Kajian Sosiologi: Anak Bekerja Sebagai Spirit Kemandirian dan Ketangguhan Anak Sasak

Oleh: Adiatul Fitriah


Kemandirian juga ditunjukkan dengan adanya kemampuan mengambil keputusan serta mengatasi masalah.

Dalam budaya masyarakat Sasak berpandangan bahwa setiap anak perlu dilatih untuk mengembangkan
kemandirian sesuai kapasitas dan tahapan perkembangannya.

Hal ini dapat memupuk kemampuan anak dalam berpikir dan melakukan sesuatu oleh diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhannya sehingga mereka tidak lagi bergantung pada orang lain, menjadi generasi penerus pengelola sumber daya alam lombok subur dan makmur.

Budaya Sasak
Budaya Sasak berpandangan kemandirian anak merupakan kemampuan anak untuk melakukan kegiatan dan pekerjaan sehari-hari sebagai bagian dari anggota keluarga yang juga m miliki tanggungjawab atas keluarganya.

Anak Sasak terutama di pedesaan di bawah kaki gunung Rinjani, selalu diajarkan dalam bimbingan keluarga dan lingkungan untuk selalu berinteraksi dengan alam dan mengelola alam lombok yang subur sebagai bentuk eksistensi diri masyarakat Sasak.

Bimbingan keluarganya, diharapkan dapat memupuk perkembangan, kemandirian dan kemampuan anak sebagai generasi masyarakat Sasak.

Menurut pengamatan penulis, budaya sasak mengajarkan entitas penerus Sasak, tidak banyak sebagai anak telah mampu bukan hanya mengenal mana yang benar dan mana yang salah, mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, mampu menjalankan pekerjaan pribadi secara kemandirian, serta menerapkan terhadap hal-hal yang menjadi larangan atau yang dilarang, serta sekaligus memahami konsekuensi resiko jika melanggar aturan.

Menurut penulis, budaya Sasak mengajarkan dan membimbing generasi penerus Sasak lebih dari itu, yaitu Sasak mengajarkan Anak bukan hanya mandiri secara personal tetapi juga mandiri secara sosial, ini adalah keunggulan dari budaya Sasak dalam memaknai nikmat Allah yang berlimpah atas alam dan lingkungan pulau seribu masjid ini.

Secara sosiologis kemandirian merupakan suatu sikap yang diperoleh secara kumulatif melalui proses yang dialami
seseorang anak dalam perkembangannya. Dimana dalam proses menuju kemandirian, individu belajar untuk menghadapi berbagai situasi dalam lingkungannya sampai ia mampu berpikir dan mengambil tindakan yang
baik dalam mengatasi setiap situasi, sebagai bagian yang tidak terpisah secara ekologi dan sosial.

Baca Juga :  Peduli Lingkungan, KKN Unram Tanam 3000 Bibit Pohon di Desa Pringgabaya Utara

Pekerja Anak dan Hak Anak
Indonesia sebagai hukum dengan beragam budaya dan tradisi, seringkali dihadapkan pada tantangan terkait hak-hak anak, di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terdapat beberapa isu-isu yang menjadi sorotan utama salah satunya “Pekerja Anak” khususnya di wilayah Lombok Timur.

Menurut ILO/IPEC (International Programme on the Elimination of Child Labour) pekerja anak adalah anak yang bekerja pada semua jenis pekerjaan yang membahayakan atau mengganggu fisik, mental, intelektual dan moral. Pada dasarnya, hukum di Indonesia telah mengatur perundang-undangan tentang perlindungan terhadap anak, termasuk larangan terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan atau menggangu Pendidikan anak, hak asasi anak dilindungi di dalam Pasal 28 (B)(2) UUD 1945 yang berbunyi “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Meskipun peraturan perundang-undangan yang melarang pekerja anak telah ada, namun implementasinya masih menjadi tanda tanya, terutama di daerah-daerah pedesaan yang ada di Lombok Timur. Keterbatasan ekonomi dan kurangnya akses Pendidikan menjadi faktor pendorong anak-anak terlibat dalam dunia pekerjaan.

Anak Bekerja Sebagai Spirit Kemandirian dan Ketangguhan
Banyak anak-anak di wilayah Lombok Timur terlibat dalam berbagai bentuk pekerjaan, dari sektor pertanian hingga sektor jasa, faktor pendorong pekerja anak seringkali akibat keterbatasan ekonomi keluarga dengan keterbatasan ekonomi cenderung membiarkan anak-anak mereka bekerja sebagai kontribusi ekonomi keluarga. Kurangnya akses pendidikan, tidak semua anak memiliki akses yang memadai ke pendidikan, membiarkan mereka mencari pekerjaan sebagai jalan alternatif, dan norma budaya jika budaya lokal menekankan nilai kemandirian dan ketangguhan sejak usia dini, masyarakat dapat melihat pekerja anak sebagai bentuk pengembangan keterampilan dan karakter, di daerah agraris seperti Lombok Timur norma budaya dapat mendorong anak-anak untuk terlibat dalam pekerjaan pertanian dan perkebunan atau kerajinan tradisional sejak dini, sebagai bagian dari warisan budaya dan keahlian yang diwariskan.

Baca Juga :  Ditolak!, Pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau oleh Masyarakat Desa Paokmotong

Selain faktor pendorong ada beberapa faktor sosial yang mempengaruhi pekerja anak di Lombok Timur seperti; 1) Kemiskinan. 2) Tidak memiliki akses memadai ke pendidikan. 3) Tradisi dan budaya. 4) Ketidaksetaraan gender. 5) Kurangnya kesadaran dan pendidikan tentang hak anak.

Anak atau remaja Lombok Timur, seperti remaja pada umumnya di berbagai daerah di Indonesia, di hadapkan pada berbagai tantangan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Salah satunya fenomena yang masih menjadi perhatian yakni keterlibatan anak-anak dalam dunia pekerjaan. Meskipun pekerja anak telah menjadi isu global yang menimbulkan keprihatinan, kita dapat melihat pekerja anak dari perspektif yang berbeda, yaitu sebagai bagian spirit kemandirian dan ketangguhan remaja-remaja yang ada di Lombok Timur.

Suku Sasak, merupakan bagian dari masyarakat Indonesia, memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang khas. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, anak atau remaja banyak dihadapkan pada tekanan ekonomi dan sosial. Banyak dari mereka terlibat dalam pekerja anak sebagai cara untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga dan mendukung pendidikan mereka sendiri.

Keterlibatan dalam pekerja anak juga dapat memperkuat ketangguhan mental anak di Lombok Timur. Mereka belajar bekerja keras dan mandiri sejak usia dini, mengasah keterampilan yang dapat membantu mereka di masa depan. Dalam konteks ini, pekerja anak menjadi sarana pembelajaran yang berharga, membantu remaja mengembangkan rasa tanggung jawab dan inisiatif.

Selain itu mereka juga dapat belajar mengatasi hambatan dan kesulitan sejak dini, menghadapi tantangan hidup dengan sikap yang positif. Ketangguhan mental yang mereka dapat sejak dini ini dapat menjadi modal berharga dalam menghadapi perubahan dan tekanan di masa depan.

Meskipun terlibat dalam pekerja anak, remaja-remaja yang ada di Lombok Timur tetap memiliki kesempatan untuk mengakses pendidikan. Mereka dapat mengembangkan keterampilan praktis melalui pekerjaan mereka, yang mungkin menjadi dasar bagi karir mereka di masa depan. Dengan cara ini pekerja anak tidak hanya dilihat sebagai beban, tetapi juga sebagai peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan.
Diperlukan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kemandirian dan ketangguhan para remaja.

Baca Juga :  Kasus illegal logging, Dampak terjadinya Banjir

Pekerja anak di kalangan remaja sasak dapat di lihat sebagai bagian dari usaha mereka untuk mencapai kemandirian dan ketangguhan. Meskipun isu pekerja anak tetap menjadi perhatian serius, penting untuk memahami konteks lokal dan melibatkan remaja dalam upaya Pembangunan yang memberdayakan mereka. Dengan pendekatan yang tepat, pekerja anak menjadi bagian dari perjalanan menuju masa depan yang lebih cerah bagi remaja sasak.

Kami di Sasak coba menyapa dunia dengan budaya dan nilai kami, karena Anak bekerja dapat memupuk tanggungjawab anak kepada keluarga, saudara, masyarakat, bangsa dan negara. Tetapi yang terpenting dari itu menjaga budaya dan tradisi Sasak sebagai manifestasi masyarakat Sadat mensyukuri nikmat Allah akan kesuburan alam Lombok dan keluhuran Budaya Sasak. (**)