Dunia Sekarang ini Menghendaki Revolusi Mental

Religi566 Views

Oleh: ASWAN NASUTION

“Dunia sekarang ini menghendaki revolusi mental, revolusi terhadap kerakusan, revolusi kebangsaan chauvinisme, yang pada awak saja yang benar, pada orang salah belaka. Revolusi terhadap nafsu angkara, syahwat yang tak terkendali. Dunia sekarang menghendaki pertemuan kembali antara nafsu kebendaan dan keruhanian murni.” [Prof. Dr. Hamka].

MENURUT Prof. DR. Hamka dalam buku beliau, “Pandangan Hidup Muslim”, mengatakan: bahwa dunia sekarang ini menghendaki revolusi mental yang mana hal ini sudah diungkapkan oleh beliau ketika pada zamannya yaitu sebagai berikut:

“Seorang materialis, hamba benda, melihat kembang mekar, menilai harganya yang murah di tengah pasar. Namun, seorang yang berjiwa tidak dapat menilai harganya karena tidak terhargai.

Seorang materialis, hamba dunia yang dingin perasaannya laksana salju, menilai manusia menurut keuntungan yang didapatnya dari manusia itu; dinilainya manusia sekedar keuntungan yang akan didapatnya darinya.

Berapa hektar sawah, berapa hasil padinya. Berapa ribu manusia, berapa tenaganya membawa untung. Setiap bertambah kekayaannya haruslah ditimbang daripada darah manusia yang telah diisapnya.

Kalau ia tersenyum pada seseorang bukanlah karena penghargaannya atas diri orang itu, melainkan penghargaannya atas tenaga orang itu untuknya.

Namun, seorang ruhaniawan menilai manusia karena manusia itu bagian dari dirinya. Pertanyaan kepada dirinya sendiri ialah, apakah pertolongan yang dapat saya berikan kepadanya. Orang yang jatuh disentaknya naik, yang malang dibantunya supaya maju, yang sengsara dituntunnya supaya bahagia.

Bahkan batu bisa jadi intan kalau disiram dengan ruhani. Monyet pun bisa jadi orang. Setan bisa jadi malaikat. Seorang penguasa kejam–keras kepala, berhati seorang, nan pada ia dapat bertukar menjadi seorang ayah yang berpersaan kasih mesra.

Sentana disentunyalah hati ahli-ahli politik negarawan dan dunia ini, niscaya perdamaian meliputi alam dan peperangan berhenti. Tak ada penjajah, tak ada terjajah. Tak ada penindas dan tak ada yang ditindas.

Baca Juga :  Mengetuk Pintu-Pintu dan Menerangi Kegelapan, Sehingga Tersinari Cahaya Islam

Tak ada adil makmur untuk golongan kecil, sedangkan melarat sengsara untuk golongan terbanyak. Hal yang didapatkan hanya kasih dan sayang, timbang dan rasa, “enak kepenak, sanes enake dewe.” [Enak seenak, bukan enak untuk diri seorang saja]. Melompat sama patah, menyeluduk sama bungkuk, menelentang sama terminum air, menelungkup sama termakan pasir.

Yang diperlukan oleh dunia sekarang ini bukanlah mengatur ekonomi dan pasar bersama, bukan mengatur alat pertahanan dan penyerangan, bukan membatasi percobaan bom dan nuklir, bukan pula perdamaian membagi hasil kemenangan perang, bahkan bukan perdamaian yang diserukan oleh golongan yang pangkalan pandangan hidup pada kebencian dan permusuhan.

Semuanya itu adalah logika politisi dunia yang telah kolot. Logika itulah yang berpengaruh setelah selesai Perang Dunia Pertama dan hasilnya ialah Perang Dunia Kedua. Kalau ini diteruskan, tak dapat tidak, hasilnya ialah Perang Dunia Ketiga.

Apa sebab? Sebab pangkal temparnya bertolak bukanlah ruhani, melainkan benda [materi]. Jika orang menyerukan damai, tandanya ia hendak perang. Jika orang menganjurkan pengurangan senjata, tanda ia telah menyimpan senjata yang sangat hebat.

Pangkalannya ialah loba dan tamak, rakus dan lahap, maling menyoraki maling, ingin berkuasa. Pangkalan ialah chauvenisme, bangsaku di atas daripada segala bangsa. Pangkalannya ialah pertentangan kelas.

Dunia sekarang menghendaki revolusi mental, revolusi jiwa, revolusi terhadap kerakusan, kebangsaan chauvinisme, bangsaku lebih mulia daripada segala bangsa. Pangkalnya ialah pertentangan kelas.

Dunia sekarang menghendaki revolusi mental, revolusi terhadap kerakusan, revolusi terhadap kebangsaan chauvinisme, yang pada awak saja yang benar, pada orang salah belaka.

Revolusi terhadap nafsu angkara, syahwat yang tak terkendali. Dunia sekarang menghendaki pertemuan kembali antara nafsu kebendaan dan keruhanian murni.

Baca Juga :  Dengan Saling Mencintai, Semua Jadi Damai

Tuan boleh berkata, “Ini mimpi?”. Memang! Ini masih mimpi, mimpi ini dirasakan oleh masing-masing orang kalau ia masih manusia. Kalau mimpi ini tak ada, kesengsaraan dunia akan tetap berlarut-larut.” Demikian pungkas Buya Prof. Dr. Hamka. Wallahu ‘alam bish sahwab.

Wassalam.
Selamat membaca semoga bermanfaat.
[Sumber: Dikutip dari buku Pandangan Hidup Muslim, Oleh: Prof.Dr.Hamka, hal:136-137. Jakarta, 2016].