TPA Kebon Kongok Lombok Barat Over Kapasitas

Oleh: Vony Agustine, Pengkaji Studi Sosiologi Lingkungan, Program Studi Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

BERBAGI News – Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial, bahkan dapat di  katakan sebagai masalah kultural. Bagi setiap kota besar, termasuk setiap daerah, masalah sampah merupakan salah satu aspek yang cukup rumit. Pertumbuhan sampah terjadi seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus secara alami.

Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.

Penanganan sampah di perkotaan maupun di daerah pusat aktivitas masyarakat menjadi masalah yang cukup serius. Sehingga hal ini di indikasikan dengan berlakunya Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Pengelolaan sampah bertujuan untuk menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebar luasnya suatu penyakit. 

Peningkatan volume timbunan sampah di TPA Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kini, di tahun 2022 kapasitas sampah di TPA Kebon Kongok telah melebihi batas maksimum. Bak “Gunung Sampah” sebutan itu bisa menjadi gambaran mengenai kondisi yang terjadi di TPA Kebon Kongok, sampah yang tak habis-habis nya berasal dari sampah Kota Mataram dan Lombok Barat.

Rencana perluasan wilayah TPA dikawasan tersebut ditolak oleh masyakat sebab kondisi itu mengganggu kenyamanan warga dan dikhawatirkan akan semakin terjadi pencemaran lingkungan. Pencemaran yang dialami masyarakat berupa, sampah yang meluber kesungai, hingga air lindi yang berasal dari sari pati sampah yang menyebabkan sungai menjadi bau, tak hanya itu aroma sampah yang begitu menyengat tercium bahkan sejauh pemukiman rumah warga.  Sehingga satu-satunya cara untuk meminimalisir timbunan sampah yang berlebihan tersebut yaitu dibutuhkan upaya penanggulangan.

Baca Juga :  Kajian Sosiologi: Anak Bekerja Sebagai Spirit Kemandirian dan Ketangguhan Anak Sasak

Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB seperti, melakukan berbagai kegiatan khususnya kegiatan daur ulang (reycle) sampah. Dengan tujuan untuk melakukan upaya pengurangan sampah (reduce) dan menghasilkan produk dari daur ulang sampah.

Adapun bentuk upaya pengelolaan sampah seperti, RDF (Refuse Derived Fuel) yakni teknologi mengolah sampah menjadi pelet untuk co-firing batubara sebagai bahan bakar PLTU, kemudian pembakaran sampah menggunakan Incinerator yang hanya mampu membakar 250-300 kg sampah perhari, selain itu ada Composting yakni pencacahan plastik dan beling untuk campuran pembuatan batako dan paving blok. Yang menjadi kendala dalam pengelolaan sampah tersebut yaitu hanya pada kebutuhan lahan dan fasilitas.

Maka dari itu penulis menggunakan teori rekonstruksi sosial dan teori politik ekologi dalam mengkaji pembahasan tersebut. Dimana, teori rekonstruksi sosial ialah teori yang membahas bagaimana cara membangun kembali masyarakat atau memperbaiki kembali sesuatu yang sudah rusak.

Kemudian teori politik ekologi ialah teori yang membahas tentang bagaimana pemerintah atau orang yang berwenang dalam membuat aturan untuk mengatur masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.

Kaitan permasalahan dengan teori rekontruksi sosial yaitu upaya pemerintahan dalam menanggulangi sampah yang melebihi kapasitas di TPA Kebon kongok guna memperbaiki dan meminimalisir pencemaran akibat sampah di kawasan Kebon Kongok, dengan cara pengelolaan berupa daur ulang sampah. Agar upaya pemerintah daerah dalam mewujudkan suatu lingkungan yang baik, maka harus ada timbal balik kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, ialah peran pemerintah didalam mengelola dan melakukan pengawasan dibantu dengan masyarakat yang ikut serta menjaga apa yang telah di programkan pemerintah dalam kebijakan pengelolaan sampah untuk kepentingan bersama khususnya masyarakat.

Baca Juga :  Kreatif dan Inovatif, Mahasiswa KKN-T Unram Kembangkan Olahan Cokelat Tempe di Desa Keroya

Kemudian hubungan permasalahan tersebut dengan teori politik ekologi ialah dimana untuk mengurangi dan meminimalisir penumpukan sampah di wilayah TPA maka dibutuhkan wewenang dari pemerintah untuk mengeluarkan sebuah kebijakan mengenai cara menanggulangi permasalahan sampah di kawasan Kebon Kongok, karena jika hanya dibiarkan, maka akan berdampak pada pencemaan lingkungan secara terus menerus.

Dengan adanya kebijakan dalam pengelolaan sampah tersebut, masyarakat juga bisa ikut berkontribusi di dalamnya. (von)