Bagaimana Mengisi Waktu Liburan?

Oleh: ASWAN NASUTION

Catatan387 Views

MASA ujian bagi anak sekolah telah berakhir, tibalah saatnya liburan. Masa yang sudah dapat dipastikan sangat menyenangkan dan ditunggu-tunggu.

Pedagang dan pengusaha mulai menawarkan berbagai kesempatan. Pesta discount dimana-mana. Hotel, tempat wisata, dan tempat-tempat bermain melempar brosur, menggaet massa untuk menikmati liburan dengan berbagai hiburan.

Para orang tua pun mulai merogoh kocek, mengatur waktu cuti untuk menemani sang anak tersayang berlibur. Ada yang keluar kota, luar negeri, mengajak anak shopping mumpung lagi discount, mengajak jalan-jalan ketempat wisata, tempat-tempat bermain atau sekedar duduk santai dari pagi sampai malam hari.

Itulah suasana liburan yang selalu kita lihat dari tahun ke tahun. Tidak ada nilai tambah yang diperoleh. Waktu dan uang habis terbuang percuma. Anak-anak yang setelah liburan diharapkan bertambah semangat belajar, malah sebaliknya makin malas belajar karena kelelahan baru saja menikmati enaknya santai dan bermain.

Sesungguhnya masa liburan bukanlah masa untuk berhenti bekerja, tetapi mengadakan hal yang baru. Berlibur dan beristirahat bukanlah berarti kosong dari pekerjaan atau libur dari segalanya. Tetapi libur berarti menggànti suatu pekerjaan yang lain dengan maksud memperbahurui semangat, menghilangkan rasa lesu dan bosan. Beristirahat adalah berarti pergantian dari suatu pekerjaan kepekerjaan lain.

Sangat disayangkan masih banyak kita umat Islam yang memahami libur sebagai kosong dari bekerja, istirahat total yang kadang-kadang diisi dengan hiburan dan kegiatan yang kurang terarah.

Padahal dalam sebuah pepatah Arab dinyatakan: “Innas syabaaha wal faraqha wal jidata mafsadatun lil mar’i aif mafsadatin. [Sesungguhnya masa muda, kekosongan waktu dan harta kekayaan dapat merusak kehidupan seseorang”.]

Memang seorang manusia yang mempunyai waktu dan harta, jika tidak dipergunakan sebaik mungkin akan merusak diri dan kehidupannya tergiur oleh ajakan syaitan, apalagi kalau dirinya masih muda dan mempunyai potensi besar.

Baca Juga :  Bung Karno dan Ormas Islam Al Washliyah

Seharusnya dalam liburan dipergunakan untuk mencari kegiatan yang positif dan produktif. “Fa idza farahta fanshab.” [Jika kamu telah selesai mengerjakan sesuatu pekerjaan, maka carilah pekerjaan dan kesibukan lain. Kesibukan yang mana… ? “Wa ila rabbika farghab”. Carilah pekerjaan yang dapat mendekatkan diri ķepadà Tuhanmu. Begitulah perintah Allah dalam QS. Al-Insyirah.

Isi Dengan Kegiatan Positif

Berlibur berarti merdeka dari suatu pekerjaan yang rutin, tetapi waktu tersebut tetap berisi kegiatan positif yang lain, maka yang paling utama ialah bagaimana mengisi waktu liburan dengan kegiatan, bukan bagaimana menghabiskan waktu liburan.

Ada beberapa pekerjaan yang dapat dilakukan dalam liburan sesuai dengan kondisi dan situasi yang memungkinkan seperti membaca buku-buku, majalah yang dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di luar pelajaran sekolah, meningkatkan kwalitas membaca Al Quran atau menghafal surat-surat pendek.

Waktu libur juga dapat dipergunakan untuk menambah wawasan seperti mengunjungi perpustakaan, tempat kegiatan adanya ketrampilan-ketrampilan, berziarah ketempat bersejarah atau ketempat yang menambah wawasan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya yang terkait dengan pendidikan.

Sekarang tinggal bagaimana orang tua mengarahkan anak-anaknya agar mengisi liburan dengan hal-hal yang dapat menambah kualitas iman dan ilmunya, dan itu semua jika dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah akan bernilai ibadah.

Sehingga Ibnu Jauzi, dalam kitabnya Al Mushisy mengatakan: “Hari-hari adalah lembaran biru untuk goresan amal perbuatah, (maka jadikanlah hari- harimu itu sarat dengan perbuatan yang terbaik. Kesempatan itu akan segera lenyap secepat perjalanan awan, dan menunda-nunda pekerjaan adalah tanda orang yang merugi. Barang siapa yang bersampan kemalasan, maka dia akan tenggelam bersamanya. Dan jika menunda pekerjaan dan malas telah menyatu, maka yang lahir adalah kerugian.” Wallahu a’lam bish shawab.

Baca Juga :  Cermin Diri Kebaikan Tetaplah Tebaikan

Sumber: Dikutip dari Istaid No 216, Medan, 1997.