Memaknai Covid-19 dalam Perspektif Sosiologi Kesehatan

Opini809 Views

Oleh : Chika Ifranty, Mahasiswa Peminat Kajian Sosiologi Kesehatan Universitas Mataram

BERBAGI News – Covid-19 seolah menjadi Pandemi berkepanjangan yang terus “menghantui” masyarakat. Kemunculan virus corona yang mulai terdeteksi pertama kali di negara China pada awal Desember 2019 lalu terus berkembang dan menyebar dengan cepat (Sukur, et.al, 2020).

Penyebaran virus yang begitu cepat dan massif terjadi menimbulkan kekhawatiran dan keresahan di Masyarakat. Pasalnya banyak terjadi korban yang terinveksi covid-19 harus menjalani perawatan dan isolasi di rumah sakit serta tempat-tempat isolasi lainnya. Bahkan banyak mengakibatkan terjadinya kematian bagi pasien covid-19 yang memiliki penyakit penyerta. Hingga memasuki tahun 2022 ini, beragam varian baru virus ini terus bermunculan, bermutasi dan menginfeksi manusia.

Penyebaran covid-19 yang begitu cepat tidak terlepas dari mobilitas manusia dan interaksi yang terjadi di masyarakat (Rezki, et.al, 2020). Penularan covid-19 melalui droplets terjadi saat mobilitas masyarakat yang terpapar virus ini berinteraksi dengan orang lain. Beragam wujud interaksi manusia yang dalam kehidupan sosialnya saling sapa, saling teus, bercengkrama dan berjabat tangan satu sama lain kemudian virus ini dapat menyebar. Beragam upaya mulai dari social distancing hingga physical distancing terus digencarkan untuk meminimlaisir dan mencegah terjadinya penularan. Namun ketidaktaatan masyarakat dalam menerapakan social distancing hingga physical distancing menyebabkan pandemic Covid-19 semakin meluas dan menginfksi banyak orang.

Beragam model kebijakan juga telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka membendung laju persebaran Covid-19 (Kenedy, et.al, 2020). Mulai dari penerapan prokes, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM hingga percepatan vaksinasi bagi masyarakat. Sayangnya beragam model kebijakan ini belum seutunya mampu menjaga dan melindungi masyarakat dari paparan covid-19. Keterlibtakan masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan menjadi penting. Sebab masyarakatlah yang sesungguhnya menjadi objek dalam penerapan segala model kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah dalam rangka membendung laju penyebaran covid-19 di Indonesia.

Baca Juga :  Kapatuhan Sosial Dalam Penanganan Covid-19

Perilaku Sehat dan Sakit Masyarakat
Sosiologi kesehatan merupakan salah satu cabang ilmu Sosiologi yang membahas masalah kesehatan masyarakat. Salah satu pendekatan sosiologi yang dapat digunakan untuk memotret covid-19 adalah menggnakan perspektif sosiologi kesehatan. Konsep sehat menurut WHO adalah sebagai status kenyamanan menyuluruh dari jasmani, mental, sosial dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kecacatan. Sebagian masyarakat memahami sehat sebagai kondisi yang tidak sakit. Sakit dapat terjadi karena infeksi kuman atau mikroba ke dalam tubuh manusia dan sifatnya menular. Ada pula sakit yang sifatnya degenerative yang merusak organ tubuh (jantung, stroke, hipertensi dll) yang disebabkan oleh pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.

Sedangkan secara sosiologis, Parson (2005) menyebut seseorang dianggap sehat manakala seseorang mempunyai kapasitas optimum untuk melaksanakan peran dan tugas yang telah dipelajarinya melalui proses sosialisasi, lepas dari soal apakah secara ilmu kesehatan ia sehat atau tidak (Herlina, 2017). Menurut Parson pula, kesehatan sosiologis seseorang bersifat relatif karena tergantung pada peran yang dijalankannya dalam masyarakat. Sedangkan cara seseorang bereaksi terhadap gejaa-gejala penyakit dinamakan sebagai “perilaku sakit” (illness behavior). Perilaku ini dipengaruhi oleh keyakinan masyarakat terhadap gejala penyakit tersebut dan keyakinan terhadap cara pengobatan yang akan ditempuh mereka. Perilaku ini merupakan manifestasi dari sebuah konsep pikir manusia tentang arti sehat dan sakit. Setiap orang mempunyai konsep sendiri-sendiri tentang apa yang disebut sebagai sakit. Konsep sehat dan sakit yang dimiliki oleh orang per orang akan terlihat pada cara mereka mencari pengobatan (health seeking) untuk menyembuhkan penyakit tersebut.

Covid-19 yang ditunjukan melalui gejala ringan, sedang hingga parah seperti demam, batuk, flu, kelelahan, sakit kepala hingga kesulitan bernafas. Sebagian gejalanya menyerupai meriang yang biasa dirasakan masyarakat. Sehingga wajar jika terjadi diskursus dan dualitas pendapat antara yang percaya dan tidak percaya keberadaan virus ini. Pasalnya gejala yang ditimbulkan akibat virus ini menyerupai sakit yang biasa diderita oleh masyarakat. Sehingga respons yang dilakukan cenderung abai terhadap segala protocol kesehatan yang sudah ditetapkan. Berbeda dengan masyarakat yang memepercayai keveradaan virus ini, mereka akan sangat patuh dan taat menerapkan protocol yang ditetapkan demi terhindari dari infeksi Covid-19.

Baca Juga :  The Power Istighfar Of Happynes

Berfikir sosiologis, artinya kita berfikir secara rasional dan berdasarkan fenomena yang kita yakini kebenarannya. Cara berfikir kita lah yang kemudian akan menggerakan kita untuk bertidnak dan melakukan sesuatu. Tindakan ini bukan hanya untuk kepentingan diri kita sendiri namun juga untuk orang lain. Hadirnya Covid-19 kita seolah diaksa melakukan cara-cara baru yang sebelumnya dianggap tidak wajar seperti tinggal di rumah saja, bekerja dari rumah dan bahkan beribadah dari rumah.  Sesuatu yang seharusnya bukan semata karena anjuran pemerintah, tapi kita memahami bahwa tindakan itu memiliki dampak untuk diri kita sendiri, keluarga, dan juga dampaknya terhadap orang lain. 

Sementara itu, makna sehat dalam hal kejiwaan adalah dengan timbulnya rasa bahagia, ketenangan dan suasana hati yang gembira serta jauh dari setres. Hal ini sulit dicapai ditengah serangan Covid-19 yang membuat setiap orang khawatir. Kondisi ini dialami oleh hampir sebagian masyarakat yang mengakibatkan terhentinya berbagai aktivitas yang normal dijalankan. Pedagang kaki lima, pekerja informal hingga pengusaha kelas menengah sampai besar merasakan dampak Covid-19 yang luar biasa. Aktivitas sosial dan perekonomian terpaksa terhenti dan mematikan sendi-sendi perekonomian masyarakat (Wibowo, 2020). Kondisi ekonomi yang sempat terhenti menyebabkan orang miskin bertambah dan yang rentan jatuh ke lembah kemiskinan juga bertambah. Kondisi ini menyebabkan ketenangan hati setiap orang yang menjadi korban langsung maupun tidak langsung akibat pendemi Covid-19 terganggu.

Covid-19 yang telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat merupakan musibah besar. Beragam ahli dari berbgai bidang ilmu sedang dan terus memikirkan cara terbaik untuk mengatasi dampak kesehatan, dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan akibat Covid-19. Perspektif sosiologi kesehatan penting digunakan untuk memotret covid-19 dari tingkah laku masyarakat dalam melakukan interaksi sosial dan memahami “perilaku sehat”. Sehinggga dalam mengatsi pandemic Covid-19 juga sangat dibutuhkan sosiolog untuk melakukan rekayasa sosial teradap pengendalian covid-19 di masyarakat.