Belajar Sabar Kepada Nabiyullah Ayyub Alaihisalam

Oleh: Aswan Nasution

Religi410 Views

“Bersabarlah atas apa saja yang menimpa kamu. Sesungguhnya itu termasuk hal-hal yang Allah wajibkan [atas kamu] [QS. Luqman [31]: 17].

SEPANTASNYA kita belajar kepada Nabiyullah Ayyub as. Meski menderita sakit selama belasan tahun, ia tetap bersabar bahkan bersyukur kepada Allah SWT.

Alasannya amat sederhana: karena masa-masa sehatnya selama hidupnya tetaplah lebih lama dari masa-masa sakitnya; karunia Allah SWT kepada dia masih lebih besar daripada musibah dan ujian yang Allah timpakan kepada dirinya; nikmat yang ia rasakan masih jauh lebih banyak daripada kesulitan dan kepedihan yang ia alami.

Sebagai manusia Nabi Ayyub as. sering mendapatkan berbagai cobaan yang berat dan sangat sulit. Betapa tidak. Cobaan yang beliau alami bertubi-tubi. Padahal sebelumnya Nabi Ayyub as. memiliki harta yang banyak dengan bermacam jenisnya seperti hewan ternak, budak dan tanah. Ia juga memiliki istri yang salih dan dari keturunan yang baik.

Namun kemudian, Allah SWT menguji dia dengan aneka ragam ujian yang sangat berat. Demikianlah, jika Allah SWT mencintai seseorang, orang itu akan Dia uji. Siapa yang ridha dengan ujian tersebut, dia mendapatkan keridhaan-Nya. Siapa yang berkeluh-kesah apalagi marah karena ujian tersebut, dia mendapatkan kemurkaan-Nya. [Lihat: HR Tirmidzi dan Ibnu Majah, di-hasankan oleh Syaihk Al Bani dalam Shahih al-Jami’ no.2110].

Nabi Ayyub as. adalah orang yang sabar dalam menghadapi ujian tersebut. Hartanya yang banyak habis. Anak-anaknya meninggal dunia. Semua ternaknya binasa. Beliau sendiri menderita penyakit kulit yang sangat berat hingga sekujur tubuhnya dipenuhi belatung. Dalam menjalani musibah itu, ia tetap bersabar dan mengharap pahala; tetap berzikir pada malam dan siang, pagi dan petang

Hari-hari berlalu, penderitaan Nabi Ayyub as. makin berat. Saat penderitaannya makin berat, keluarga dan kerabatnya malah menjauhi dia. Demikian pula kawan- kawannya. Hanya istrinya yang sabar mengurus beliau dan memenuhi haknya.

Tentang Nabi Ayyub as.ini, Anas bin Malik menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya Nabi Allah Ayyub mendapat cobaan selama delapan belas tahun hingga orang dekat dan jauhnya menjauhi dia, kecuali dua orang saudara akrabnya yang sering menjenguknya dia pada pagi dan sore…”[HR. Abu Ya’la dan al-Bazzar].

Karena begitu lamanya Nabi Ayyub as. menderita sakit parah, suatu saat istrinya berkata kepada dia. “Ayyub, tidakkah engkau berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkan kamu?” Nabi Ayyub as. malah berkata, “Celakalah kamu! Aku telah diberi kesehatan dan kenikmatan selama 70 tahun, sementara aku ditimpa penyakit ini baru 7 tahun.” [Jalaluddin as-Suythi, Dur al-Mantsur fi at-Ta’wil bi al-Ma’tsur. VIII/414].

Tujuh tahun [atau 18 tahun menurut hadits riwayat Abu Ya’la dan al-Bazzar di atas] tentu bukan waktu yang sebentar, apalagi jika dijalani dalam keadaan sakit parah. Namun, tetaplah waktu tersebut jauh lebih singkat dibandingkan dengan masa 70 tahun yang diselimuti kesehatan dan kenikmatan. Karena itulah, meski ditimpa sakit parah 7 atau 18 tahun, Nabi Ayyub as. tetap bersabar dan bahkan selalu bersyukur.

Kesabaran Nabi Ayyub as. dalam menanggung berbagai derita tentu amat penting kita teladani. Apalagi, bagi seorang Muslim, memiliki sifat sabar adalah kewajiban, sebagaimana firman Allah SWT [yang artinya]: “Bersabarlah atas apa saja yang menimpa kamu. Sesungguhnya itu termasuk hal-hal yang Allah wajibkan [atas kamu] [QS. Lukman [31]: 17].

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bersabar saat menghadapi musibah? Sudahkah kita bersabar menghadapi masalah? Jika belum, mari kita mengingat-ingat kembali masa-masa yang demikian lama saat kita berada dalam ragam kenikmatan yang telah Allah berikan; yaitu nikmat sehat; nikmat panjang umur, nikmat punya orang tua, harta, istri/suami, anak-anak dll.

Hanya dengan cara seperti itulah kita bisa senantiasa memiliki kesabaran, bahkan tetap bisa bersyukur meski kita sedang dirundung musibah dan banyak masalah. Walalhu a’lam bish shawab.

Wassalam; al-Faqir Aswan Nasution.

Baca Juga :  Meraih Takwa dan Bahagia