Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah Pembuatan Tempe

Penulis: Alda Sadiatullah

BERBAGI News – Perkembangan perindustrian sampai saat ini telah berkembang pesat dan mengakibatkan terjadinya persaingan antar produsen untuk dapat memenuhi permintaan konsumen. Jenis industri yang ditawarkan pun cukup banyak sesuai apa yang dibutuhan oleh konsumen, salah satunya industri pangan atau makanan.  

Sektor usaha merupakan salah satu aktivitas perekonomian masyarakat yang memiliki eksternalitas bagi kehidupan.

Eksternalitas adalah akibat dari tindakan seseorang atau pihak terhadap kesejahteraan atau kondisi orang/pihak lain. Eksternalitas dapat berupa hal positif dan negatif. Salah satu eksternalitas negatif dapat berupa permasalahan lingkungan menjadi masalah yang darurat dan perlu penanganan serius, ditambah dengan laju pertumbuhan yang tinggi dapat membuat permasalahan lingkungan menjadi lebih kompleks.

Salah satu permasalahan lingkungan tersebut adalah produksi tempe yang di lakukan warga di Desa Stowe Brang, yang dimana industri tempe merupakan salah satu industri pangan yang mengolah hasil pertanian berupa kedelai yang difermentasi.

Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia. Tempe sebagai makanan dengan nilai kandungan gizi yang tinggi, telah lama diakui.

Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) pada tahun 2012, konsumsi tempe rata-rata orang Indonesia diperkirakan mencapai 6,45 kg.

Tempe merupakan salah satu produk fermentasi. Untuk dapat menjadi tempe dibutuhkan jamur Rhizopus selama proses fermentasi berlangsung. Selama proses fermentasi, biji-biji kedelai akan membentuk padatan yang kompak berwarna putih disebabkan karena adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Kegiatan industri tempe tidak hanya menghasilkan produk akhir saja melainkan akan menghasilkan produk samping yaitu berupa limbah.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan oleh proses produksi industri. Limbah hasil produksi tempe dibedakan menjadi dua yaitu limbah cair dan limbah semi padatan. Limbah semi padatan dari hasil olahan tempe masih memiliki nilai ekonomis, sehingga seringkali dijual dan digunakan sebagai pakan ternak. Sedangkan limbah cair dari hasil produksi tempe tidak memiliki nilai ekonomis sehingga akan langsung dialiri ke saluran pembuangan.

Baca Juga :  Kaya akan Manfaat Daun Kelor, Mahasiswa KKN Unram gelar Demo Olahan

Limbah cair tempe ini diperoleh dari proses pencucian kedelai, proses perendaman, perebusan ataupun pemasakan. Dalam konsentrasi tertentu kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia sehingga perlu adanya penanganan terhadap limbah.

Hingga saat ini, masih banyak produsen tempe yang belum mengetahui bagaimana cara untuk mengolah limbah cair sisa produksi tempe yang tepat. Salah satu contohnya adalah Usaha Tempe Stowe Brang, usaha Tempe ini yang terletak di daerah Utan, Sumbawa ini telah beroperasi selama kurang lebih 15 tahun. Usaha tempe ini tidak melakukan penanganan limbah cair dengan benar.

Usaha Tempe Stowe Brang ini membuang limbah cair sisa produksi tempe ke sungai yang terletak tepat di belakang produksi tempe dilakukan tanpa mengolah limbah cair tersebut terlebih dahulu, yang dimana limbah yang di buang dalan sekali reproduksi itu sngat cukup banyak. Dengan jumlah yang cukup besar ini, tentunya limbah cair ini akan berpotensi untuk mencemari lingkungan disekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat untuk menangani dan meminimalisir pencemaran yang ditimbulkan.

Seperti yang dikatakan di teori Marxisme manusia merupakan makhluk produktifitas yang memiliki suatu kreatifitas pada drinya. Dengan menggunakan teori dari marxisme di sini saya akan memebahas bagaimana hubungan manusia terhadap kerusakan lingkungan malalui kacamata sosiologi lingkungan.

Manusia dan alam adalah satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan hal itu di karenakan, alam sebagai manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia. Dengan sifat produktifitasnya manusia mampu menciptakan segala sesuatu yang ada di alam.

Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah sebagai pemimpin atau pengurus bumi dan alam semesta, agar bumi beserta isinya dapat terawat dengan baik. Akan tetapi karena manusia juga memiliki sifat serakah dan tak pernah merasa puas terhadap segala sesuatu, manusia pun secara sadar atau tidak dapat merusak bumi. Padahal jika di perhatikan hal tersebut juga akan berdampak pada manusia itu sendiri.

Baca Juga :  1.100 Bibit Pohon diberikan Mahasiswa KKN Unram sebagai Perlindungan Mata Air

Alam yang seharusnya di jadikan sebagai tempat manusia dapat berlangsung hidup dan bertahan hidup kini tak lagi seindah dulu. Alam yang seharusnya di rawat dan dijaga menjadi alat bagi manusia untuk memenuhi keserakahan nya. Contohnya seperti pencemaran lingkungan akibat limbah perusahaan tempe yang di lakukan manusia terhadap tanah dan sungai.

Dalam industri usaha tempe yang di lakukan warga yang ada di Desa Stowe Brang ini seharusnya sudah memikirkan bagaimana cara membuang dan mengelola limbah padat dan cair yang akan di hasilkan dari proses pembuatan fermentasi kedelai sebelum menjadi tempe, seperti yang terlihat di foto itu merupakan pipa aliran limbah cair yang di alirkan langsung ke sungai yang dimana tidak sedikit dari warga yang ada di sana komplain tentang bau yang tak sedap dan kejernian air sungai yang ada di sana, karena tidak sedikit dari warga yang berada di sekitaran sungai melakukan kegiatan seperti nyuci baju dan mandi di sungai.

Sebelum di alirkan langsung ke sungai industri tempe ini menampung limbah cair yang di hasilkan dari proses fermentasi kedelai itu di belakang tampat industri  sehinnga menjadi genanangan yang sangat besar dan menimbulkan bau yang tak sedap sehingga warga yang di sekitar tempat industri komplain akan hal tersebut, sehingga pemilik usaha memilih untuk mengalirkan langsung limbah cair itu ke sungai, tetapi ini bukanlah solusi yang sangat pas dalam mengelola limbah cair yang di hasilkan dari hasil fermentasi kedelai karena dapat merugikan orang lain dalam melakukan kegiatan di sungai yang biasanya akan merasakan gatal-gatal  apabila mandi di sungai akibat dari limbah cair tersebut. (alda)