Pemimpin Demokratis yang digambarkan dalam Al-Qur’an

Religi253 Views

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh kan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. [QS. Ali Imran: 159].

SAAT Ini, kita mendambakan pemimpin yang benar-benar demokratis, sebagaimana digambarkan oleh Al-Qur’an. Terutama umat Islam sudah pasti mereka menghendaki seorang sosok pemimpin yang memiliki sikap demokratis, seperti sosok Rasulullah SAW sebagaimana yang digambarkan oleh Al Qur’an.

Menunjuk kepada surah Ali Imran ayat 159, yang berbicara tentang petunjuk Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW, bagaimana seharusnya beliau bersikap baik terhadap para sahabat, maupun terhadap umat yang beliau pimpin.

▪︎Bersikap Lemah lembut
Sikap lemah lembut persis seperti Rasulullah SAW mungkin sulit dicontoh secara utuh oleh seorang muslim, walaupun ia seorang muslim yang thaat sekalipun. Tapi mendekati sikap Rasulullah itu kalau ada keinginan, tentu bisa. Syaratnya jangan terpukau dengan kekuasaan yang dimilikinya.

Sebagaimana Rasulullah dengan kepercayaan dan kekuasaan yang demikian besar, namun beliau tetap rendah hati dan tawadhu, mencintai dan mengasihi para sahabatnya. Sehingga tidak pernah kita baca dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW. diantara sahabatnya yang meninggalkan beliau karena kecewa, atau karena perlakuan kasar dari Rasulullah.

Sikap lemah lembut memang terbentuk karena iman dan rasa cinta kepada Allah. Karena itu kita mendambakan pemimpin yang beriman teguh, mencintai Allah dan taat melaksanakan perintah-perintah-Nya.

▪︎Mempunyai Sikap Pemaaf
Sikap pemaaf tentunya refleksi dari sikap lemah lembut itu. Pemaaf berarti tidak memiliki rasa dendam dan tidak memendamkan rasa sakit hati. Pada umumnya orang jadi pendendam karena sakit hati yang tidak pernah tersembuhkan, sehingga ingin membalas kejahatan dengan kejahatan yang lebih pedih.

Di dalam politik Islam yang diterapkan oleh Rasulullah SAW, beliau justru memaafkan seluruh lawan politik-politiknya, seperti Abu Sufyan, Khalid bin Walid yang semula memusuhi, bahkan memerangi beliau, namun belakangan beliau memaafkan semua kesalahan mereka masa lalu, dan bahkan akhirnya kedua tokoh Quraisy itu menjadi pahlawan Islam dan pembela perjuangan Rasulullah SAW.

Alangkah indahnya apabila kita mempunyai pemimpin yang mempunyai sikap pemaaf, mempunyai sikap kasih sayang terhadap rakyat, peduli terhadap nasib rakyat, sering turun ketengah-tengah rakyat, dan dekat kepada rakyat sehingga dia juga dicintai rakyat. Perilaku yang demikian bukan perilaku yang dibuat-buat karena ingin mengambil simpati rakyat, tapi perilaku dan sikap murni dari seorang pemimpin yang mencintai rakyat.

▪︎Berdo’a Demi Keselamatan Rakyat
Kita tahu, tidak sedikit rakyat yang terjerumus ke dalam perbuatan dosa dan murka Allah. Mulai dari perbuatan korupsi yang dilakukan aparatur pemerintah, sampai kepada perbuatan kejahatan mencuri, merampok, membunuh, memperkosa, berzina, berjudi, mengedarkan narkoba, memakai narkoba dan segala macam perbuatan kejahatan, yang sudah pasti akan mendapat murka Allah.

Maka kita ingin pemimpin yang senantiasa dia memintakan ampun segala dosa-dosa rakyat kepada Allah, tapi dia juga mengambil tindakan-tindakan hukum terhadap pelaku dosa itu, dan yang paling penting dia berani mengambil tindakan menghapuskan sumber-sumber tempat terjadinya maksiat dan kejahatan itu.

Itulah makna “memintakan ampun bagi mereka” bagi rakyat yang dimpimpinya. Mungkinkah kita mendapat seorang pemimpin yang seperti itu. Semoga…

▪︎Membangun Semangat Musyawarah
Rasulullah SAW yang sesungguhnya mendapat otoritas demikan besar dari Allah SWT untuk melaksanakan tugas-tugas beliau sebagai Rasul, masih saja selalu diingatkan oleh SWT supaya beliau selalu bermusyawarah dengan para sahabat untuk memutuskan berbagai masalah yang dihadapi, terutama tentu masalah keduniaan. “Wasyawirhum fil amri” [Bermusyawaralah kamu dengan mereka dalam memecahkan berbagai persoalan].

▪︎Ber’azam Secara Konsisten
Kata “azam” itu terjemahannya “bertekad bulat”, ada juga yang menyamakannya dengan “komitmen”. Komitmen itu sesuatu yang telah menjadi tekad, menjadi janji untuk dipenuhi dengan rasa penuh tanggung jawab.

Dalam pengalaman hidup kita selama ini berada, banyak kita melihat orang mengumbar janji sebelum dia mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Tetapi setelah yang diinginkannya itu diperoleh, dia lupa dengan apa yang dijanjikannya.

Sekarang ini, kita sedang mengikuti dan menyaksikan kampanye para Capres dan Cawapres. Dalam kampanye itu semua Capres dan Cawapres mengumbar janji kepada rakyat. Orang-orang pintar yang megerti tentang keadaan bangsa dan negara, menilai janji- janji itu isinya lebih banyak membodohi rakyat, karena banyak sekali janji-janji itu dalam perhitungan normal tidak akan mungkin dipenuhi.

Padahal yang kita dambakan seorang pemimpin konsisten dengan janjinya, artinya janji itu benar-benar dapat dipenuhi manakala nanti dia terpilih menjadi presiden atau wakil presiden. Inilah yang disebut dengan ber’azam dalam konteks ucapan seorang pemimpin.

▪︎Pemimpin yang Tawakal
Di dalam kata “azam” dilanjutkan dengan kata “tawakkal ‘alallah”, yakni bertawakkal kepada Allah, dan disinilah kuncinya.

Kalau seorang berjanji dengan hal yang masuk akal, kemudian dia berusaha keras untuk memenuhinya. Dia melihat peluang-peluang yang jelas untuk dapat memenuhi apa yang dijanjikan. Kalau rakyat melihat kalau dia itu sudah berusaha keras, namun segala bentuk usahanya itu berhasil atau gagal, semua diserahkan kepada Allah SWT.

Dan Rakyatpun akan dapat mengerti, kalau yang terjadi sebaliknya. Janji akan mensejahterakan rakyat, tapi setelah dia memimpin, rakyat malah semakin menderita, yang sejahtera justru keluarga dan kroninya, inilah yang disebut orang ber “azam” tidak secara konsisten.

Kalau keadaan seperti itu, bagaimana mungkin dia akan bertawakkal kepada Allah?. Dengan demikian, apa yang kita sebutkan di atas adalah bagian terpenting dalam melihat sikap seorang pemimpin yang demokratis, yang digambarkan oleh Al Qur’an, bagaimana menjadi pemimpin dambaan umat. Wallahu a’lam bish shawab.

Referensi:
Ikhlas Beramal [IB] No.32/VII/2004 dan Sumber lainnya.

Baca Juga :  Mengetuk Pintu-Pintu dan Menerangi Kegelapan, Sehingga Tersinari Cahaya Islam