Mengetuk Pintu-Pintu dan Menerangi Kegelapan, Sehingga Tersinari Cahaya Islam

Religi409 Views

Aswan Nasution: Alumni 1979 Al-Qismul A’ly Al-Washliyah, Ismai’liyah, Medan, Sumetera Utara.

“Tidak ada waktu mundur ke belakang meski selangkah. Fokus menatap masa depan Islam yang gemilang di akhir zaman, sebelum sampai pada perjumpaan dengan Allah yang dinantikan sebagai jiwa-jiwa yang tenang {al-nafs al- muthmai’innah}.” [ al-wa’ie].

ORANG-orang berjiwa pejuang, ia tidak kenal lelah. Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai. Itulah yang ditunjukkan Rasulullah Saw. tatkala beliau berdakwah dan berjihad di jalan Allah.

Beliau mempersembahkan apa yang terbaik bisa dilakukan untuk agama-Nya. Perhiasan kehidupan dunia adalah ujian dan batu loncatan bagi mereka yang terpilih mempersembahkan amal terbaiknya.

Oleh karena itu Allah Swt berfirman, “Sungguh kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan dunia agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” [QS. Al-Kahfi {18}: 7].

Adapun kualitas amal perbuatan tersebut tentu ditopang oleh kekuatan iman, ilmu, amal dan bahkan kekuatan fisik. Setali tiga uang dengan pujian agung Rasulullah Saw. bagi orang beriman yang kuat.

Rasulullah Saw bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah ‘Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah.” [HR. Muslim].

Namun, Mukmin yang kuat jelas lebih baik [khayr] dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah dalam hal kebaikannya. Kebaikan apa yang dimaksud? Dalam hadits lainnya Rsulullah Saw bersabda:

“Sungguh mengagumkan urusan orang beriman. Setiap urusannya baik. Hal ini tak terjadi kecuali pada orang yang beriman. Jika meraih kebahagiaan, ia bersyukur. Itu adalah kebaikan baginya. Jika ditimpa kesulitan, ia bersabar. Itu pun kebaikan baginya.” [HR. Muslim dan Ath-Thabrani].

Mensyukuri dan mengoptimalkan berbagai potensi kekuatan untuk meraih kemenangan dakwah adalah bagian dari tanda-tanda kebaikan iman seseorang, sebagaimana ia pun bersabar menghadapi ujian dalam dakwah bi tawfiqillah.

Baca Juga :  Belajar Sabar Kepada Nabiyullah Ayyub Alaihisalam

Bukankah perintah agung Rasulullah Saw. ini mendorong untuk mengoptimalkan apa yang berfaedah untuk dakwah?. “Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah [dalam segala urusanmu] serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah.”

Maknanya adalah memperhatikan hal-hal bermanfaat menurut syariah, disertai dengan sifat tawadhu’, menyadari kelemahan diri, senanatiasa memohon pertolongan agar senatiasa kokoh menghadapi ujian, dan memohon bimbingan-Nya agar teguh di atas jalan kebenaran.

Rasulullah Saw pun melarang sikap lemah dan mental kalah. Ini sejalan dengan firman-Nya: “Janganlah kalian bersikap lemah dan jangan [pula] kalian bersedih hati. Padahal kalianlah orang-orang yang paling tinggi [derajatnya] jika kalian orang-orang yang beriman.” [QS. Ali Imran {3}: 139].

Mahabesar Allah Yang telah melarang orang-orang yang beriman bersikap lemah dan menghibur mereka dengan firman-Nya: wa antum al-a’lawn [ kalianlah orang-orang yang paling tinggi [derajatnya], dengan syarat jika mereka beriman [menegakkan akidah dan syariah Islam].

Tidak ada waktu mundur kebelakang meski sekangkah. Fokus menatap masa depan Islam yang gemilang di akhir zaman, sebelum sampai pada perjumpaan dengan Allah yang dinantikan sebagai jiwa-jiwa yang tenang [al-nafs al-muthma’innah].

Tidak lah seorang mukmin, melainkan muncul harapan, semangat dan impian menjadi golongan yang disebutkan ash-shadiq al-masduq, Rasulullah Saw., sebagai umat yang dianugerahi kemuliaan, dengan kontribusi mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia, mengetuk pintu-pintu dan menerangi kegelapan, hingga seluruhnya tersinari cahaya Islam. Wallahu a’lam bish showab.

Selamat membaca semoga bermanfaat.
Oleh: Al-Faqir Aswan Nasution.
[Sumber bacaan; al-wa’ie, edisi muharram, 1444H.]