Akibat Gempa Lombok 2018, Masyarakat Warga Desa Kekait Tinggal di Kebun

Oleh: Hasmiyatun Nazila, Pengkaji Studi Sosiologi Lingkungan, Prodi Sosiologi Agama, Fakultas Usluhuddin dan Studi Agama, Universitas Islam Negeri Mataram

BERBAGI News – Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan bareng dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

Perkebunan merupakan suatu andalan komoditas unggulan dalam menopang pembangunan perekonomian Nasional Indonesia, baik dari sudut pandang pemasukan devisa negara maupun dari sudut pandang peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, dengan cara membuka lapangan pekerjaan yang sangat terbuka luas.

Alih fungsi lahan perkebunan dapat menyangkut suatu tindakan untuk mengoptimalkan (meningkatkan fungsi dan mengefektifkan) lahan perkebunan menjadi lahan sejenis dan atau merubah/mengganti fungsi lahan perkebunan menjadi lahan jenis lain (lahan non pertanian), bahkan ada yang langsung / sengaja atau tidak langsung dapat merusak kondisi lahan tersebut, disamping dapat menjadi sumber ketegangan/konflik baik antar individu/kelompok/ organisasi bahkan antar Negara.

Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.

Pengalihan fungsi lahan kebun menjadi tempat pemukiman masyarakat di desa kekait merupakan hal yang lumrah saat ini. Lahan kebun yang seharusnya di tumbuhi dengan berbagai tanaman malah dijadikan pemukiman. Pengalihan fungsi lahan kebun ini sudah terjadi semenjak tahun 2019 silam akibat dari gempa 2018.

Masyarakat memilih membuat rumah di kebun dengan alasan menghindari banjir dan juga kerusakan akibat gempa, namun bukannya mendapat manfaat dari membangun pemukiman di lahan kebun tersebut, saat ini sudah banyak terjadinya kerusakan alam seperti terjadinya tanah longsor, banjir, dan yang lain. Hal ini dikarenakan lahan kebun yang seharusnya menjadi lahan hisapan air berubah dan menyebabkan tanah longsor.

Baca Juga :  Mahasiswa KKN Terpadu Unram Berikan PMT di Posyandu Desa Merembu

Banyak dari masyarakat di desa kekait yang menganggap hal tersebut disebabkan oleh alam itu sendiri, padahal penyebab terbesar kerusakan alam tersebut ialah mereka yang membangun pemukiman di lahan kebun tersebut. Lahan kebun yang dijadikan pemukiman oleh masyarakat setempat ini bertempat disebelah timur pedesaan tepatnya pada bukit kecil diseberang sungai.

Bukti kerusakan terbesar yang diakibatkan dari pengalihan fungsi lahan kebun ini terjadi beberapa bulan yang lalu, dimana saat terjadinya curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir dan tanah longsor terjadi di desa kekait, padahal dalam beberapa tahun terakhir desa kekait tidak pernah mengalami banjir dan tanah longsor yang terjadi secara bersamaan.

Oleh karena itu penulis mencoba mengkaji permasalahan tersebut dengan menggunakan teori fiqih lingkungan.

Adapun teori fiqih lingkungan ialah seperangkat aturan tentang perilaku dan hubungan timbal balik antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan.

Dengan teori ini diharapkan dapat membantu menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang disebabkan oleh masyarakat di desa kekait, dengan cara penanaman tumbuhan resapan air di lingkungan sekitar khususnya di dekat sungai dan di dekat tanah yang subur yang menjadi tempat resapan air, membantu masyarakat untuk lebih memahami tentang pentingnya memelihara alam sekitar terutama lahan kebun agar tidak serta merta dijadikan lahan pemukiman. (has)