Tokoh Hindu NTB Cegah Upaya Perpecahan di Pura Lingsar

Daerah674 Views

Lombok Barat, BERBAGI News – Tokoh umat Hindu dari berbagai unsur se-Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (14/09/2022) sore, dengan sigap melakukan upaya pencegahan atau netralisir situasi yang disinyalir akan berdampak terhadap perpecahan umat Hindu. Pasalnya, sekelompok oknum umat Hindu yang mengatasnamakan Krama Pura Provinsi NTB, berencana menggelar acara pengukuhan atau Mejaye-jaye Pengurus Krama Pura Lingsar Kabupaten Lombok Barat (tandingan).

Ketua Umum Krama Pura Lingsar I Made Sulendra Putra, S.H. mengatakan, kepengurusan Krama Pura Lingsar definitif pada 30 April 2022 telah terbentuk dan dilantik oleh Anak Agung Made Jelantik, atas nama Penglingsir Puri Agung Cakranegara Anak Agung Biarsah Haruju Amla Nagantun (HAN), selaku keturunan langsung Raja Dewata Agung.

“Jadi begitu mendengar ada kelompok yang mengatasnamakan Pengurus Krama Pura NTB akan mejaye-jaye, maka kami dengan jajaran pengurus definitif yang sudah terbentuk segera berkoordinasi dan berkonsolidasi, dalam upaya meminimalisir konflik atau permasalahan yang akan muncul,” ungkapnya.

Sulendra menyebutkan, dalam surat undangan yang mengatasnamakan Krama Pura NTB Nomor: 010/KPPNTB/IX/2022 tertanggal 10 September 2022, disebutkan bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan adalah persembahyangan bersama dan simakrama (silaturahmi). Namun menurut informasi yang beredar, lanjut Sulendra, tujuan utama kegiatan tersebut adalah Pengukuhan Pengurus Krama Pura Lingsar (tandingan).

“Kenapa kami permasalahkan (kegiatan hari ini, red), karena ada sinyalemen berkembang bahwa akan dibentuk lagi Pengurus Krama Pura oleh Pengurus Krama Pura NTB. Nah, itu yang kami cegah. Masalah persembahyangan silahkan, kami tidak pernah melarang orang bersembahyang, baik itu kelompok ataupun sendiri-sendiri,” jelas Sulendra.

Lebih lanjut Ketum Krama Pura Lingsar itu menegaskan, kalaupun kegiatan tersebut akan dirangkai dengan mejaye-jaye, sesuai permintaan Manggala Dharma Upapathi Ciwa Provinsi NTB Ida Pedanda Gde Kerta Asra, maka yang akan menjaye-jaye adalah Krama Pura NTB.

Baca Juga :  LPKS Doryouku: 4 Peserta Terima Kontrak Pemagangan

“Peranda Kerta sudah juga menyampaikan kepada pengurus dan memohon ijin kepada pengurus definitif, untuk bisa melaksanakan persembahyangan bersama dan sekaligus mejaye-jaye hanya Pengurus Krama Pura NTB, di luar itu tidak ada mejaye-jaye. Itu ketegasan dari Peranda Kerta,” tandasnya.

Sementara Ketua Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pemurnian (PHDI-P) NTB Pinandita Mangku I Komang Rena, yang juga hadir di Pura Lingsar pada kesempatan tersebut menyampaikan bahwa apa yang dilakukan Pengurus Krama Pura Lingsar, telah sesuai prosedur demi menjaga harmonisasi umat Hindu sebagai upaya menjaga keamanan dan ketertiban (kamtib).

“Jadi sebelum hari ini Pengurus Pura Lingsar dan jajarannya, mengadakan koordinasi dan menyampaikan informasi kepada peranda yang akan muput (memimpin upacara, red), bahwa di Pura Lingsar ini sudah ada pengurus definitif,” tutur Pinandita Mangku.

Menurut Ketua PHDI P NTB bahwa mengingat Krama Pura Lingsar telah memiliki pengurus definitif, sehingga organisasi apapun yang akan mengadakan kegiatan di Pura Lingsar maka harus meminta dan atau mendapat izin dari Pengurus Krama Pura Lingsar.

“Jadi kalau ada organisasi apapun yang akan mengadakan kegiatan disini, maka etikanya harus menyampaikan informasi sesuai dengan tiga kerangka dalam agama Hindu, yaitu bahwa ada tatwa, susila dan upakara,” ujarnya.

“Upakara itu tidak akan bisa bagus bilamana susila tidak bagus,” tegas Pinandita Mangku.

Selain itu, Ketua PHDI-P NTB juga menjelaskan bahwa bila ditelisik lebih dalam terkait kegiatan yang dilaksanakan di Pura Lingsar tersebut, Pengurus Krama Pura NTB yang melaksanakan mejaye-jaye adalah pengurus hasil pergantian antar waktu (PAW), yang surat keputusan (SK) nya diterbitkan oleh Ketua Pengurus Harian PHDI NTB, yang saat ini sedang menjadi terdakwa dalam persidangan kasus tindak pidana.

Baca Juga :  Ikatan Keluarga Muslim Sumatera Utara [IKAMSU] Lombok Pererat Silaturahmi

“Yang membuat SK itu adalah yang katanya parisada (PHDI, red) dan ternyata orang yang disebut parisada itu adalah orang yang sedang dalam posisi tersangka atau terdakwa di pengadilan, kok bisa seorang yang orang status tersangka atau terdakwa itu mengeluarkan SK untuk krama pura,” katanya.

“Pura itu kan hal yang suci, harus bersih, makanya yang akan mengeluarkan atau melahirkan hal yang bersih adalah orang-orang yang bersih. Kalau orang yang tersangka atau terdakwa itu kan indikasi telah melakukan suatu kejahatan,” tegasnya.

Untuk diketahui bahwa walaupun sempat terjadi diskusi dan pembicaraan cukup sengit, kegiatan yang digelar di Pura Lingsar berjalan sukses dan lancar, dengan pengamanan dari personel Polresta Mataram yang bersinergi dengan personel Polsek Lingsar, Pecalang Dharma Wisesa dan Bayu Mandala serta Satgas Prajaniti. (*)