Dampak Perubahan Iklim pada Perubahan Sosial di NTB, Bagaimana Pandangan Sosiologi?

Opini665 Views


Oleh : Dina Pratama
Program Studi Sosiologi Universitas Mataram

BERBAGI News – Perubahan iklim merupakan hal yang sering menjadi masalah dalam kehidupan bermasyarakat tidak hanya di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Berkali-kali masalah ini dibahas di tingkat internasional untuk mencari jalan keluar cara mengatasinya, namun belum ada kesepakatan yang mendasar, sehingga terkendala dalam penanganan tersebut. Perubahan iklim umumnya digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan efek pemanasan global yang telah terjadi sebagai akibat dari aktivitas manusia setelah revolusi industri pada abad ke-18.

Dampaknya ke lingkungan sangat terasa di Indonesia terutama di Nusa Tenggara Barat (NTB) akhir-akhir ini. Ketika iklim, cuaca, kondisi geografis, dan manusia sudah tidak selaras lagi. Banyak ketimpangan yang terjadi diantaranya. Tidak ada seorang pun dapat terhindar dari perubahan iklim. Hal itu alami dan terjadi secara langsung sampai saat ini. Pengaruh terberat memang dirasakan oleh orang-orang yang tinggal di wilayah marginal yang sulit dijangkau apabila daerah mereka mengalami bencana alam.

Berdasarkan proyeksi iklim regional terdapat perubahan curah hujan dan peningkatan suhu di wilayah Nusa Tenggara Barat (McGregor et al., 2016). Parameter iklim (suhu dan presipitasi) diprediksikan akan berubah yang berpengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas air di masa mendatang. Hal ini akan mempengaruhi sektor sumber daya air (Duran et al., 2017). Perubahan iklim memberikan dampak yang signifikan terhadap sumber air di Indonesia karena meningkatnya frekuensi banjir dan kekeringan.

Secara umum terlihat bahwa dampak dari perubahan iklim adalah adanya peningkatan suhu. Peningkatan suhu akan berpotensi terhadap meningkatnya permintaan konsumsi air yang selanjutnya dapat mengakibatkan penurunan kadar air tanah sehingga rentan terhadap sumber daya air. Kegagalan sistem sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan air akan berpengaruh terhadap ketersediaan air (Orville, AMS, 2004).

Baca Juga :  Mewaspadai Cuaca Ekstrim Dan Peningkatan Potensi Banjir

Dengan menggunakan skenario perubahan iklim RCP4.5 menunjukan terjadi perubahan curah hujan periode DJF di Mataram dengan penurunan curah hujan sekitar 37,21 mm. Pada musim JJA berdasarkan proyeksi curah hujan akan naik sekitar 4,53 mm.

Sementara di daerah Bima NTB, curah hujan diproyeksikan akan terus menurun pada setiap periodenya. Meski demikian, penurunannya tidak terlalu signifikan dan hanya mencapai sekitar 0,45 mm di JJA dan 16,96 mm di DJF. Baik di Bima maupun di Kota Mataram diproyeksikan akan terjadi peningkatan suhu secara periodik per-sepuluh tahun hingga tahun 2029, yaitu sekitar 0,5-1 °C.

Pada musim basah (JFM) diperkirakan neraca air di Mataram dan Bima pada kurun 2018-2029 akan cenderung bertambah basah jika dibandingkan pada kurun waktu 2006-2017, sedangkan probabilitas frekuensi rata-rata atau kejadian rata-ratanya cenderung akan berkurang. Pada musim basah (JFM) nilai neraca air di Bima cenderung memiliki range lebih besar jika dibandingkan dengan Mataram.

Pada musim kering (JJA) di Mataram nilai rata-rata neraca air pada periode 2018- 2029 diperkirakan akan berkurang jika dibandingkan dengan periode 2006- 2017 dengan frekuensi yang lebih meningkat. Sementara itu, nilai neraca air di Bima cenderung menurun pada tahun 2018-2029 jika dibandingkan dengan 2006-2017.

Penyebab Perubahan Iklim yaitu aktivitas manusia menjadi pemicu dasar perubahan iklim ini. Para ilmuwan sepakat bahwa sebagian besar kerusakan lingkungan seperti hutan gundul, kekeringan, air laut naik dan gunung es mencair, memicu pemanasan global yang merupakan akibat ulah manusia aktivitas manusia berupa pembakaran bahan bakar fosil dan deforetasi dan kegiatan industri menjadi penyebab efek rumah kaca.

Aspek sosiologis yang dirasakan masyarakat Nusa Tenggara Barat yaitu ialah hilangnya mata pencaharian bagi kawasan pesisir seiring dengan kenaikan permukaan air laut. Dampak ekonomi juga dialami oleh banyak nelayan yang kewalahan dengan cuaca yang tidak menentu. Akibatnya, penghasilan para nelayan menjadi tidak stabil. Nelayan menjadi korban yang paling terasa dengan dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim seperti kenaikan air laut, badai siklon, dan kekeringan.

Baca Juga :  WFH: Kenapa Harus Menulis?

Selain nelayan para petani juga mengalami kekeringan di sawah dan ladang mereka, karena pasokan air yang begitu minim yang mengakibatkaan kurangnya pemasokan bahan pokok dari petani, namun ketika curah hujan yang sangat deras para petani maalah mengalami gagal panen sehingga pendapatan ekonomi mereka juga tidak stabil.

Selain dilihat dari profesi masyarakat juga dapat dilihat dari dampak perubahan iklim yang sangat terlihat di daerah-daerah tertentu yang sering mengalami kekeringan bahkan banjir yang sering melanda akhir-akhir ini. Seperti banjir yang terjadi di Lombok Barat, Mataram, dan Sumbawa. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut membuat masyarakat Nusa Tenggara Barat harus beradaptasi dengan lingkungan mereka.

Dalam hal ini dapat dikategorikan ke dalam teori Fungsionalime Sturktural Talcot Parsons pada Konsep AGIL:
a. Adaptasi, artinya masyarakat melakukan penyesuaian terhadap lingkungan yang kapan saja bisa berubah.
b. Pencapaian tujuan, perumusan dan perencanaan sehingga dapat mencapai tujuan yang di inginkan bersama, seperti melakukan pencegahan agar mengurangi pemanasan global.
c. Integrasi, hubungan keterkaitan yang erat antar fungsi yang lain sehingga terjadi keselarasan fungsi. Seperti program pemerintah yang bekerja sama dengan elemen masyarakat untuk mencapai tujuan mengurangi dampak perubahan iklim bagi masyarakat.
d. Pemeliharaan pola, menjaga dan memelihara pola yang sudah ada sehingga dapat terus berjalan dengan baik. Agar menjadi kebiasaan baik yang dilakukan untuk mengurangi dampak pada perubahan iklim agar tercapai tujuan pemerintah dengan masyarakat, sehingga akan mengurangi dampak pada perubahan yang ada.

Penulis menilai bahwa perubahan iklim yang terjadi saat-saat ini menimbulkan masalah yang serius terhadap kondisi sosial masyarakat Nusa Tenggara Barat, karena dengan adanya perubahan iklim yang terjadi maka perubahan sosial tak dapaat terelakkan juga. Dari masalah kekeringan hingga debit air yang meningkat karena hujan yang sangat deras. Oleh karena itu masyarakat Nusa Tenggara Barat harus dapat berdaptasi dengan keadaan seperti sekarang dan mencoba untuk mencegah perilaku yang dapat membuat perubahan iklim itu terjadi.

Baca Juga :  Peluang Industri Kecil Menengah di Masa Pandemi Covid-19

Adaptasi dengan lingkungan yaitu ada yang bertujuan meningkatkan atau memperkuat pembangunan manusianya. Misalnya, karena fisik lingkungannya selalu terpapar banjir, melalui langkah ini masyarakat tetap mampu menjalankan fungsi sosial dan ekonominya. Atau adaptasi mereka bertujuan mengelola risiko bencana akibat iklim melalui pengembangan benih tanaman yang kuat terhadap rendaman air saat wilayahnya terpapar banjir atau membangun tanggul. (Dina)