuk tidak menebang pohon secara liar lagi dan untuk meningkatkan keefektifitasan aturan tersebut, pemerintah harus melakukan sanksi kepada masyarakat yang tidak mengikuti aturan tersebut, sesuai aturan yang sudah di tetapkan.

Jadi solusi yang dapat di berikan fiqih Lingkungan terhadap masalah kerusakan lingkungan Hutan akibat Penebangan pohon secara liar masyarakat setempat atau penduduk setempat harus menjaga lingkungan dengan melakukan penanaman kembali pohon, menjaga kualitas udara dan masyarakat tidak boleh membakar hutan, serta umat manusia harus menganggap sebuah lingkungan atau hutan sebagai khalifah bumi dan pewaris bumi satu untuk semua makhluk hidup tempat tinggal. (nia)